Sabtu, 31 Mei 2014

FENOMENA POLITIK JOKO WIDODO


FENOMENA POLITIK JOKO WIDODO

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



Kehadiran sosok Ir.H.Joko Widodo di dalam kancah percaturan politik nasional Indonesia sungguh mengundang rasa penasaran, rasa ingin partipasi politik walau hanya pada perhelatan Pemilukada dan Pilpres di negara Republik Indonesia ini. Tampaknya ada daya pesona dan daya magis pada diri seorang bernama Joko Widodo tersebut, yang membuat rakyat rasanya ingin bersuara lantang untuk memberikan kontribusi dukungan, yang mampu mendorong rakyat untuk melakukan terobosan dan perubahan. Sesuatu itu bukan semacam keprihatinan melainkan semacam empati dan simpati yang sangat mendalam yang membuat rakyat ingin berkata,”apa yang bisa kami bantu saudara Jokowi?”  Penasaran hati rakyat semakin mendalam sehingga berubah menjadi rasa kekaguman tatkala sosok Jokowi mampu menunjukkan dirinya di dalam terobosan kinerja yang luar biasa prestisius, dan memukau, tidak hanya kepada rakyat Indonesia namun juga kepada dunia.

Tentu sangat berbeda halnya tatkala kehadiran sosok Ir.Soekarno, dengan gaya bahasanya yang meledak-ledak, dan keberanian yang luar biasa menghadapi kekuatan-kekuatan dunia, namun masih sanggup beliau bermain di antara kekuatan-kekuatan dunia antara blok Barat dan blok Timur, antara kelompok borjuis dan proletar, antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, dst. Tapi hampir semua pemimpin bangsa Indonesia berangkat dan dibesarkan di desa, dengan pola didikan antara kota dan desa sehingga identitas dirinya sebagai “wong ndeso” (orang desa) tidak serta merta raib ditelan bumi, melainkan melebur dan melekat di dalam integrasi kedirian serta kepribadiannya. Misalnya Jenderal Purn.Soeharto mengakui bahwa dirinya adalah orang desa. Banyak pemimpin dunia yang berkepribadian mirip seperti ini, misalnya Dr.Sun Yat Sen di negeri bambu Cina, Mikhail Gorbachev yang tenar dengan program Perestroika (restrukturisasi) dan Glasnost (keterbukaan), atau Presiden USA sekarang Barrack Obama yang tenar dengan jargonnya “Change we can” yang mirip dengan jargon tenar di Amerika Serikat “In God we trust”. Masing-masing mereka memiliki gaya penampilan, dan kekuatan karakter tersendiri, yang khas dan unik.

Fenomena berangkat dari kata Yunani “phenomenon” yang seakar kata dengan “phantom”, dan “fantasy” yang memiliki arti “make visible”, “membuat terlihat atau tampak kasat mata”. Kata ini lazim diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata “gejala”. Di dalam ilmu filsafat fenomenologi atau psikologi fenomenologi sangat penting fenomena yang terjadi di dalam ruang pengalaman empirisme dan kenyataan sehari-hari (realitas sosial). Adalah filsuf Edmund Husserl yang menggunakan “fenomenologi” sebagai suatu metodologi pemikiran filsafatnya. Pemikiran filsafat fenomenologi Husserl berbeda dengan pengartiannya sebagaimana kata ini juga dipakai oleh filsuf kondang lainnya seperti Immanuel Kant, G.W.F.Hegel, dan J.H.Lambert. Secara singkat filsafat ini mengemukakan 2 hal pokok penting. Pertama saat kita melihat pada pandangan pertama (first look) sebenarnya tidak seutuhnya kita melihat hakekat keseluruhan tentang sesuatu itu. Misalnya tatkala kita sedang mandi dan mengambil gayung. Kita Cuma mengambil gayung untuk dapat memuat air agar dapat menyirami tubuh kita, namun kita belum memahami seutuhnya hakekat dari gayung tersebut. Apakah bahan yang membuat gayung tersebut? Plastik, kayu, fiberglas kah? Lalu bagaimana muatan gabung tersebut? Satu liter atau 2 liter-kah? Kemudian berat gayung itu sendiri apakah Cuma seberat satu ons atau 2 ons kah? Dan banyak pertanyaan kritis lanjutan untuk dapat menelisik soal hakekat gayung tersebut. Kedua filsafat fenomenologi itu sendiri memiliki makna aspek berganda, yakni pertama melulu berkaitan dengan diluar kesadaran kita, berada di luar dari pikiran manusia, tidak berada di dalam pikiran manusia; dan kedua melulu berkaitan dengan pikiran, berada keterlekatan di dalam ruang pikiran tatkala sesuatu itu tampak di hadapan pandangan mata. Namun ketika mata memandang sesuatu acapkali terjadi bias dan mungkin kehampaan, hal yang berada antara sadar dan tidak sadar, sehingga sering juga meracuni bahkan mengacaukan jalan pikiran manusia (ratio). Akibatnya hakekat seutuhnya dari sesuatu itu tidak disadarinya, dan terjadi begitu saja karena sudah menjadi kebiasaan semata-mata. Dalam menetralisir dan mengklarifikasi agar sesuatu itu apa adanya maka dibutuhkan pendekatan reduksi. Pikiran harus mengalami proses reduksi sehingga sesuatu itu bisa timbul seutuhnya sesuai hakekatnya. Tentu benda yang diambil itu bukan mangkuk atau ember yang sama-sama bisa memuat air, namun bukan digunakan sebagai alat kelengkapan untuk mandi.

Demikian juga tatkala orang-orang melihat sosok Jokowi, justru yang kasat mata tampak baginya pemandangan aspek fisik semata-mata bahwa Jokowi itu kurus kerempeng, wajahnya kurang ganteng, perawakannya sangat kedesaan bahkan logatnya pun masih medok Jawa asli. Orang-orang tak melihat ada apa di balik sosok Jokowi, misalnya pemikirannya, pola sistematis kinerjanya, caranya berkomunikasi, pendekatannya kepada rakyatnya, bahkan ide-ide apa saja yang berada di dalam benak sosok Jokowi. Orang baru mencapai kesadaran dirinya tatkala sudah merasakan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri hasil-hasil karya kerjanya. Misalnya selama menjadi seorang pemimpin daerah, sebagai Walikota Solo, Joko Widodo mendapatkan penghargaan sebagai salah satu Walikota terbaik dunia “World Major Project 2012” oleh The City Mayors Foundation”. Menurut yayasan tersebut keberhasilan Joko Widodo karena berhasil mengubah kota Solo yang penuh tindak kriminal menjadi kota berbudaya dan berselera seni tinggi. Apa yang telah dilakukan oleh Joko Widodo rupanya di Solo? Tentu saja gebrakan dan terobosan program kerjanya sungguh-sungguh menyentuh rakyat.  Pertama terjadi revitalisasi pasar-pasar tradisional di kota Solo, seperti Pasar Gading, Pasar Kembang, Pasar Pucang Sawit, Pasar Windujenar, Pasar Panggungrejo, dan Pasar Kleco. Kedua masalah penataan sarana transportasi seperti railbus Batara Kresna, bus tingkat Werkudara, dan Sepur Kluthuk Jaladara. Ketiga penataan sarana taman seperti Taman Reptil Balekambang, Taman Sriwedari, dan Taman Sekartaji. Ketiga festifal musik dunia pada tahun 2007 berhasil diadakan di kota Solo. Keempat Jokowi mendukung sepenuhnya mobil nasional buatan tangan para siswa SMK dengan merek ESEMKA bahkan menjadikannya sebagai mobil dinas untuk Walikota Solo. Kelima adalah Walikota Solo Jokowi yang berani mengritisi atasannya Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, yang langka terjadi di dalam pemerintahan kita.

Nah, bagaimana selama Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta? Ternyata belum sampai 100 hari kerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah berhasil mendapat penghargaan. Pertama penghargaan sebagai Tokoh Publik Pilihan 2012 bersama 4 tokoh nasional lainnya seperti Drs.H.M.Yusuf Kalla, Prof.Dr.Mahfud MD, Agus Martowardojo, dan Dr.Anies Baswedan. Kedua Joko Widodo mendapat penghargaan Special Award Marketer 2012 dari Kertajaya Award, yang didirikan pakar marketing Hermawan Kertajaya pada acara Markplus Conference di Hotel Ritz-Carlton. Ketiga Joko Widodo menerima penghargaan trofi berbentuk huruf 'G', berwarna merah muda dan  ada mahkota kecil dari Majalah Gadis, sebuah majalah untuk segmen kalangan remaja. Keempat saat Pagelaran Kirab Budaya Rakyat Indonesia yang digelar Pemprov DKI Jakarta, diikuti 10.200 peserta, rupanya masuk rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), sehingga Joko Widodo sebagai Gubernur menerima penghargaan dari MURI. Selain beberapa penghargaan tersebut, tentu saja, secara fenomenal Joko Widodo sudah melakukan beberapa terobosan penting lainnya di dalam kinerjanya sebagai kepala pemerintahan daerah. Pertama melakukan revitalisasi pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Gembrong, dll. Kedua penataan dan penambahan sarana transportasi seperti penambahan armada busway, pembangunan proyek monorel, pengadaan bis wisata keliling kota DKI Jakarta. Ketiga pembenahan dan pemanfaatan air sungai Ciliwung sebagai terobosan dasyat dengan pengadaan pompa di Pluit, Proyek JEDI di Waduk Melati Jakarta, proyek sodetan sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, yang semuanya merupakan bagian dari solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta. Keempat pembenahan relokasi pemukiman untuk warga yang tinggal di DAS sudah berjalan baik. Kelima penolakan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta terhadap proyek “akal-akalan” mobil nasional yang gencar didengungkan pemerintahan pusat Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dengan alasan akan memperparah kemacetan di wilayah DKI Jakarta. Keenam peresmian dimulainya pembangunan Stadion seperti Gelora Bung Karno sebagai ganti Stadion Lebak Bulus di Jakarta Utara.

Dengan sederet keberhasilan terobosan kinerja kepemimpinan Joko Widodo baik waktu Walikota maupun saat Gubernur DKI Jakarta menambah kepercayaan diri sangat besar dan meyakinkan rakyat Indonesia, apalagi dengan penampilannya yang sangat sederhana, dan komunikasi bahasa yang merakyat, maka tak ayal lagi menjadikan Joko Widodo sebagai pemimpin politik yang fenomenal, sangat layak untuk memimpin negara Indonesia ini sebagai Presiden Republik Indonesia, untuk menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Beliau pemimpin yang unik, dan sangat berbeda dengan pemimpin yang lainnya, karena beliau tampil apa adanya, bukan tampil ada apanya.

Jumat, 30 Mei 2014

DUEL CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA

DUEL  CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



PENGANTAR

Sudah jelas bahwa hanya terdapat 2 pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden  (Cawapres) yang akan bertarung untuk merebut simpati, empati, dan suara terbanyak dari rakyat nusantara Indonesia. Mereka adalah Capres Ir.H.Joko Widodo berpasangan dengan Cawapres Drs.H.Muhammad Jusuf Kalla, dan Capres Letjen Purn.Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa. Yang pertama diusung oleh ikatan kerja sama antara partai-partai politik PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI; sedangkan yang kedua diusung oleh koalisi besar antara partai-partai politik Gerindra, PPP, PAN, PKS, Golkar, dan PBB. Hanya satu partai politik yang masih bimbang, belum menyatakan sikap politiknya, yakni partai politik Demokrat. Sebenarnya parpol Demokrat sangat ingin “dipersunting oleh ikatan kerja sama parpol-parpol yang mengusung Capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla, namun tampaknya kerja sama parpol tersebut tidak ingin menjadi terlalu gemuk sehingga mengurangi kelincahan bahkan akan menyulitkan gerakannya. Jadi membaca sinyalemen keterlibatan beberapa tokoh parpol Demokrat dan pernyataan-pernyataan dari orang-orang politisi dalam maka diduga kuat parpol Demokrat akan berlabuh pada koalisi parpol yang mengusung Capres Prabowo Subianto dan Cawapresnya Hatta Rajasa.


PETA KEKUATAN

Dari kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden yang sudah mendaftar kepada KPU bisa dilihat potensi kekuatan kedua pasangan tersebut.  Sebelum pencapresan bergema dan berhasil untuk memunculkan kedua pasangan calon, salah satu calon sudah menyerang calon lain dengan sebutan “Presiden BONEKA”. Suatu istilah sangat fatal sekali keluar dari mulut seorang kesatria, apabila yang bersangkutan sungguh-sungguh memahami pengartian dari kata kesatria. Terlepas dari statement trouble maker yang berbau kampanye hitam tersebut, ada baiknya kita menelisik peta kekuatan pada pasangan capres dan cawapres kita. Pertama adalah pasangan Capres Ir.H.Joko Widodo bersanding dengan Cawapres Drs.H.Jusuf Kalla.  Keduanya sudah cukup panjang track recordsnya sebagai birokrat, dan wirausahawan. Memang keduanya hanya didukung oleh Parpol PDI Perjuangan, Parpol Nasdem, Parpol PKB, Parpol Hanura, dan Parpol PKPI, namun posisi kunci Kalla yang mantan Ketua Umum Parpol Golkar tentu sedikit banyak masih menyisahkan kekuatannya, paling tidak banyak memiliki jaringan di dalam Parpol Golkar, sehingga dukungan Parpol Golkar rasanya tidak akan pernah bulat. Apakah fenomena dukungan Parpol Golkar ke Capres Prabowo hanya semata-mata sebagai politik dua kaki, sehingga jika salah satu menang maka Parpol Golkar akan tetap ikut di dalam arus kekuasaan dan pemerintahan, sebagaimana pernah dilakukan parpol ini pada tahun 2004 dan 2009 yang lalu? Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selain merupakan pasangan yang memiliki pengalaman di dalam pemerintahan, juga adalah pasangan yang serasi dan pas, yang saling mengisi. Keduanya adalah orang Jawa dan non-Jawa, generasi muda dan generasi senior, memiliki intensitas kinerja yang teruji sangat cepat dan tanpa keraguan. Kedua pasangan ini pun memiliki akar rumput yang sangat jelas, tampil apa adanya tanpa dibuat-buat, dan memiliki kekuatan jargon masing-masing. Tentu kita masih ingat pada pilpres lalu ketika Jusuf Kalla memakai ungkapan “Lebih cepat lebih baik”, akan melengkapi kekuatan daya kinerja Joko Widodo. Jokowi yang pernah menyandang predikat  salah satu Walikota terbaik di dunia, dan kerjanya pun konkret tidak hanya di kota Solo, namun sudah terasa juga di Ibukota DKI Jakarta, misalnya mampu menekan laju inflasi dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kota DKI Jakarta. Pengakuan ini bukan berasal dari pihaknya namun diberikan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dan diakui pula oleh Gubernur Bank Indonesia. Suatu prestasi yang sangat luar biasa dapat digapai oleh Jokowi hanya dalam tempo kurang dari 2 tahun pemerintahannya di kota DKI Jakarta.

Beberapa faktor yang dapat memberikan kontribusi konkret dan konstruktif bagi politik pencitraan Jokowi dapat dikemukakan di sini. Pertama gaya kepemimpinan apa adanya, dengan ciri khasnya “blusukan” bisa menjadi trade mark yang melengkapi kesederhanaannya yang tanpa dibuat-buat. Kepolosan dan keluguan model ndeso seperti itu justru paling dicari oleh rakyat Indonesia. Coba kita perhatikan ketika Inul Daratista yang mengaku ndeso justru menjadi kekuatan daya tariknya sebagai artis penyanyi dangdut, demikian juga artis Tukul Arwana, Budi Anduk justru memperkaya budaya popular di negeri Indonesia ini. Kemampuan Jokowi tidak hanya cukup di situ, melainkan mampu mendengar aspirasi (keluhan, permasalahan, kebutuhan) rakyatnya melalui gaya blusukan, dan gaya komunikasi politiknya yang serba ringan seperti tidak terbeban ketika menghadapi kenyataan, bisa memberi inspirasi dan keteladanan bagi rakyat Indonesia. Karena itu dapat dipahami ketika Jokowi mengatakan berulang kali bahwa bukan koalisi yang dibangun melainkan “kerja sama”, sangat memukau rakyat Indonesia, sebab rakyat Indonesia sudah terlalu lama tidak diajak membangun negeri ini dengan pola kerja sama antara rakyat dan pemerintahan Indonesia. Apakah ini bukan hanya sebatas mimpi, melainkan bisa menjadi realitas politik modern Indonesia ini, akan terlihat setelah pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli 2014 nanti?

Namun kata “kerja sama” memiliki daya pikat yang sungguh fenomenal di kancah perpolitikan nasional kita, apalagi ketika tegas sekali Jokowi dan parpolnya PDIP menyatakan “dukungan tanpa syarat” menjadi credit point paling brilian, di mana tidak berlaku adanya politik dagang sapi atau politik transaksional, sehingga ketika nanti menjabat sebagai Presiden maka dengan hak mutlak prerogatif Presiden dapat menentukan susunan kabinet yang dream team bersama Jusuf Kalla. Jargon sangat kuat ini tentu saja memberikan pembelajaran pendidikan politik yang sangat bagus sekali bagi rakyat Indonesia. Pemerintahan yang baik (Good Government) haruslah dimulai dengan ikhtiar dan etikad yang baik pula sejak dini sehingga hasilnya akan dapat memuaskan rakyat Indonesia. Dengan cara-cara demikian mendorong rakyat Indonesia untuk menggaungkan dukungan-dukungan nyata di seluruh Indonesia, tentu tanpa syarat karena dianggap sebagai suatu terobosan yang sangat baik dan untuk yang pertama kali terjadi. Mungkin Jokowi dan PDIP sudah belajar dari kesalahan Presiden SBY yang terkesan “tersandera” oleh peta kekuatan politik koalisinya yang harus didengar dan diberikan jatah satu per satu, dan jika tidak diberikan maka suara-suara sumbang pun terdengar di gedung parlemen Indonesia. Akibatnya saat ini yang terbangun justru KOALISI RAKYAT berhadapan dengan KOALISI BESAR yang dibangun Capres Prabowo Subianto. Ini tentu semakin menarik bagi rakyat Indonesia, dan memudahkan rakyat Indonesia untuk memberi penentuan pilihan terbaiknya kepada 2 pasangan Capres dan Cawapres kita.

Terakhir perlu dicerna visi misi pasangan Capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla, serta visi misi Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto bersama pasangan Cawapresnya Ir.H.Hatta Rajasa, yang dikutip dari sumber media online. "Visi dan misi Jokowi-JK terdiri dari 49 halaman, tebal. Visi-misi Prabowo-Hatta 9 halaman, lebih tipis. Setelah dibaca, isinya lebih kepada cerminan kinerja tim sukses ke KPU," tegas Ahmad Najib Burhani. Lebih lanjut Najib menjelaskan poin agama yang relatif kontras dari visi dan misi yang disampaikan tim sukses kedua pasang capres-cawapres. "Jokowi lebih menekankan Islam substantif. Mengutip terminologi yang disampaikan Buya Syafei Maarif, Islam substansif itu ibarat garam. Terasa tapi tidak kelihatan," ujar Ahmad. Sementara visi dan misi Prabowo-Hatta yang disusun oleh tim suksesnya menurut Ahmad, lebih menggunakan pendekatan Islam secara simbolik. "Masih menurut Buya Syafei, pendekatan simbolik itu ibarat gincu, ada warna tapi tidak bisa dirasakan," ujarnya. Dalam visi dan misinya soal menyejahterakan umat beragama Islam lanjut Ahmad, Prabowo-Hatta menekan kepada institusi perbankan syariah. "Sedangkan Jokowi-JK untuk menyejahterakan umat Islam pendekatannya adalah menciptakan kerukunan dan kesejahteraan di antara umat beragama," jelas Ahmad.  Lain lagi komentar ICW soal visi misi kedua pasangan Capres dan Cawapres kita. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) jauh lebih komprehensif ketimbang Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Khususnya, dalam hal penegakan hukum dan kualitas pelayanan publik. "Berkaitan dengan penegakan hukum dan kualitas layanan publik. Secara umum teman-teman sudah menyebutkan usul visi-misi Jokowi-JK lebih kompreshensif dari Prabowo-Hatta," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan di Jakarta, Senin (26/5). Menurut dia, visi misi kedua pasangan capres dan cawapres hampir sama menyangkut pencegahan dan penindakan koruspi. Keduanya menyakan akan melakukan reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan mendorong pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi-JK lebih mengedepankan independesi KPK. Sedangkan Prabowo-Hatta menitikberatkan penambahan personel penyidik dan penguatan tambahan. Termasuk para politisi yang berupaya mengurangi wewenang KPK. "Jokowi-JK menuliskan soal korupsi politik. Korupsi di mana aktornya merupakan politisi baik di parlemen atau eksekutif. Salah satunya pendanaan parpol. Jokowi-JK mengusulkan ada perubahan pendanaan partai politik karena faktor yang menyebabkan partai politik melakukan korupsi adalah besarnya ongkos politik," ujar dia. Selain itu, Jokowi-JK mengusulkan ide bahwa pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung akan didasarkan oleh kualitas dan integritas. Serta menguatkan fungsi koordinasi dan supervisi KPK, polisi dan jaksa. Terkait layanan publik, Prabowo-Hatta mengusulkan tabungan haji Indonesia. Ini ide menarik karena sejak dulu masyarakat sipil sudah sering mengusulkan hal ini. "Ini menarik karena banyak didorong civil society soal korupsi haji. Tapi teknis pelaksanaan tabungan haji ini dipertanyakan," kata dia. Data komentar ini diambil dari http://www.indopos.co.id/2014/05/visi-misi-jokowi-vs-prabowo.html  dan http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/05/26/n66gfl-icw-visimisi-jokowijk-lebih-komprehensif-dari-prabowohatta.

Bagaimana pasangan Capres Letjen.Purn. Prabowo Subianto dan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa? Sulit di sini untuk memberikan pemaparan yang terang benderang karena hanya Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa memang memiliki track record yang jelas, yang pernah duduk di kursi kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 dan jilid 2, namun sulit prestasi di bidang perekonomian dapat diklaim sebagai prestasinya karena Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono, dan Wakil Presiden Prof.Dr.Budiono tentu saja memiliki andil di dalam penataan dan pengelolaan perekonomian Republik Indonesia. Patut diapresiasikan perjuangan Letjen.Purn.Prabowo Subianto untuk bisa menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia ini dengan mendirikan partai politik Gerindra, akhirnya di tahun 2014 ini mampu untuk mengusung pendiri parpol tersebut menjadi salah satu kontestan Capres. Ini mungkin bisa diklaim sebagai suatu prestasi tersendiri, sebagaimana juga dilakukan oleh Jenderal Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono dengan parpol Demokratnya dan Jenderal Wiranto dengan parpol Hanuranya. Memang pasangan Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto, dan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa berasal dari partai politik nasional, suku Jawa dan non-Jawa, yang didukung oleh kekuatan parpol-parpol Golkar, PKS, PPP, PBB, dan Gerindra sendiri tampil sebagai “KOALISI GEMUK”, namun sarat dengan “deal-deal politik” sebagaimana sudah dilakukan oleh parpol pendahulunya, yakni Parpol Demokrat. Politik transaksional koalisi ini sendiri dimaklumatkan sendiri oleh Letjen Prabowo sesaat setelah “deal” dengan parpol Golkar, setelah deklarasinya di gedung Polonia Jakarta.

Dengan demikian kedua pasangan tersebut sama-sama mengklaim untuk memajukan bahkan menyejahterakan rakyat Indonesia, dan menebarkan janji-janji politik mereka. Namun ada hal yang menarik bahwa dari salah satu pasangan tersebut akan melakukan apa yang disebut “REVOLUSI MENTAL”. Apakah revolusi mental tersebut akan melahirkan satu generasi Indonesia hebat untuk masa mendatang, dus membebaskan bangsa ini dari penyakit kronis bernama korupsi? Mungkin untuk orang-orang yang tidak siap menghadapi ini nantinya justru akan mental dengan sendirinya, akibat revolusi mental ini.  Lalu siapakah pemenang dari duel pasangan Capres dan Cawapres kita ini nantinya? Menurut prediksi saya, nanti yang keluar sebagai pemenangnya adalah pasangan Capres Ir.H.Joko Widodo, dan Cawapresnya Drs.H.M.Jusuf Kalla, karena pasangan ini yang sangat berani, progresif, fenomenal, bersih, jujur, dan polos serta memiliki kesederhanaan  dan kerendahan hati.

Kamis, 29 Mei 2014

KAMPANYE HITAM DAN KAMBING HITAM

KAMPANYE HITAM DAN KAMBING HITAM

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi




PENGANTAR

Jelang putaran Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) banyak sekali bertaburan dan sangat marak pemakaian istilah teknis “kampanye hitam”. Istilah tersebut merupakan terjemahan langsung dari istilah kerennya “black campaign”. Apakah pengertian “black campaign” sama dengan istilah “negative campaign”? Apabila terdapat istilah “negative campaign” berarti terdapat juga istilah “positive campaign”. Lalu apakah hubungan “kampanye hitam” dengan istilah “kambing hitam”?

Tulisan saya kali ini mencoba untuk menelisik seputar pengertian yang dimaksud di atas dengan hubungan kedua idiom politik tersebut berangkat dari fakta dan data empiris belakangan ini. Tentu ini hanya tulisan untuk memberi pencerahan pengertian yang lebih baik agar audiens memahami makna kampanye, kampanye hitam, kampanye negatif, kampanye positif dan kambing hitam. Ada tulisan saya di blog ini yang mengetengahkan tentang pemahaman dasar terhadap pengertian kampanye dan propaganda sebagai suatu studi dasar ilmu politik dan sosiologi politik. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat di dalam pencerahan pemahaman terhadap beberapa istilah teknis yang berkembang akhir-akhir ini.


KAMPANYE HITAM DAN NEGATIF

Kedua istilah ini ibarat serupa namun sebenarnya tidak memiliki kesamaan pengertian di dalam perkembangan Ilmu Politik dan Sosiologi Politik. Kampanye hitam adalah deretan atau rangkaian upaya untuk mendiskreditkan dan menghancurkan citra politik lawan berdasarkan hal-hal yang sangat buruk, berdasarkan analogi, generalisasi terhadap sosok politisi yang tidak didukung oleh akurasi data dan fakta yang memadai. Misalnya keburukan fisik lantas serta merta digeneralisasikan bahwa fisik yang kurang baik sama dengan kelakuan yang kurang baik. Dengan fisik buruk maka itu perilakunya pun dianggap buruk. Franklin Roosevelt yang berjalan agak pincang ternyata tidak serta merta mempengaruhi kecakapannya memimpin USA di dalam menghadapi Perang Dunia Ke 2. Lalu Abraham Lincoln dilihat dari ekspresi wajahnya yang tampaknya sangar dan kurang ramah ternyata mampu menghilangkan perbedaan ras kulit hitam dan turunan Anglo-Saxon di USA. Untung Surapati yang berasal dari rakyat biasa mampu menjadi pemimpin yang memukau rakyatnya untuk berjuang. Dari kata “hitam” itu berarti memberikan pandangan yang kelam, buram, dan hitam kepada rivalitas yang lain sehingga sebagian rakyat dapat terpengaruh.

Kampanye negatif berbeda sedikit dengan kampanye hitam. Kampanye negatif menyerang lawan politiknya dengan memakai argumentasi data dan fakta yang akurat serta meyakinkan sehingga lawan politiknya kesulitan untuk melakukan apologi politiknya. Misalnya pada jaman rejim militer Orde Baru melulu memakai kata “bersih diri”, “bersih lingkungan” dan “stabilitas nasional” dengan tujuan negatif agar dapat meredam dan menidurkan semua lawan politiknya. Dengan sebutan “tidak bersih diri” saja maka asosiasi pikiran orang kebanyakan langsung menghubungkan ada hubungan dengan perilaku percaturan politik baik itu pernah dilakukan oleh orang tuanya maupun oleh kakek dan neneknya. Apabila kakek dan neneknya dulu pernah terlibat LEKRA atau GERWANI maka semua anak sampai kepada cucu-cucunya dipastikan akan mengalami kesulitan masa depannya. Contoh lain apabila seorang politisi dulunya pelanggar hak asasi manusia (HAM) maka fakta politik itu sungguh sulit untuk dilepaskan dari realitas kehidupannya, dan fakta itu dapat dimanfaatkan oleh lawan politiknya untuk merusak citra politiknya sehingga rakyat tidak mempercayainya. Capres Ir.H.Joko Widodo digosipkan sebagai “keturunan cina”padahal dari perawakan fisiknya serta dialeknya saja, tidak mungkin ada setetes pun “keturunan cina”. Ini bukan lagi kampanye negatif tapi merupakan kampanye hitam yang bertujuan untuk mendiskreditkan kredibilitas dan integritas Joko Widodo.

Kampanye negatif sebenarnya sah-sah saja untuk digunakan untuk menyerang lawan politik, dengan rentetan dan serangkaian argumentasi yang mematikan lawan politiknya, sehingga rakyat percaya dan tak memilihnya menjadi pemimpin bangsa negara ini. Lawan kampanye negatif adalah kampanye positif.  Kampanye positif mengembangkan pola pikir, argumentasi yang konstruktif, dengan mengambil aspek yang baik, misalnya mengambil sisi keberhasilannya saja, tidak antusias untuk mengambil aspek kegagalannya. Kampanye positif biasanya berguna untuk membangun dan mengembangkan pencitraan politik dan politik pencitraan dirinya sebagai sosok yang kompeten, yang akseptabilitas, dan berintegritas tinggi yang sulit disaingi lawan-lawan politiknya. Kampanye positif tidak dapat melahirkan otokritik dan kritik terhadap kebijakan politiknya sendiri maupun kebijakan politik dari lawan politiknya karena selalu berpikir positif. Di dalam realitas politik yang terjadi tidak pernah terjadi kampanye positif karena politik itu adalah seni merebut kekuasaan, sehingga tidaklah mungkin menang jika hanya bersikap defensif, melainkan harus bersikap ofensif.


KAMBING HITAM

Pada jaman rejim militer Orde Baru terdapat istilah idiom politik yang menarik, yakni “kambing hitam”. Istilah idiom politik “kambing hitam” adalah seseorang atau pun institusi yang dijadikan “tumbal politik”, “korban politik”  untuk membersihkan kebijakan politiknya sehingga tidak dapat dipersalahkan oleh rakyatnya. Misalnya ketika terjadi peristiwa sabtu kelabu pada tanggal 27 Juni 1996 pemerintah rejim militer Orde Baru langsung membuat diktum politik bahwa dalang terjadinya aksi brutal tersebut adalah Partai Rakyat Demokratik (PRD). PRD di situ menjadi “kambing hitam” dari politik Orde Baru agar pemerintah Orba terbersih dari “kotoran tangan”-nya sendiri yang “menggulingkan” kepemimpinan yang sah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Penguasa Soeharto tidak mungkin “mengkambinghitamkan” Megawati karena dia justru merupakan orang yang harus disingkirkan dari hadapan publisitas. Jadi “kambing hitam” adalah pihak yang dikorbankan oleh pihak lain, yang sebenarnya sama sekali tidak terkait. Pihak yang menjadi “kambing hitam” pada masa Orba tentu bernasib sangat sial seperti yang dialami oleh Sri Bintang Pamungkas, yang “dituduh” berada di balik demontrasi anti-Soeharto di Jerman. Hal sama juga dialami oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara tanpa proses hukum yang tidak jelas oleh rejim militer Orde Baru karena dituduh sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia.

Dengan demikian kampanye hitam sudah tentu akan merugikan pihak lain karena citra politiknya menjadi sangat buruk. Pendiskreditan rivalitas politik terhadap lawan politiknya tersebut tentu saja akan memposisikan lawan politiknya menjadi semacam “kambing hitam”, “korban yang tidak diuntungkan” akibat pencitraan politik lawan yang sangat buruk. Menurut saya kampanye hitam dapat diklasifikasikan sebagai proses “pengkambing-hitaman” terhadap lawan politik sehingga diharapkan rakyat tidak mungkin lagi mempercayainya. Pendiskreditan lawan politik demikian, yang membuat lawan politiknya menjadi “kambing hitam” tentu saja dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, perbuatan yang mencemarkan nama baik dari lawan politiknya, namun pembuktian hukum terhadap proses kampanye hitam tersebut bukanlah perkara mudah tetapi tentu saja bisa dibuktikan dengan penyelidikan dan penyidikan secara saksama oleh pihak berwenang.

Ditilik dari proses pendidikan politik kepada rakyat sebenarnya proses kampanye hitam sama sekali tidak dapat dibenarkan dapat memberi pencerahan pendidikan politik kepada rakyat, melainkan menjerumuskan rakyat masuk ke dalam ranah kebingungan, dan pada akhirnya rakyat pun menjadi terkotak-kotak, berada di antara pihak yang pro dan pihak yang kontra. Sebaiknya kampanye hitam digantikan dengan kampanye negatif, menyerang lawan politik dari kelemahan visi misi beserta program politiknya dengan kekuatan argumentasi data dan fakta yang akurat. Perkembangan yang terjadi menjelang Pilpres di negara Indonesia dengan maraknya kampanye hitam bahkan berani memuatnya di dalam suatu tabloid atau buletin merupakan pukulan pers terberat, mengapa berita tersebut bisa naik ke percetakan bahwa didistribusikan kepada rakyat tanpa ada pengawasan, padahal berita-berita yang dicetak begitu bisa diusut karena tentu tidak dicetak di surga, melainkan masih dicetak di wilayah hukum negara teritorial Indonesia. Namun apa boleh buat, mengutip ucapan seorang tokoh negarawan Indonesia Adam Malik, yang pernah berkata bahwa di negara ini “semua bisa diatur”.

Tulisan saya yang lain mengenai hal-hal mendasar tentang kampanye dan propaganda dapat dibaca di dalam blok ini dengan judul "KAMPANYE DAN PROPAGANDA POLITIK".

Minggu, 18 Mei 2014

TEORI POLITIK TRADISIONAL DAN MODERN


“TEORI POLITIK TRADISIONAL DAN MODERN “

Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh, MSi 



1. TEORI-TEORI POLITIK KLASIK

Teori Politik Plato
Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian:
1. Pikiran atau akal
2. Semangat/keberanian
3. Nafsu/keinginan berkuasa.
Idealisme Plato yang secara operasional meliputi: Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan etik. Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual dan rasional.

Teori Politik Aristoteles
Teori politik yang bernuansa filsafat politik meliputi:
1. Filsafat teoritis
2. Filsafat praktek
3. Filsafat produktif
Bentuk pemerintahan negara menurut Aristoteles diklasifikasi atas 2 bagian, yakni :
1. Pemerintah yang baik
2. Pemerintah yang buruk.
Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum.Oleh itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan.

Teori Politik Agustinus
Negara sekuler dianggap penyelewengan oleh para penguasa yang arif dan bijaksana sehingga kekuasaan bagaikan keangkuhan dengan berbagai kejahatan. Sedangkan negara Tuhan menghargai segala sesuatu yang baik dan mengutamakan nilai kebenaran. Perkembangan negara sekuler dalam bentuk negara modern dimana penguasa berupaya untuk menggunakan cara paksa menurut kehendak pribadi. Sedangkan perkembangan negara Tuhan didasarkan atas kasih Tuhan. Masalah politik negara sekuler yang membawa ketidakstabilan dari konflik kepentingan yang dominan, rakus kekuasaan, ketidakadilan dalam pengadilan, peperangan. Keadilan politik dalam negara Tuhan karena ditopang oleh adanya nilai kepercayaan dan keyakinan tentang: Tuhan jadi raja sbg dasar negara, penguasa sbg pelayan dan pengabdi masyarakat, Keadilan diletakkan sebagai dasar negara. Kehidupan warga negara penuh kepatuhan

Teori Politik John Locke
Teori politik John Locke yang mencakup: dalam buku TWO TREATISES ON CIVIL GOVERNMENT, John locke nyatakan beberapa hal pokok, yakni :
State of Nature juga merupakan karya teori politik John Locke, tekankan bahwa dalam state of nature terjadi:
1. Kebingungan
2. Ketidak pastian
3. Ketidak aturan
Locke juga mengemukakan hak-hak alamiah sebagai berikut:
1. hak akan hidup
2. hak atas kebebasan dan kemerdekaan
3. hak memiliki sesuatu.
Konsep perjanjian masyarakat merupakan cara untuk membentuk negara. Oleh karena itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga: 1. legislatif, 2. eksekutif dan yudikatif, 3. federatif.

Menurut Locke bentuk negara terbagi atas:
1. Monarkhi , 2. Aristokrasi , 3. Demokrasi
Tujuan negara yang dikehendaki Locke ialah untuk kebaikan umat manusia melalui kegiatan kewajiban negara memelihara dan menjamin ham.

Teori Politik Montesquiy
Teori politik Montesquieu yang mencakup: Ilmu pengetahan tentang negara, hukum dan state of nature yang diartikan dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik Trias Politika (mencakup Eksekutif, Judikatif dan Legislatif) menurut Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya CHECK AND BALANCE terhadap mekanisme pembagian kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus demokrasi liberal.


2. PERKEMBANGAN TEORI POLITIK

Teori Politik Demokrasi
Demokrasi Rakyat Komunisme
1.Demokrasi Rakyat merupakan negara dalam masa transisi, bertugas menjamin perkembangan negara ke arah sosialisme. Hal ini mengarah pada perkembangan Demokrasi rakyat.
2.Demokrasi Rakyat RRC menurut pola Mao Tse Tung mendominankan kepemimpinan politik dan pembuatan kebijakan dengan tujuan membantu seluruh rakyat agar ikut dalam modernisasi ekonomi, sosial dan politik.
3.Dalam hal pengaturan negara digunakan menagement politik diktator, yang berarti warga negara dapat diatur menurut kehendak penguasa.
4.Pelaksanaan pemerintah diupayakan jumlahnya sedikit dan mereka memiliki kekuasaan yang tidak terbatas untuk mengatur masyarakat. Oleh karena itu hak-hak azasi manusia tidak dihiraukan oleh penguasa.
5.Penguasa dalam menjalankan kekuasaan selalu mengandalkan pikiran manusia sebagai hal yang prima oleh sebab itu dalam Demokrasi Komunis tidak mempercayai adanya Tuhan.
6.Dibidang ekonomi pengaturannya disentralisasir dengan dasar milik bersama.
7.Partai politik di negara Komunis menempati posisi tertinggi dan hanya satu partai politik Komunis, tidak ada partai lain.

Teori Kedaulatan Intern dan Ektern
1.Kedaulatan intern yang memperlihatkan batas lingkup kekuasaan negara yang berbentuk fisik. Batas kedaulatan ini meliputi : 1. Kedaulatan bidang politik, 2. Kebebasan kemerdekaan, 3. Keadilan, 4. Kemakmuran atau kesejahteraan, 5. Keamanan.
2. Kedaulatan ekstern yang dominan menunjukkan pada kebebasan negara dan kekuasaan-kekuasaan negara lain yang tidak dijajah oleh negara lain. Kedaulatan ekstern ini dalam penerapan pada saat negara memutuskan untuk melakukan hubungan kerja sama dengan negara lain dalam bidang tertentu.
1. Teori kedaulatan de facto.
Teori kedaulatan ini menunjuk pada pelaksanaan kekuasaan yang nyata dalam suatu masyarakat merdeka atau telah memiliki independensi. Ada 2 de facto :
a. Kedaulatan de facto yang tidak syah
b. Kedaulatan de facto yang syah.
2. Teori kedaulatan de jure.
Dalam teori politik, kedaulatan de jure menunjuk pada pengakuan suatu wilayah atau situasi menurut hukum yang berlaku. Kedaulatan de jure lebih menekankan penggunaan aspek hukum sebagai dasar yuridis formal atas hak politik warga negara dan wilayah negara dengan penguasa negara.


3. TEORI-TEORI KEKUASAAN

1. Teori Kekuasaan Tuhan
Teori politik Tuhan dapat dipahami sebagai berikut: Kekuasaan Tuhan yang tidak rasional karena penguasa menganggap diri mendapat kekuasaan dari Tuhan dan menempatkan diri sebagai wakil Tuhan di dunia. Pada sisi lain, terdapat teori kekuasaan Tuhan Rasional yang beranggapan bahwa seorang penguasa yang dinobatkan menjadi penguasa karena kehendak Tuhan. Dalam teori kekuasaan Tuhan, keadilan dijadikan dasar negara Tuhan untuk mengatur kehidupan warga negara. Dalam kehidupan warga negara menurut teori kekuasaan Tuhan diperlukan adanya kebebasan bagi warga negara dan ada batas-batas kekuasaan dari para penguasa.

2. Teori Kekuasaan Hukum
Teori politik hukum sgt dominan mengutarakan kegiatan kekuasaan harus berdasarkan hukum, “Rule of Law”. Penguasa menjalankan kekuasaan sesuai konstitusi/UUD. Penguasa berkuasa sesuai hukum perundang-undangan. Penguasa berupaya menerapkan open management. Pers yang bebas sesuai dengan UUD dan UU Pers. Adanya kepastian hukum dalam sistem demokrasi. Pemilu yang bebas dan rahasia. Setiap warga negara diikutkan dalam mekanisme politik. Setiap warga negara sama di depan hukum. Diperlukan pengawasan masyarakat. Kelemahan teori kekuasaan hukum jika penguasa sudah menggunakan kekuasaan semena-mena maka kekuasaan hukum dapat dikontrol spt masa Orde Baru.

3. Teori Kekuasaan Negara
Teori kekuasaan negara dipahami sebagai berikut: Sifat memaksa dari kekuasaan negara. Karena setiap negara dalam bentuk negara selalu menggunakan paksa pada rakyat untuk kepentingan penguasa dan kepentingan rakyat. Sifat menopoli dari kekuasaan negara dalam bentuk menetapkan tujuan bersama. Negaralah yang menentukan hidup matinya warga negara dan pengelompokan warga negara dalam berbagai organisasi. Sifat mencakup semua dari kekuasaan negara. Aturan yang dibuat oleh pemerintah atas nama negara harus diterapkan mencakup semua warga negara tanpa kecuali. Untuk implementasi berbagai sifat negara maka kekuatan militer merupakan alat yang ampuh untuk melaksanakan kekuasaan negara.


4. TEORI-TEORI POLITIK PRA-MODERN

Jean Jacques Rousseau membuat konsepsi tentang kontrak sosial antara rakyat dan penguasa dengan mana legitimasi pihak yang kedua akan diberikan.Kontrak Sosial dapat dicabut sewaktu-waktu apabila ia dianggap melakukan penyelewengan. Gagasan dan praktik pembangkangan sipil (civil disobedience) sebagai suatu perlawanan yang sah kepada penguasa sangat dipengaruhi dari pemikiran Rousseau, yg sekarang berkembang.

John Stuart Mill mengembangkan konsepsi tentang kebebasan (liberty) yang menjadi landasan utama demokrasi liberal dan sistem demokrasi perwakilan modern (Parliamentary system). Mill menekankan pentingnya menjaga hak-hak individu dari intervensi negara/pemerintah. Gagasan pemerintahan yang kecil dan terbatas merupakan inti pemikiran Mill yang kemudian berkembang di Amerika dan Eropa Barat.

Karl Marx dan Frederik Engels merupakan pelopor pemikir radikal dan gerakan sosialis-komunis yang menghendaki hilangnya negara dan munculnya demokrasi langsung. Negara dianggap sebagai “panitia eksekutif kaum burjuis” dan alat yang dibuat untuk melakukan kontrol terhadap kaum proletar. Sejauh negara masih merupakan alat kelas burjuis, maka keberadaannya haruslah dihapuskan (withering away of the state) dan digantikan dengan suatu model pemerintahan langsung di bawah sebuah diktator proletariat.

Max Weber dan J.Schumpeter adalah dua pemikir yang menolak gagasan demokrasi langsung Marx. Weber menekankan sistem demokrasi perwakilan. Mereka berdua mengemukakan demokrasi sebagai sistem kompetisi kelompok elite dalam masyarakat, sesuai dengan proses perubahan masyarakat modern yang semakin terpilah-pilah menurut fungsi dan peran. Dengan makin berkembangnya birokrasi, IPTEK, dan sistem pembagian kerja modern, maka tidak mungkin lagi membuat suatu sistem pemerintahan yang betul-betul mampu secara langsung mengakomodasi kepentingan rakyat. Demokrasi yang efektif adalah melalui perwakilan dan dijalankan oleh mereka yang memiliki kemampuan, oleh karenanya pada hakekatnya demokrasi modern adalah kompetisi kaum elit.


5. KONSEP TEORI-TEORI POLITIK MODERN

A. Konsep Sistem Politik oleh David Easton
Sistem Politik adalah merupakan alokasi dari nilai-nilai dalam mana pengalokasian dari nilai-nilai tadi bersifat paslaan atau dengna kewenangan, dan bersifat mengikat masyarakat sebagai siatu keseluruhan
1. Menurut Easton, suatu sistem politik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:
Ciri-ciri identifikasi, yaitu dengan menggambarkan unit-unit dasar dan membuat garis batas yang memisahkan unit-unit tersebut dengan lingkunga luarnya. Unit-unit sistem politik, yaitu unsur-unsur yang mmbentuk sistem Perbatasan (garis batas). Yang termasuk sistem politik kurang lebih yang berkaitan dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat.
2. Input dan Output
Biar sistem bekerja dengan baik, dibutuhkan input-input yang mengalir secara konstan. Input akan membuat suatu sistem itu dapat berfungsi; dan dengan output kita dapat mengidentifikasi pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem itu. Apa yang terjadi di dalam suatu sistem merupakan akibat dari upaya angggota-anggota sistem yang menanggapi lingkungan yang selalu berubah-ubah.
3. Diferensiasi dalam suatu sistem.
Anggota-anggota dari suatu sistem paling tidak mengenal pembagian kerja minimal yang memberikan suatu struktur tempat berlangusungnya kegiatan-kegiatan itu.
4. Integrasi dalam suatu sistem sosial.
Sistem harus memiliki mekanisme yang bisa mengintegrasi atau memaksa anggota-anggotanya untuk bekerjasama walaupun dalam keadaan minimal sehingga mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang otoritatif.

B. Konsep Sistem Politik oleh Gabriel A. Almond
Menurut Almond, sistem politik adalah merupakan sistem interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka. Sistem itu menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Almond menggunakan pendekatan perbandingan dalam menganalisa jenis sistem politik, yang mana harus melalui tiga tahap, yaitu:
Tahap mencari informasi tentang sobjek. Ahli ilmu politik memiliki perhatian yang fokus kepada sistem politik secara keseluruhan, termasuk bagian-bagian (unit-unit), seperti badan legislatif, birokrasi, partai, dan lembaga-lembaga politik lain.
Memilah informasi yang didapat pada tahap satu berdasarkan klasifikasi tertentu. Dengan begitu dapat diketahui perbedaan suatu sistem politik yang satu dengan sistem politik yang lain. Dengan menganalisa hasil pengklasifikasian itu dapat dilihat keteraturan (regularities) dan ubungan-hubungan di antara berbagai variabel dalam masing-masing sistem politik.

Menurut Almond ada 3 konsep dalam menganalisa berbagai sistem politik, yaitu sistem, struktur, dan fungsi. Sistem dapat diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan ada suatu organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan, yang mempengaruhi maupun dipengaruhi. Sistem politik merupakan organisasi yang di dalamnya masyarakat berusaha merumuskan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan bersama. Sistem politik punya lembaga2 atau struktur2, spt parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu, shg memungkinkan sistem politik tersebut untuk merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaannya.
Ciri sistem politk menurut Gabriel A. Almond:
Semua sistem politik mempunyai struktur politik
semua struktur politik mempunyai sifat multi-fungsional, betapapun terspesialisasinya sistem itu
semua sistem politik adalah merupakan sistem campuran apabila dipandang dari pengertian kebudayaan

POLITIK PRETORIANISME


“POLITIK PRETORIANISME”

Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh, MSi



1. PENGERTIAN PRETORIANISME

pretorian à Yunani “praetorian”
adj 1: atau terkait ke Roma praetor;
"praetorial kekuasaan" [syn: (praetorian), (praetorial), (pretorial)]
2: karakteristik prajurit Praetorian perihal korupsi politik atau hal makan sogok;
"besar praetorian birokrasi yang penuh dengan ambisius ... dan sering bersifat menjilat membuat orang-orang bekerja dan membuat masalah "- Arthur M. Schlesinger Jr [syn: (praetorian)]¹. Jadi “politik pretorianisme” adalah intervensi militer ke dalam politik demokratis, mengalahkan dominasi sipil.

Praetorianism berasal dari bahasa latin Praetoriani yang berarti ’penjaga’ dan terma ini muncul sekitar tahun 275 SM pada masa Kekaisaran Roma . Pada saat itu, ’Praetorian Guard’ adalah angkatan bersenjata khusus yang tugasnya menjaga keselamatan para panglima Roma, tetapi kemudian berubah fungsi menjadi pengawal pribadi Kaisar. Pada masa kekaisaran Augustus, terdapat sembilan kelompok penjaga praetorian yang terdiri dari 1000 tentara di tiap kelompok, dan tugas mereka adalah berpatroli di sepanjang istana serta bangunan-bangunan utama di kota. Mereka mendapat bayaran yang lebih besar dari prajurit biasa, dan memiliki kapabilitas militer yang lebih baik pula. Para penjaga ini sering mendapat hadiah uang yang disebut ’Donativum’ dari para kaisar.


2. OPINI2 TENTANG PRETORIANISME

Opini ilmuwan politik Amos Perlmutter dalam bukunya The Military and Politics in Modern Times (1977), yang menggunakan pretorian dalam pengertian kondisi leadership suatu negara yang lemah memungkinkan masuknya kembali militer memegang tampuk kekuasaan. Bila pemerintahan sipil tidak efektif dan melembaga, badan eksekutif tidak dapat menguasai atau mengontrol tentara, maka keruntuhan kekuasaan eksekutif adalah suatu prasyarat bagi tampilnya pretorianisme. Dalam situasi seperti ini, tentara, berkat kekuatan aktual atau ancaman penggunaan kekuatan,dapat melaksanakan kekuatan politik otonom di dalam masyarakat.

Opini ahli politik tenar dan berpengaruh dari AS, Samuel P Huntington dalam salah satu bukunya yang terkenal, “Political Order in Changing Societies”, yang mengartikan pretorian secara lebih luas. Menurut Huntington, faktor-faktor penting yang menyebabkan golongan militer melakukan intervensi bukanlah alasan yang bersifat militer, melainkan politis, karena lemahnya struktur kelembagaan dan semrawut-nya politik yg terjadi dalam masyarakat, sehingga dalam negara pretorian bukan hanya tentara, tetapi semua kekuatan sosial melakukan politisasi. Semua jenis kekuatan sosial dan kelompok terlibat secara langsung di dalam politik umum. Politisasi semua kekuatan sosial tersebut terjadi, menurut Huntington, karena tidak terdapat lembaga politik yang efektif atau, kalaupun ada, lembaga politik itu terlalu lemah untuk mengartikulasikan kepentingan publik.

Menurut Takeshi militer menjadi Praetorian karena tidak profesional. Kesalahan dalam tesis Huntington terletak dalam rumusan konsep profesionalisme militer. Huntington mengasumsikan bahwa Keahlian (Sosial, tanggung jawab dan Corporateness) pergi bersama-sama. Dengan demikian, militer yang tidak bertanggung jawab adalah tidak profesional. Akibatnya, proposisi Huntington bahwa maksimalisasi militer profesionalisme meminimalkan kecenderungan militer untuk campur tangan secara langsung dalam politik ternyata menjadi proposisi normatif bahwa militer harus tetap politik netral dan tidak campur tangan dalam politik dalam rangka untuk menjaga profesionalisme. Tapi Takashi tidak mengatakan bahwa konsep profesionalisme itu sendiri tidak berguna.


3. BEBERAPA MODEL KONTROL SIPIL

Menurut ahli politik Eric Nordinger dlm bukunya “Soldiers in Politics”, terdapat 3 model kontrol militer terhadap masyarakat sipil. Pertama model Tradisional adalah model kontrol sipil biasa di negara monarki. Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan kerajaan sampai abad ke-18 di Eropa. Hal itu terjadi karena kaum aristokrat Eropa sbg elit sipil dan elit militer. Kedua elit ini berbeda, tp dalam kepentingan dan pandangannya hampir sama karena keduanya berasal dari golongan aristokrat. Golongan bangsawan tidak bisa memanfaatkan kedudukan militer mereka untuk menentang raja karena raja masih sangat dihormati sbg kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tindakan melawan raja melemahkan kedudukan politik, ekonomi, dan sosial mereka. Dalam model ini biasa tidak terjadi konflik antara sipil dan militer. Ketika terjadi konflik, mereka lebih memilih untuk mempertahankan statusnya sebagai sipil atau bangsawan yang memiliki previlege.

Kedua Model Liberal dengan jelas berdasarkan diferensiasi tugas dan wewenang sipil dan militer. Militer hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Selain itu, militer diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni. Seluruh kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh sipil. Model ini berupaya melakukan depolitisasi semaksimal mungkin terhadap militer. Semua hak militer yang diberikan untuk sipil bukan berarti memberikan kewenangan yang seenaknya kepada sipil untuk melakukan apapun terhadap militer. Namun sipil dituntut untuk memiliki civilian ethic;melakukan beberapa etika sipil, misal sipil harus menghormati militer, keahlian, dan otonomi, serta harus bersikap netral. Sipil tidak boleh melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi menyusupkan ide-ide politik bahkan menggunakan militer untuk kepentingan politik tertentu. Model liberal ini sebenarnya memiliki banyak kelebihan, tp segalanya bisa bermasalah ketika sipil tidak konsisten dalam setiap etika yang harus dipenuhi.

Ketiga Model Panetrasi adalah suatu model kontrol sipil yang melakukan penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk dalam partai-partai politik. Sipil dan militer adalah satu perangkat ideologi spt terjadi masa Orde Baru. Model ini hanya bisa diterapkan di suatu negara yang menerapkan sistem partai tunggal. Kontrol sipil terhadap militer dilakukan melalui dua struktur yaitu struktur militer itu sendiri dan struktur partai politik. Militer yang masuk dalam partai politik harus melepaskan semua aturan militernya dan masuk dalam aturan partai politik shg semua tunduk dalam aturan partai. Militer jadi tidak dominan peranannya. Model panetrasi ini biasanya diterapkan di negara komunis. Bila model ini diterapkan, sangat memperlihatkan supremasi sipil. Tp dalam keadaan tertentu, pelaksanaan yang kurang baik akan menimbulkan resiko tinggi,terjadi kudeta spt model liberal, dalam model panetrasi ini akan berakibat buruk ketika setiap aksi kelompok sipil mengganggu wilayah otonom militer.


4. CARA-CARA PRETORIANISME BERKUASA

Mengancam langsung pemerintah dengan kekuatan militer. Pernah dilakukan oleh Letjen T.B. Simatupang kepada Presiden Soekarno di tahun 1950-an, masa Orde Lama. Intervensi ke dalam pemerintahan dengan penguasaan otoritas pemerintah dalam bidang kebijakan militer. Membentuk partai politik untuk mengambil-alih kekuasaan pemerintahan spt dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Prabowo Subianto, dan Wiranto.


5. KLASIFIKASI TIPE PRETORIANISME

1. Tipe Moderator Praetorian

"Moderator" pretorian memakai hak veto atas keputusan pemerintah dan politik, tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Walau sipil yang memerintah, tp kekuasaan mereka tetap diawasi oleh militer. "Moderator" pretorian ini bertindak sebagai kelompok berpengaruh dan terlibat dalam politik. Dalam hubungan mereka dengan pimpinan sipil, kadangkala mereka mengancam akan melakukan kudeta. Jika perlu, mereka akan mengadakan satu kudeta pengganti dimana pemerintah dikudeta dan diganti oleh pemerintah sipil yg bisa dikuasai dan diterima militer. Misal di Argentina pernah ada masa pemerintahan presiden Frondzizi, pada tahun 1959 - 1962, dimana pihak militer bertindak sebagai "moderator"

2. Tipe Pengawal Pretorian
Pengawal pretorian menggulingkan pemerintahan sipil biasanya mereka sendiri memegang tampuk pemerintahan untuk periode 2 – 4 tahun. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe moderator pretorian yang ingin menghalangi perubahan politik dan mempertahankan peraturan politik. Sasaran mereka biasanya menguasai pemerintahan, berkuasa terhadap masyarakat sipil. Sasaran ini dapat terwujud jika sipil gagal menjalankan politik pemerintahan. Tipe pretorian ini biasanya coba meningkatkan kecakapan atau mengubah arah kebijaksanaan pemerintah sebelumnya, malah kadang cenderung melakukan perubahan sosisal ekonomi dalam ukuran yang sangat minim. Kemudian mereka mungkin melakukan pemecatan ahli politik yang sering melakukan tindak pidana korupsi dan curang dalam penyusunan struktur pemerintahan dan administrasi serta pembagian kekuasaan & fungsi ekonomi untuk kelompok sipil.

3. Tipe Pemerintah Praetorian
Pemerintah pretorian ini jarang diterima bila dibanding dengan moderator pretorian dan pengawal pretorian. Diperkirakan kasusnya tidak lebih dari 10 persen dari semua kasus campur tangan militer. Jika dibandingkan dengan moderator pretorian dan pengawal pretorian, maka penguasa pretorian bukan saja menguasai pemerintahan,tp mendominasi rejim,kadang menguasai sebagian besar kehidupan Politik, ekonomi dan sosial melalui pembentukan struktur yang bermobilisasi. Penguasa pretorian tidak pernah berjanji kepada sipil mengenai pengembalian kekuasaan dalam jangka waktu beberapa tahun, hanya mengatakan bahwa pihak sipil perlu dipulihkan. Misal pengumuman prinsip-prinsip dasar tahun 1974, masa pemerintah Jenderal Pirochet di Chili menegaskan bahwa tentara Chili akan terus berkuasa untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Tidak semua politik pretorianisme sangat buruk tapi ada juga yang berhasil. Misalnya Jenderal Kemal Ataturk di Turki, melakukan kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan kerajaan. Kemal telah membawa dan mengubah negara Turki menjadi sebuah negara maju dan modern. Dia melakukan :
1. Mengambil peran primer dalam memilih suatu sistem pemerintahan negara itu;
2. Memilih para sekutunya dari kalangan politik sipil dan abdi negara;
3. Menjadi sumber perubahan revolusioner yang melancarkan upaya mengalihkan negara pretorian menjadi non pretorian;
4. Membentuk partai politik sipil mereka sendiri; dan
5. Melembagakan tradisi bahwa militer dalam markas harus berfungsi sebagai pelindung pemerintahan sipil.
(1 Untuk Takashi Shiraishi dalam tulisan Military in Politics dalam Scapilino Robert, Seisaburo Sato and Jusuf Wanandi, eds. Asian Political Institutionalization California: University of California, 1986, mengritisi opini Samuel Huntington).
Sabtu, 17 Mei 2014

DISORGANISASI SOSIAL

DISORGANISASI SOSIAL : DIFERENSIASI,
SPESIALISASI SOSIAL  & DEVIASI SOSIAL

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi


1.Pengertian Diferensiasi Sosial
Menurut Nasikun, Bentuk struktur social di Indonesia terdiri dari :
1. Vertical  disebut stratifikasi social (struktur sosial ditandai dengan adanya  kesatuan sosial  berdasarkan perbedaan lapisan-lapisan sosial)
2. Horizontal disebut Diferensiasi Sosial (struktur sosial ditandai dengan adanya kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, dan adat.
Menurut Kamus Sosiologi, diferensiasi adalah klasifikasi atau penggolongan terhadap perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejenis.
Menurut Huky (1982) kondisi umum terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah :
 1. Perbedaan ras dan budaya.
Perbedaan ciri biologis, latar belakang etnis dan budaya mengakibatkan kelas-kelas sosial tertentu.Contoh, Sebelum PD II kaum kulit putih sebagai lapisan paling atas
2. Spesialisasi Pembagian tugas (pembagian kerja)
Spesialisasi berkaitan dengan fungsi kekuasaan dan status dalam stratifikasi sosial.
3.  Kelangkaan
Terjadi karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan terasa bila masyarakat mulai membedakan posisi, alat-alat kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama.
  • Bentuk struktur sosial dalam masyarakat dapat melihat dari beberapa sudut  di antaranya sebagai berikut :
A.  Ditinjau dari sifatnya
1. Struktur sosial kaku ( kesulitan untuk perpindahan status spt Kasta dlm Hindu )
2. Struktur sosial luwes ( individu bebas bergerak melakukan perubahan)
3. Struktur sosial formal (bentuk struktur sosial yang memerintah. spt Bupati )
4. Struktur sosial informal (struktur social yang nyata ada dan berfungsi, tidak terlegitimasi  secara hukum spt tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama.
B. Ditinjau dari identitas keanggotaan masyarakat
1. Struktur sosial homogen (ada kesamaan identitas  tiap  individu spt suku, ras
2. Struktur sosial heterogen (ragam identitas individu masyarakat )
C.  Ditinjau dari ketidaksamaan sosial
1. Keadaan geografis  (hasilkan perbedaan mata pencarian, corak dan tradisi)
2. Etnisitas (Ras atau suku bangsa memilki latar belakang nenek moyang yang berbeda, hidup terpencar di pulau-pulau yang terpisah oleh lautan menyebabkan timbul keanekaragaman budaya.
3. Kemampuan potensi diri (perbedaan potensi hasilkan perbedaan profesi, hobi, kekayaan, predikat gelar, dsb.
4. Latar belakang sosial (menghasilkan perbedaan tingkat pendidikan, peranan, prestise, dan kekuasaan).
Menurut Peter M.Blau bentuk Struktur Sosial menjadi 2 tipe, yakni :
1. Intersected (interseksi)
Jika keanggotaan dalam kelompok-kelompok sosial yang ada bersifat menyilang (interseksi). Artinya, keanggotaan dalam kelompok social tersebut memiliki latar belakang ras,suku bangsa, ataupun agama yang berbeda-beda.
2. Consolidated (konsolidasi),
Jika terjadi tumpang tindih parameter (tolak ukur) dan mengakibatkan penguatan identitas keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial. Dalam proses sosial, kelompok sosial berkembang menjadi wadah bagi individu-individu yang memiliki latar belakang ras, suku, kebiasaan, dan kepercayaan yang sama.
Interseksi terjadi bisa melalui :
a. hubungan ekonomi, melalui perdagangan dan perindustrian
b.hubungan sosial, melalui perkawinan dan pendidikan
c.hubungan politik melalui hubungan diplomatik atau hubungan antanegara
Dampak interseksi :
a. meningkatkan solidaritas
b. menimbulkan potensi konflik
Konsolidasi merupakan suatu proses penguatan atau peneguhan keanggotaan individu atau beberapa kelompok yang berbeda dalam suatu kelompok social melaluitumpang tindih anggota. Sekaligus punya arti memperkuat rasa persatuan antarkomponen atau kebudayaan masyarakat dengan mengedepankan parameter nilai kesatuan seperti nasionalisme.
Konsolidasi adalah hubungan yang menciptakan perbedaan-perbedaan social yang mencolok. Hubungan konsolidasi terjadi apabila masing-masing kelompok tidak terkait satu sama lain tetapi justru saling memperkuat perbedaan mereka, dengan menambah perbedaan dalam aspek lain sehingga perbedaan antarkelompok tersebut semakin tajam
Fungsi Struktur Sosial
Dari paparan di atas dapat dipahami bhw struktur sosial memiliki beberapa fungsi sosial di tengah masyarakat, yakni :
1. Dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial
2. Pengawas sosial        
3. Karakteristik yang khas yang dimiliki suatu masyarakat sehingga dapat memberikan warna yang berbeda dari nasyarakat lain.
2. Bentuk Diferensiasi Sosial
A.    Ciri-ciri yang Mendasari / Karakteristik Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ciri Fisik
Diferensiasi ini terjadi karena perbedaan ciri-ciri tertentu. Misalnya : warna kulit, bentuk mata, rambut, hidung, muka, dsb.
b. Ciri Sosial
Diferensiasi sosial ini muncul karena perbedaan pekerjaan yang menimbulkan cara pandang dan pola perilaku dalam masyarakat berbeda. Termasuk didalam kategori ini adalah perbedaan peranan, prestise dan kekuasaan. Contohnya : pola perilaku seorang perawat akan berbeda dengan seorang karyawan kantor.
c. Ciri Budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi atau kepercayaan, sistem kekeluargaan, keuletan dan ketangguhan (etos). Hasil dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari bahasa, kesenian, arsitektur, pakaian adat, agama, dsb.
B.  Klasifikasi  Rinci Diferensiasi secara universal terbagi dari :
1. Diferensiasi sosial berdasarkan ras
Menurut Koentjaranigrat, “ras adalah suatu golongan yang menunjukkan berbagai ciri tubuh tertentu dengan suatu frekuensi yang besar “.
Klasifikasi ras dari A.L.Koeber (1948)  menggambarkan penggolongan ras-ras terpenting  di dunia, serta hubungan antara satu dan yang lain sebagai berikut :
(1) Australoid  merupakan penduduk asli Australia
(2) Mongoloid
 a.   Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, Asia Timur)
b.   Malayan Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Taiwan)
 c.   American Mongoloid (penduduk asli Benua Amerika Utara dan Selatan dari orang-orang Eskimo di Amerika Utara sampai penduduk Terra del Fuego di Amerika Selatan).
(3) KauKasoid
 a.   Nordic (Eropa Utara sekitar Laut Baltik)
b.   Alpine (Eropa Tengah dan Timur)
c.   Mediterranean (penduduk sekitar Laut Tengah, Amerika Utara, Armenia,arab, dan Iran)
d.    Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka).
 (4) Negroid
a.   African Negroid (Benua Afrika)
b.   Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Filiphina)
c.   Maleniesian (Irian, Malanesia)
(5) Ras-Ras Khusus
a.   Bushman (di daerah Gurun Kalahari, Afrika Selatan)
b.   Veddoid (di pedalaman Sri Langka dan Sulawesi Selatan)
c.   Polynesian (di kepulauan mikronesia dan Polinesia)
d.   Ainu (di pulau Karafuto dan Hokkaido Jepang Utara)
Klasifikasi Ras Menurut Ralph Linton terdiri dari :
1.Mongoloid, dengan ciri-ciri kulit kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu badan sedikit, mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras Mongoloid dibagi menjadi dua, yaitu Mongoloid Asia dan Indian. Mongoloid Asia terdiri dari Sub Ras Tionghoa (terdiri dari Jepang,
2.Taiwan, Vietnam) dan Sub Ras Melayu. Sub Ras Melayu terdiri dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Mongoloid Indian terdiri dari orang-orang Indian di Amerika.
3. Kaukasoid, memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai coklat kehitam-hitaman, dan kelopak mata lurus. Ras ini terdiri dari Sub Ras Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid dan India.
4. Negroid, dengan ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal dan kelopak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi Sub Ras Negrito, Nilitz, Negro Rimba, Negro Oseanis dan Hotentot-Boysesman.
Beberapa faktor yang dapat membedakan ciri-ciri khas fisik  setiap RAS  adalah :
1.  Kondisi geografis dan iklim
Orang yang hidup di daerah dingin memiliki hidung panjang karena membantu memanaskan dan melembabkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Sedangkan orang di daerah tropis memiliki hidung lebar.
2.  Faktor makanan
Menimbulkan variasi sosok tubuh. Orang ynag di daerah dingin bertubuh besar sedangkan di daeah tropis cenderung bertubuh pendek dan  kecil.
3.  Faktor perkawinan (amalgamasi)
Hal ini disebabkan mobilitas masyarakat yang demikian besar. Amalmagasi bukan hanya terjadi antar ras tetapi juga antar etnis. Contoh di Indonesia orang Jawa kawin dengan orang padang. 
2. Diferensiasi sosial berdasarkan etnis
Diferensiasi sosial berdasarkan etnis atau suku bangsa dapat diteliti dari jumlah sukubangsa yg mendiami suatu tempat pada masyarakat tertentu.
Jumlah suku Bangsa di Indonesia
1. C. Van Vollen houven (316 buah)
2. Prof. Dr. Koentjaranigrat (119)
3. Diferensiasi sosial berdasarkan agama
Diferensiasi sosial berdasarkan agama terwujud dalam kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut satu agama tertentu misalnya umat Kristen, umat Islam, dst. Sebutan itu menunjukkan adanya penggolongan penduduk atau warga masyarakat berdasarkan agama yang dianut.
4. Diferensiasi sosial berdasarkan gender
Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang tersusun secara social dan cultural. Misalnya, perempuan itu secara umum dikenal lemah, lembut, cantik,emosional, atau keibuan. Sementara itu, laki-laki dianggap memiliki sifat kuat,rasional, jantan, dan perkasa. Sementara itu, banyak laki-laki yang emosional dan lembah lembut. Jadi sifat gender dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan.
5. Diferensiasi sosial berdasar Klan (disebut extended family)
Klan adalah kesatuan geneologis (kesatuan keturunan), religio magis (kesatuan kepercayaan) dan tradisi (kesatuan adat). Sifat  religio magis pada klan tercermin dalam pandangan mereka terhadap kesakralan hubungan kekeluargaan klan. Contoh, masyarakat Batak, apabila  ada peristiwa kelahiran, kematian,dll, semua anggota semarga klan ada tanggung jawab melaksanakan upacara adatnya.
6. Diferensiasi sosial berdasarkan Profesi
Penggelompokkan masyarakat yang didasarkan pada jenis pekerjaan atau profesi.Contoh profesi guru, dsb. Perbedaan profesi juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya. Contoh. perilaku tentara berbeda dengan guru dalam melaksanakan pekerjaannya
BERBAGAI PENGARUH DIFERENSIASI SOSIAL YANG TERDAPAT DALAM MASYARAKAT
  1. Primodialisme, adalah suatu paham yang menganggap bahwa kelompoknya lebih baik dibanding dengan kelompok lain.
b. Etnosentisme, adalah suatu sikap atau paham yang menganggap budaya masyarakat lebih tinggi dibanding dgn masyarakat lain, spt NAZI, WASP,dst
c. Sektarian (politik  aliran), adalah kegiatan politik praktis tiap individu akibat munculnya sentimen primodial tersebut.
7 Diferensiasi Jenis Kelamin
        Kategori masyarakat berdasarkan perbedaan seks atau jenis kelamin (perbedaan biologis). Perbedaan biologis ini dapat dilihat dari struktur organ reproduksi, bentuk tubuh, suara, dan sebagainya. Atas dasar itu, terdapat kelompok masyarakat laki-laki atau pria dan kelompok perempuan atau wanita.
8. Diferensiasai Asal Daerah
        Diferensiasi ini merupakan pengelompokan manusia berdasarkan asal daerah atau tempat tinggalnya, desa atau kota. Terbagi menjadi: 1.masy desa : kelompok orang yang tinggal di pedesaan atau berasal dari desa; 2.masy kota : kelompok orang yang tinggal di perkotaan atau berasal dari kota. Perbedaan orang desa dengan orang kota dapat ditemukan dalam hal2 berikut : 1.perilaku, 2.tutur kata, 3. cara berpakaian, 4.cara menghias rumah, dst
9. Diferensiasi Partai
        Diferensiasi partai adalah perbedaan masyarakat dalam kegiatannya mengatur kekuasaan negara, yang berupa kesatuan-kesatuan sosial, seazas, seideologi dan sealiran.
3. “Anomie” Emile Durkheim
Ide Durkheims dari anomi yang berbasis di sekitar teori bahwa "Setiap kali kebutuhan seseorang membutuhkan lebih dari apa yang dapat diberikan, atau bahkan hanya sesuatu dari jenis yang berbeda, mereka akan berada di bawah gesekan terus-menerus dan hanya berfungsi menyakitkan" Durkheim (Suicide, 1897)
Durkheim percaya bahwa masyarakat hanya mampu memberikan sarana untuk meringankan 'beban' pada anggotanya, namun ketika menyimpang sesuatu terjadi pada masyarakat itu sendiri kehilangan kemampuan ini menyebabkan anomi, (dan dalam durkheims mempelajari kenaikan tingkat bunuh diri).
4. “Deviasi” Versi Robert Merton
Merton memahami anomi sebagai 'disjungsi antara tujuan dan sarana'
Argumen Mertons tentang anomi berdasarkan bahwa orang-orang dalam masyarakat memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang sangat mirip
Sebagai contoh di amerika masyarakat Merton mengatakan bahwa tujuan umum dari seseorang untuk menjadi kaya
"Ini adalah kombinasi dari penekanan budaya dan struktur sosial yang menghasilkan tekanan kuat untuk penyimpangan“ (Merton, 1968)
Merton percaya bahwa tekanan dan stressing (ketegangan) memakai orang dalam masyarakat dapat menyebabkan mereka ke dalam penyimpangan, dengan hasil akhir dari sosial anomi.
5. Pembatasan “ Deviasi “
1. Menurut James Vander Zenden, penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
2. Menurut Bruce J. Cohen, perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
3. Menurut Paul B. Horton, penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
 4. Menurut Lewis Coser, perilaku menyimpang ialah salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
6. Proses Pembentukan Deviasi
A. Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, kriminolog dari Italia, dalam bukunya  Crime, Its Causes and Remedies (1918) memaparkan bhw perilaku menyimpang yang terkait dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.
William Sheldon, kriminolog Inggris dalam bukunya  Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu  endomorph,  mesomorph, dan  ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
1)  Endomorph  (Bulat dan Serba Lembek)
 Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.
 2)  Mesomorph  (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3)  Ectomorph  (Kurus dan Terlihat Kelemahan Daya)
 Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.
B. Faktor Psikologis
Para ahli sosiologi cenderung menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
C. Faktor Sosiologis
Banyak teori sosiologi yang menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Ada ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan faktor2 penyebabnya:
1) Penyimpangan sbg Hasil Sosialisasi Tidak Sempurna
Menurut teori sosialisasi, bila sosialisasi tidak sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami sehingga timbul tindakan seseorang tanpa peduli risiko.
2) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang
 Shaw dan  Mc. Kay mengatakan, daerah2 tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerah2 demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu.
3) Proses Belajar yang Menyimpang
Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang.
4) Ikatan Sosial yang Berlainan
Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok berbeda. Hubungan dengan kelompok2 itu cenderung menempatkan dirinya dengan kelompok yang paling dihargai. Dalam hubungan itu, individu itu memperoleh pola2 sikap dan perilaku kelompoknya. Bila pergaulan itu memiliki pola2 sikap dan perilaku menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang.
7. Teori Penyimpangan Sosial
Sejumlah teori penyimpangan sosial dapat dikemukakan di bawah ini, yakni teori differential association yang digagas Sutherland, teori labeling oleh Edwin M. Lemert, teori anomie dari Emile Durkheim, teori Konflik oleh Karl Marx, dan teori Tipologi Adaptasi oleh Robert K. Merton. Kita bahas  satu per satu
1. Teori Differential Association. Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang dipelajari melalui proses cultural transmission (alih budaya).
2. Teori Labeling/Reaksi Sosial. Teori ini menyatakn bahwa individu atau kelompok menjadi menyimpang karena adanya label atau cap atau stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka.
3. Teori Anomie. Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan merupakan akibat timbulnya ketegangan-ketegangan dalam usaha meraih posisi yg diharapkan masyarakat.
4. Teori Sosialisasi. Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena ketidakmampuan warga masyarakat dalam menghayati nilai-nilai dan norma dominan yang telah disepakati oleh komunitas tertentu (Delinquency-area; padat, miskin, kumuh ).
5. Teori Pengendalian. Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang dipengaruhi oleh dua faktor, Inside control berupa norma-norma yang dihayati, dan outside control berupa Reward terhadap konformitas and punishment terhadap deviance.
6. Teori Konflik
 Teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.
7. Teori Tipologi Adaptasi
Teori ini menjelaskan penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.
Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan perilaku menyimpang).
1. Konformitas (  conformity  ) , merupakan cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya bagus.
2. Inovasi (  inovation  ), terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), Arif tidak mengikuti ujian, melainkan melalui calo
3.  Ritualisme (  ritualism  ), terjadi apabila seseorang menerima cara-cara yang diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan. Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan ijazah itu agar diterima kerja di perusahaan asing.
4. Pengasingan diri (  retreatism  ), timbul apabila seseorang menolak tujuan-tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya tindakan siswa yang membakar gedung sekolahnya karena tidak lulus Ujian Akhir Nasional.
5. Pemberontakan (  rebellion  ), terjadi apabila seseorang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
8. Ragam Penyimpangan Sosial
a. Penyimpangan Individual ( Individual Deviation)
 Penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya mempunyai kelainan atau mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya.
Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannya dibedakan atas pembandel, pembangkang, perusuh atau penjahat, dan munafik.
1)  Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
2)  Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
 3) Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat di jalan raya.
4) Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan lain-lain.
 5) Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.
b. Penyimpangan Kelompok (  Group Deviation  )
Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya, namun bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan ini terjadi dalam subkebudayaan menyimpang yang umumnya telah memiliki norma, nilai, sikap, dan tradisi sendiri, sehingga cenderung untuk menolak norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang lebih luas.
c. Penyimpangan Campuran (Mixture of Both Deviation)
 Sebagian remaja yang putus sekolah (penyimpangan individual) dan pengangguran yang frustasi (penyimpangan individual), biasanya merasa tersisih dari pergaulan dan kehidupan masyarakat. Mereka sering berpikir seperti anak orang berkecukupan, yang akhirnya menempuh jalan pintas untuk hidup enak, dgn  membuat “gang” spt marak saat ini. Kelompok ini terorganisasi dan memiliki pimpinan yg jd idola-nya
d. Penyimpangan Primer (  Primary Deviation  )
Penyimpangan ini dilakukan seseorang hanya bersifat temporer atau sementara dan tidak berulang. Individu yang melakukan penyimpangan ini masih dapat diterima oleh masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh pola perilaku menyimpang tersebut dan di lain kesempatan tidak akan melakukannya lagi.
e. Penyimpangan Sekunder (  Secondary Deviation  )
Penyimpangan ini dilakukan oleh seseorang secara terus-menerus, sehingga akibatnya pun cukup parah serta mengganggu orang lain. Akibatnya masyarakat tidak dapat menerima dan tidak menghendaki individu semacam itu hidup bersama dalam masyarakat mereka.
Light, Keller, dan  Callhoun dalam bukunya yang berjudul  Sociology (1989) membedakan kejahatan menjadi empat tipe, yaitu:
1)  White Collar Crime  (Kejahatan Kerah Putih)
        Kejahatan yang dilakukan orang yang terpandang atau berstatus tinggi dalam hal pekerjaannya. Contoh : Koruptor, Pengemplang pajak, dst
2)  Crime Without Victim  (Kejahatan Tanpa Korban)
        Kejahatan tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak pidana yang dilakukan. Contoh : penjudi, pemabuk, pemerkosa
3)  Organized Crime  (Kejahatan Terorganisir)
        Kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan berlanjut dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan jalan menghindari hukum. Contoh : muncikari/germo, penadah barang curian, perdagangan perempuan/anak/bayi keluar negeri
 4)  Corporate Crime  (Kejahatan Korporasi)
        Kejahatan ini dilakukan organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Contoh : pedagang2 opium membentuk kartel/usaha
Selanjutnya Light, Keller, dan Callhoun membagi tipe kejahatan korporasi ini menjadi empat, yaitu kejahatan terhadap konsumen, kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan terhadap karyawan.
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan oleh masyarakat. Adapun beberapa jenis perilaku ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Perzinaan, yaitu hubungan seksual di luar nikah.
2)  Homoseksual, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan sesama jenis. Homoseksual dibedakan atas lesbian dan homoseks. Lesbian adalah hubungan seksual dengan sesama wanita, sedangkan homoseks hubungan seksual dengan sesama pria.
3)  Kumpul kebo (Semenleven), yaitu hidup bersama seperti suami istri, namun tanpa ada ikatan pernikahan.
4)  Sadomasochist , yaitu pemuasan nafsu seksual dengan melakukan penyiksaan terhadap pasangannya. 
5)  Paedophilia , yaitu memuaskan keinginan seksual yang dilampiaskan kepada anak kecil.
6) Sodomi, yaitu hubungan seksual yang dilakukan melalui anus atau dubur; sering disebut “analsex”.
 7)  Gerontophilia , yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan orang-orang lanjut usia.
Menurut  Dr. Graham Baliane (Kartini Kartono, 1992) kaum muda atau remaja lebih mudah terjerumus pada penggunaan narkotika karena faktor-faktor sebagai berikut.
 1) Ingin membuktikan keberaniannya dalam melakukan tindakan berbahaya.
2) Ingin menunjukkan tindakan menentang terhadap orang tua yang otoriter.
3) Ingin melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman emosional.
4) Ingin mencari dan menemukan arti hidup.
5) Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan.
6) Ingin menghilangkan kegelisahan.
7) Solidaritas di antara kawan. 
8)  Ingin tahu.
Di masyarakat, kita bisa menemukan berbagai gaya hidup yang antara orang yang satu dengan orang yang lain mungkin terdapat perbedaan-perbedaan. Gaya hidup setiap orang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, pendapatan, kemampuan pribadi, dan lain-lain. Gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan suatu penyimpangan dalam masyarakat. Ada dua bentuk penyimpangan dalam gaya hidup, yaitu sikap arogan dan sikap eksentrik.
 1) Sikap arogansi adalah kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Atau bisa saja sikap itu dilakukan untuk menutupi kekurangannya.
 2) Sikap eksentrik adalah perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh. Misalnya anak lakilaki memakai anting-anting, berambut panjang.
Menurut  Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Penyimpangan Harus Dapat Didefinisikan
b. Penyimpangan Bisa Diterima Bisa juga Ditolak
c. Penyimpangan Relatif dan Mutlak
d. Penyimpangan terhadap Budaya Nyata ataukah Budaya Ideal
e. Terdapat Norma-Norma Penghindaran dalam Penyimpangan
f. Penyimpangan Sosial Bersifat Adaptif (Menyesuaikan)