Kamis, 28 Agustus 2014

LANGKAH TAK POPULER TAPI SUDAH POPULER


LANGKAH TAK POPULER TAPI SUDAH POPULER

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



Akhirnya Presiden RI terpilih Jokowi bicara kepada media massa bahwa dalam pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin tanggal 27 Agustus 2014 di Bali juga membicarakan persoalan bangsa dan negara yang sangat genting, yakni masalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Presiden terpilih Jokowi meminta kepada Presiden Yudhoyono agar menaikkan harga BBM sehingga tidak menjadi beban negara melalui subsidi BBM dan meringankan beban pertama nanti di pemerintahannya. Namun Presiden Yudhoyono menolaknya. Mungkin persoalan tersebut dianggap sudah merupakan keputusan strategis yang menjadi wilayah kerja pertama Presiden terpilih Jokowi atau mungkin saja merupakan salah satu test case terhadap kompetensi dan kapabilitas Presiden terpilih Jokowi untuk mengatasi persoalan tersebut. Tentu saja apabila persoalan ini nantinya menjadi agenda pertama dan terutama dari Presiden terpilih Jokowi maka sudah pasti akan menghadapi resistensi dari kalangan mahasiswa dan kaum buruh, yang paling merasakan efeknya. Jadi BBM dinaikkan akan menimbulkan demonstrasi dari berbagai kalangan yang merasakan akibat langsung kenaikan tersebut dan jika tidak dinaikkan tentu saja menguntungkan bagi para mafia minyak, yang ujung-ujungnya pemerintah harus mengimpor BBM kembali.


Akan tetapi yang menjadi sorotan kali ini adalah justru pernyataan Presiden terpilih Jokowi bahwa beliau siap mengambil langkah tidak populer di tengah popularitasnya yang sedang melejit dan melambung sangat tinggi sebagai Pemimpin yang mampu menggerakkan rakyat serta memberikan teladan kepada rakyatnya dengan kesederhanaannya seperti ucapan-ucapannya yang juga sederhana. Walau langkah tersebut dianggap banyak kalangan sebagai langkah dilematis atau tidak populer, namun reaksi dan respon rakyat Indonesia sebagian besar cenderung menyetujuinya. Mungkin pengambilan keputusan untuk menaikkan harga BBM sudah perlu dilakukan dengan polling atau paling tidak dengan referendum rakyat, sebab menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai amanah UUD 1945. Sudah tepat apabila subsidi BBM yang selama ini dirasakan oleh kalangan menengah ke atas bisa dialihkan dengan pengadaan bibit dan pupuk kepada rakyat, perbaikan infrastruktur di daerah-daerah, dan pengadaan waduk yang dapat menyentuh rakyat pada umumnya namun perlu pengecualian di dalam implementasinya.Misalnya harga BBM untuk pengguna kendaraan roda dua lebih murah daripada untuk pengguna roda empat atau lebih, sebab logikanya penghasilan para pengguna kendaraan roda empat atau lebih jauh melampaui para pengguna roda dua. Apabila para pengguna roda empat beralih untuk menggunakan kendaraan roda dua, setidaknya sudah mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jalan raya. Di Singapura, harga BBM RON 92 sebesar Rp 8.754 per liter. RON 92 ini diijinkan untuk digunakan pada kendaraan bermotor Euro 2. Di Malaysia, harga BBM RON 95 atau setara Pertamax Plus senilai RM 2,1 atau setara dengan Rp 7.000 per liter.  Solusi lain bisa saja diterapkan subsidi BBM dengan substitusi pendanaannya dari uang yang dirampok para koruptor.


Solusi bagi pemerintah baru Jokowi nantinya menurut David Sumual Kepala Ekonom Bank Central Asia adalah  hanya punya satu cara cepat untuk membuat ruang fiskal, yaitu memangkas subsidi bahan bakar minyak. Jika Jokowi tidak menaikkan harga BBM maka solusinya adalah dengan dua cara yakni:  “Efisiensi anggaran dan optimalisasi pendapatan". Artinya bisa saja Jokowi melakukan pemangkasan anggaran terhadap kebutuhan yang bersifat tidak wajib dan tidak memiliki landasan hukum seperti anggaran pendidikan dan kesehatan yang sudah ditentukan perundang-undangan. Akan tetapi sangat perlu ditelisik lebih lanjut mengapa bisa terjadi penurunan target pajak pada anggaran APBN tahun 2014. Bayangkan sumber pemasukan dari setoran pajak kian seret. APBNP 2014 menetapkan setoran perpajakan sekitar Rp 1.246,1 triliun, malah turun dari target APBN 2014 yang mematok Rp 1.280,3 triliun. Program pemerintah mengenai penghematan energi juga sudah layak untuk dilanjutkan namun perlu konsistensi. Jangan cuma rakyat disuruh berhemat energi namun pemerintah sendiri dalam prakteknya tidak menjalankan program penghematan tersebut. Apa pun langkah yang diambil oleh Presiden terpilih Jokowi nantinya pada awal tahun 2015 walau pun disebut sebagai langkah tidak populer namun justru bisa semakin mempopulerkan citranya asalkan tetap dibangun konsistensi kinerja pemerintahan yang baik berwibawa dan komunikasi yang efektif kepada rakyat agar dapat dimengerti dengan saksama.Tampaknya ini lebih menyangkut masalah memberlakukan trust rakyat untuk kepentingan rakyat itu sendiri, bukan dengan cara karikatif melalui BLT atau BLSM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar