FENOMENA POLITIK JOKO
WIDODO
Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi
Kehadiran sosok Ir.H.Joko Widodo di dalam kancah percaturan
politik nasional Indonesia sungguh mengundang rasa penasaran, rasa ingin
partipasi politik walau hanya pada perhelatan Pemilukada dan Pilpres di negara
Republik Indonesia ini. Tampaknya ada daya pesona dan daya magis pada diri
seorang bernama Joko Widodo tersebut, yang membuat rakyat rasanya ingin
bersuara lantang untuk memberikan kontribusi dukungan, yang mampu mendorong
rakyat untuk melakukan terobosan dan perubahan. Sesuatu itu bukan semacam
keprihatinan melainkan semacam empati dan simpati yang sangat mendalam yang
membuat rakyat ingin berkata,”apa yang bisa kami bantu saudara Jokowi?” Penasaran hati rakyat semakin mendalam
sehingga berubah menjadi rasa kekaguman tatkala sosok Jokowi mampu menunjukkan
dirinya di dalam terobosan kinerja yang luar biasa prestisius, dan memukau,
tidak hanya kepada rakyat Indonesia namun juga kepada dunia.
Tentu sangat berbeda halnya tatkala kehadiran sosok
Ir.Soekarno, dengan gaya bahasanya yang meledak-ledak, dan keberanian yang luar
biasa menghadapi kekuatan-kekuatan dunia, namun masih sanggup beliau bermain di
antara kekuatan-kekuatan dunia antara blok Barat dan blok Timur, antara
kelompok borjuis dan proletar, antara negara-negara maju dan negara-negara
berkembang, dst. Tapi hampir semua pemimpin bangsa Indonesia berangkat dan
dibesarkan di desa, dengan pola didikan antara kota dan desa sehingga identitas
dirinya sebagai “wong ndeso” (orang desa) tidak serta merta raib ditelan bumi,
melainkan melebur dan melekat di dalam integrasi kedirian serta kepribadiannya.
Misalnya Jenderal Purn.Soeharto mengakui bahwa dirinya adalah orang desa. Banyak
pemimpin dunia yang berkepribadian mirip seperti ini, misalnya Dr.Sun Yat Sen
di negeri bambu Cina, Mikhail Gorbachev yang tenar dengan program Perestroika
(restrukturisasi) dan Glasnost (keterbukaan), atau
Presiden USA sekarang Barrack Obama yang tenar dengan jargonnya “Change
we can” yang mirip dengan jargon tenar di Amerika Serikat “In
God we trust”. Masing-masing mereka memiliki gaya penampilan, dan
kekuatan karakter tersendiri, yang khas dan unik.
Fenomena berangkat dari kata Yunani “phenomenon” yang seakar
kata dengan “phantom”, dan “fantasy” yang memiliki arti “make visible”, “membuat
terlihat atau tampak kasat mata”. Kata ini lazim diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia sepadan dengan kata “gejala”. Di dalam ilmu filsafat fenomenologi
atau psikologi fenomenologi sangat penting fenomena yang terjadi di dalam ruang
pengalaman empirisme dan kenyataan sehari-hari (realitas sosial). Adalah filsuf
Edmund Husserl yang menggunakan “fenomenologi” sebagai suatu metodologi
pemikiran filsafatnya. Pemikiran filsafat fenomenologi Husserl berbeda dengan
pengartiannya sebagaimana kata ini juga dipakai oleh filsuf kondang lainnya
seperti Immanuel Kant, G.W.F.Hegel, dan J.H.Lambert. Secara singkat filsafat
ini mengemukakan 2 hal pokok penting. Pertama saat kita melihat pada pandangan
pertama (first look) sebenarnya tidak seutuhnya kita melihat hakekat
keseluruhan tentang sesuatu itu. Misalnya tatkala kita sedang mandi dan mengambil
gayung. Kita Cuma mengambil gayung untuk dapat memuat air agar dapat menyirami
tubuh kita, namun kita belum memahami seutuhnya hakekat dari gayung tersebut. Apakah
bahan yang membuat gayung tersebut? Plastik, kayu, fiberglas kah? Lalu bagaimana
muatan gabung tersebut? Satu liter atau 2 liter-kah? Kemudian berat gayung itu
sendiri apakah Cuma seberat satu ons atau 2 ons kah? Dan banyak pertanyaan
kritis lanjutan untuk dapat menelisik soal hakekat gayung tersebut. Kedua filsafat
fenomenologi itu sendiri memiliki makna aspek berganda, yakni pertama melulu
berkaitan dengan diluar kesadaran kita, berada di luar dari pikiran manusia,
tidak berada di dalam pikiran manusia; dan kedua melulu berkaitan dengan pikiran,
berada keterlekatan di dalam ruang pikiran tatkala sesuatu itu tampak di
hadapan pandangan mata. Namun ketika mata memandang sesuatu acapkali terjadi
bias dan mungkin kehampaan, hal yang berada antara sadar dan tidak sadar,
sehingga sering juga meracuni bahkan mengacaukan jalan pikiran manusia (ratio).
Akibatnya hakekat seutuhnya dari sesuatu itu tidak disadarinya, dan terjadi
begitu saja karena sudah menjadi kebiasaan semata-mata. Dalam menetralisir dan
mengklarifikasi agar sesuatu itu apa adanya maka dibutuhkan pendekatan reduksi.
Pikiran harus mengalami proses reduksi sehingga sesuatu itu bisa timbul
seutuhnya sesuai hakekatnya. Tentu benda yang diambil itu bukan mangkuk atau
ember yang sama-sama bisa memuat air, namun bukan digunakan sebagai alat kelengkapan
untuk mandi.
Demikian juga tatkala orang-orang melihat sosok Jokowi,
justru yang kasat mata tampak baginya pemandangan aspek fisik semata-mata bahwa
Jokowi itu kurus kerempeng, wajahnya kurang ganteng, perawakannya sangat
kedesaan bahkan logatnya pun masih medok Jawa asli. Orang-orang tak melihat ada
apa di balik sosok Jokowi, misalnya pemikirannya, pola sistematis kinerjanya,
caranya berkomunikasi, pendekatannya kepada rakyatnya, bahkan ide-ide apa saja
yang berada di dalam benak sosok Jokowi. Orang baru mencapai kesadaran dirinya
tatkala sudah merasakan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri hasil-hasil
karya kerjanya. Misalnya selama menjadi seorang pemimpin daerah, sebagai
Walikota Solo, Joko Widodo mendapatkan penghargaan sebagai salah satu Walikota
terbaik dunia “World Major Project 2012” oleh The City Mayors Foundation”.
Menurut yayasan tersebut keberhasilan Joko Widodo karena berhasil mengubah kota
Solo yang penuh tindak kriminal menjadi kota berbudaya dan berselera seni
tinggi. Apa yang telah dilakukan oleh Joko Widodo rupanya di Solo? Tentu saja
gebrakan dan terobosan program kerjanya sungguh-sungguh menyentuh rakyat. Pertama terjadi revitalisasi pasar-pasar
tradisional di kota Solo, seperti Pasar Gading, Pasar Kembang, Pasar Pucang
Sawit, Pasar Windujenar, Pasar Panggungrejo, dan Pasar Kleco. Kedua masalah
penataan sarana transportasi seperti railbus Batara Kresna, bus tingkat
Werkudara, dan Sepur Kluthuk Jaladara. Ketiga penataan sarana taman seperti
Taman Reptil Balekambang, Taman Sriwedari, dan Taman Sekartaji. Ketiga festifal
musik dunia pada tahun 2007 berhasil diadakan di kota Solo. Keempat Jokowi
mendukung sepenuhnya mobil nasional buatan tangan para siswa SMK dengan merek
ESEMKA bahkan menjadikannya sebagai mobil dinas untuk Walikota Solo. Kelima
adalah Walikota Solo Jokowi yang berani mengritisi atasannya Gubernur Jawa
Tengah Bibit Waluyo, yang langka terjadi di dalam pemerintahan kita.
Nah, bagaimana selama Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta? Ternyata belum sampai 100 hari kerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta
Joko Widodo sudah berhasil mendapat penghargaan. Pertama penghargaan sebagai
Tokoh Publik Pilihan 2012 bersama 4 tokoh nasional lainnya seperti
Drs.H.M.Yusuf Kalla, Prof.Dr.Mahfud MD, Agus Martowardojo, dan Dr.Anies
Baswedan. Kedua Joko Widodo mendapat penghargaan Special Award Marketer 2012
dari Kertajaya Award, yang didirikan pakar marketing Hermawan Kertajaya pada
acara Markplus Conference di Hotel Ritz-Carlton. Ketiga Joko Widodo menerima
penghargaan trofi berbentuk huruf 'G', berwarna merah muda dan ada mahkota kecil dari Majalah Gadis, sebuah
majalah untuk segmen kalangan remaja. Keempat saat Pagelaran Kirab Budaya
Rakyat Indonesia yang digelar Pemprov DKI Jakarta, diikuti 10.200 peserta,
rupanya masuk rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), sehingga Joko Widodo sebagai
Gubernur menerima penghargaan dari MURI. Selain beberapa penghargaan tersebut,
tentu saja, secara fenomenal Joko Widodo sudah melakukan beberapa terobosan
penting lainnya di dalam kinerjanya sebagai kepala pemerintahan daerah. Pertama
melakukan revitalisasi pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar
Gembrong, dll. Kedua penataan dan penambahan sarana transportasi seperti penambahan
armada busway, pembangunan proyek monorel, pengadaan bis wisata keliling kota
DKI Jakarta. Ketiga pembenahan dan pemanfaatan air sungai Ciliwung sebagai
terobosan dasyat dengan pengadaan pompa di Pluit, Proyek JEDI di Waduk Melati
Jakarta, proyek sodetan sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, yang semuanya
merupakan bagian dari solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta. Keempat
pembenahan relokasi pemukiman untuk warga yang tinggal di DAS sudah berjalan
baik. Kelima penolakan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta terhadap proyek
“akal-akalan” mobil nasional yang gencar didengungkan pemerintahan pusat
Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dengan alasan akan memperparah kemacetan di
wilayah DKI Jakarta. Keenam peresmian dimulainya pembangunan Stadion seperti
Gelora Bung Karno sebagai ganti Stadion Lebak Bulus di Jakarta Utara.
Dengan sederet keberhasilan terobosan kinerja kepemimpinan
Joko Widodo baik waktu Walikota maupun saat Gubernur DKI Jakarta menambah
kepercayaan diri sangat besar dan meyakinkan rakyat Indonesia, apalagi dengan
penampilannya yang sangat sederhana, dan komunikasi bahasa yang merakyat, maka
tak ayal lagi menjadikan Joko Widodo sebagai pemimpin politik yang fenomenal,
sangat layak untuk memimpin negara Indonesia ini sebagai Presiden Republik
Indonesia, untuk menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Beliau pemimpin yang unik, dan sangat berbeda dengan pemimpin yang lainnya, karena beliau tampil apa adanya, bukan tampil ada apanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar