LANGKAH TAK POPULER
TAPI SUDAH POPULER
Oleh : Melvin
M.Simanjuntak, STh, MSi
Akhirnya Presiden RI
terpilih Jokowi bicara kepada media massa bahwa dalam pertemuannya dengan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin tanggal 27 Agustus 2014 di Bali juga
membicarakan persoalan bangsa dan negara yang sangat genting, yakni masalah
harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Presiden terpilih Jokowi meminta kepada
Presiden Yudhoyono agar menaikkan harga BBM sehingga tidak menjadi beban negara
melalui subsidi BBM dan meringankan beban pertama nanti di pemerintahannya.
Namun Presiden Yudhoyono menolaknya. Mungkin persoalan tersebut dianggap sudah
merupakan keputusan strategis yang menjadi wilayah kerja pertama Presiden
terpilih Jokowi atau mungkin saja merupakan salah satu test case terhadap
kompetensi dan kapabilitas Presiden terpilih Jokowi untuk mengatasi persoalan
tersebut. Tentu saja apabila persoalan ini nantinya menjadi agenda pertama dan
terutama dari Presiden terpilih Jokowi maka sudah pasti akan menghadapi
resistensi dari kalangan mahasiswa dan kaum buruh, yang paling merasakan
efeknya. Jadi BBM dinaikkan akan menimbulkan demonstrasi dari berbagai kalangan
yang merasakan akibat langsung kenaikan tersebut dan jika tidak dinaikkan tentu
saja menguntungkan bagi para mafia minyak, yang ujung-ujungnya pemerintah harus
mengimpor BBM kembali.
Akan tetapi yang
menjadi sorotan kali ini adalah justru pernyataan Presiden terpilih Jokowi
bahwa beliau siap mengambil langkah tidak populer di tengah popularitasnya yang
sedang melejit dan melambung sangat tinggi sebagai Pemimpin yang mampu
menggerakkan rakyat serta memberikan teladan kepada rakyatnya dengan
kesederhanaannya seperti ucapan-ucapannya yang juga sederhana. Walau langkah
tersebut dianggap banyak kalangan sebagai langkah dilematis atau tidak populer,
namun reaksi dan respon rakyat Indonesia sebagian besar cenderung
menyetujuinya. Mungkin pengambilan keputusan untuk menaikkan harga BBM sudah
perlu dilakukan dengan polling atau paling tidak dengan referendum rakyat,
sebab menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai amanah UUD 1945. Sudah tepat
apabila subsidi BBM yang selama ini dirasakan oleh kalangan menengah ke atas
bisa dialihkan dengan pengadaan bibit dan pupuk kepada rakyat, perbaikan
infrastruktur di daerah-daerah, dan pengadaan waduk yang dapat menyentuh rakyat
pada umumnya namun perlu pengecualian di dalam implementasinya.Misalnya harga
BBM untuk pengguna kendaraan roda dua lebih murah daripada untuk pengguna roda
empat atau lebih, sebab logikanya penghasilan para pengguna kendaraan roda
empat atau lebih jauh melampaui para pengguna roda dua. Apabila para pengguna
roda empat beralih untuk menggunakan kendaraan roda dua, setidaknya sudah
mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jalan raya. Di Singapura, harga BBM
RON 92 sebesar Rp 8.754 per liter. RON 92 ini diijinkan untuk digunakan pada
kendaraan bermotor Euro 2. Di Malaysia, harga BBM RON 95 atau setara Pertamax
Plus senilai RM 2,1 atau setara dengan Rp 7.000 per liter. Solusi lain bisa saja diterapkan subsidi BBM
dengan substitusi pendanaannya dari uang yang dirampok para koruptor.
Solusi bagi pemerintah
baru Jokowi nantinya menurut David Sumual Kepala Ekonom Bank Central Asia
adalah hanya punya satu cara cepat untuk
membuat ruang fiskal, yaitu memangkas subsidi bahan bakar minyak. Jika Jokowi
tidak menaikkan harga BBM maka solusinya adalah dengan dua cara yakni: “Efisiensi anggaran dan optimalisasi
pendapatan". Artinya bisa saja Jokowi melakukan pemangkasan anggaran
terhadap kebutuhan yang bersifat tidak wajib dan tidak memiliki landasan hukum
seperti anggaran pendidikan dan kesehatan yang sudah ditentukan
perundang-undangan. Akan tetapi sangat perlu ditelisik lebih lanjut mengapa
bisa terjadi penurunan target pajak pada anggaran APBN tahun 2014. Bayangkan
sumber
pemasukan dari setoran pajak kian seret. APBNP 2014 menetapkan setoran
perpajakan sekitar Rp 1.246,1 triliun, malah turun dari target APBN 2014 yang
mematok Rp 1.280,3 triliun. Program pemerintah mengenai penghematan energi juga
sudah layak untuk dilanjutkan namun perlu konsistensi. Jangan cuma rakyat
disuruh berhemat energi namun pemerintah sendiri dalam prakteknya tidak
menjalankan program penghematan tersebut. Apa pun langkah yang diambil oleh
Presiden terpilih Jokowi nantinya pada awal tahun 2015 walau pun disebut
sebagai langkah tidak populer namun justru bisa semakin mempopulerkan citranya
asalkan tetap dibangun konsistensi kinerja pemerintahan yang baik berwibawa dan
komunikasi yang efektif kepada rakyat agar dapat dimengerti dengan
saksama.Tampaknya ini lebih menyangkut masalah memberlakukan trust rakyat untuk
kepentingan rakyat itu sendiri, bukan dengan cara karikatif melalui BLT atau
BLSM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar