Sabtu, 31 Mei 2014

FENOMENA POLITIK JOKO WIDODO


FENOMENA POLITIK JOKO WIDODO

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



Kehadiran sosok Ir.H.Joko Widodo di dalam kancah percaturan politik nasional Indonesia sungguh mengundang rasa penasaran, rasa ingin partipasi politik walau hanya pada perhelatan Pemilukada dan Pilpres di negara Republik Indonesia ini. Tampaknya ada daya pesona dan daya magis pada diri seorang bernama Joko Widodo tersebut, yang membuat rakyat rasanya ingin bersuara lantang untuk memberikan kontribusi dukungan, yang mampu mendorong rakyat untuk melakukan terobosan dan perubahan. Sesuatu itu bukan semacam keprihatinan melainkan semacam empati dan simpati yang sangat mendalam yang membuat rakyat ingin berkata,”apa yang bisa kami bantu saudara Jokowi?”  Penasaran hati rakyat semakin mendalam sehingga berubah menjadi rasa kekaguman tatkala sosok Jokowi mampu menunjukkan dirinya di dalam terobosan kinerja yang luar biasa prestisius, dan memukau, tidak hanya kepada rakyat Indonesia namun juga kepada dunia.

Tentu sangat berbeda halnya tatkala kehadiran sosok Ir.Soekarno, dengan gaya bahasanya yang meledak-ledak, dan keberanian yang luar biasa menghadapi kekuatan-kekuatan dunia, namun masih sanggup beliau bermain di antara kekuatan-kekuatan dunia antara blok Barat dan blok Timur, antara kelompok borjuis dan proletar, antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, dst. Tapi hampir semua pemimpin bangsa Indonesia berangkat dan dibesarkan di desa, dengan pola didikan antara kota dan desa sehingga identitas dirinya sebagai “wong ndeso” (orang desa) tidak serta merta raib ditelan bumi, melainkan melebur dan melekat di dalam integrasi kedirian serta kepribadiannya. Misalnya Jenderal Purn.Soeharto mengakui bahwa dirinya adalah orang desa. Banyak pemimpin dunia yang berkepribadian mirip seperti ini, misalnya Dr.Sun Yat Sen di negeri bambu Cina, Mikhail Gorbachev yang tenar dengan program Perestroika (restrukturisasi) dan Glasnost (keterbukaan), atau Presiden USA sekarang Barrack Obama yang tenar dengan jargonnya “Change we can” yang mirip dengan jargon tenar di Amerika Serikat “In God we trust”. Masing-masing mereka memiliki gaya penampilan, dan kekuatan karakter tersendiri, yang khas dan unik.

Fenomena berangkat dari kata Yunani “phenomenon” yang seakar kata dengan “phantom”, dan “fantasy” yang memiliki arti “make visible”, “membuat terlihat atau tampak kasat mata”. Kata ini lazim diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata “gejala”. Di dalam ilmu filsafat fenomenologi atau psikologi fenomenologi sangat penting fenomena yang terjadi di dalam ruang pengalaman empirisme dan kenyataan sehari-hari (realitas sosial). Adalah filsuf Edmund Husserl yang menggunakan “fenomenologi” sebagai suatu metodologi pemikiran filsafatnya. Pemikiran filsafat fenomenologi Husserl berbeda dengan pengartiannya sebagaimana kata ini juga dipakai oleh filsuf kondang lainnya seperti Immanuel Kant, G.W.F.Hegel, dan J.H.Lambert. Secara singkat filsafat ini mengemukakan 2 hal pokok penting. Pertama saat kita melihat pada pandangan pertama (first look) sebenarnya tidak seutuhnya kita melihat hakekat keseluruhan tentang sesuatu itu. Misalnya tatkala kita sedang mandi dan mengambil gayung. Kita Cuma mengambil gayung untuk dapat memuat air agar dapat menyirami tubuh kita, namun kita belum memahami seutuhnya hakekat dari gayung tersebut. Apakah bahan yang membuat gayung tersebut? Plastik, kayu, fiberglas kah? Lalu bagaimana muatan gabung tersebut? Satu liter atau 2 liter-kah? Kemudian berat gayung itu sendiri apakah Cuma seberat satu ons atau 2 ons kah? Dan banyak pertanyaan kritis lanjutan untuk dapat menelisik soal hakekat gayung tersebut. Kedua filsafat fenomenologi itu sendiri memiliki makna aspek berganda, yakni pertama melulu berkaitan dengan diluar kesadaran kita, berada di luar dari pikiran manusia, tidak berada di dalam pikiran manusia; dan kedua melulu berkaitan dengan pikiran, berada keterlekatan di dalam ruang pikiran tatkala sesuatu itu tampak di hadapan pandangan mata. Namun ketika mata memandang sesuatu acapkali terjadi bias dan mungkin kehampaan, hal yang berada antara sadar dan tidak sadar, sehingga sering juga meracuni bahkan mengacaukan jalan pikiran manusia (ratio). Akibatnya hakekat seutuhnya dari sesuatu itu tidak disadarinya, dan terjadi begitu saja karena sudah menjadi kebiasaan semata-mata. Dalam menetralisir dan mengklarifikasi agar sesuatu itu apa adanya maka dibutuhkan pendekatan reduksi. Pikiran harus mengalami proses reduksi sehingga sesuatu itu bisa timbul seutuhnya sesuai hakekatnya. Tentu benda yang diambil itu bukan mangkuk atau ember yang sama-sama bisa memuat air, namun bukan digunakan sebagai alat kelengkapan untuk mandi.

Demikian juga tatkala orang-orang melihat sosok Jokowi, justru yang kasat mata tampak baginya pemandangan aspek fisik semata-mata bahwa Jokowi itu kurus kerempeng, wajahnya kurang ganteng, perawakannya sangat kedesaan bahkan logatnya pun masih medok Jawa asli. Orang-orang tak melihat ada apa di balik sosok Jokowi, misalnya pemikirannya, pola sistematis kinerjanya, caranya berkomunikasi, pendekatannya kepada rakyatnya, bahkan ide-ide apa saja yang berada di dalam benak sosok Jokowi. Orang baru mencapai kesadaran dirinya tatkala sudah merasakan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri hasil-hasil karya kerjanya. Misalnya selama menjadi seorang pemimpin daerah, sebagai Walikota Solo, Joko Widodo mendapatkan penghargaan sebagai salah satu Walikota terbaik dunia “World Major Project 2012” oleh The City Mayors Foundation”. Menurut yayasan tersebut keberhasilan Joko Widodo karena berhasil mengubah kota Solo yang penuh tindak kriminal menjadi kota berbudaya dan berselera seni tinggi. Apa yang telah dilakukan oleh Joko Widodo rupanya di Solo? Tentu saja gebrakan dan terobosan program kerjanya sungguh-sungguh menyentuh rakyat.  Pertama terjadi revitalisasi pasar-pasar tradisional di kota Solo, seperti Pasar Gading, Pasar Kembang, Pasar Pucang Sawit, Pasar Windujenar, Pasar Panggungrejo, dan Pasar Kleco. Kedua masalah penataan sarana transportasi seperti railbus Batara Kresna, bus tingkat Werkudara, dan Sepur Kluthuk Jaladara. Ketiga penataan sarana taman seperti Taman Reptil Balekambang, Taman Sriwedari, dan Taman Sekartaji. Ketiga festifal musik dunia pada tahun 2007 berhasil diadakan di kota Solo. Keempat Jokowi mendukung sepenuhnya mobil nasional buatan tangan para siswa SMK dengan merek ESEMKA bahkan menjadikannya sebagai mobil dinas untuk Walikota Solo. Kelima adalah Walikota Solo Jokowi yang berani mengritisi atasannya Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, yang langka terjadi di dalam pemerintahan kita.

Nah, bagaimana selama Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta? Ternyata belum sampai 100 hari kerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah berhasil mendapat penghargaan. Pertama penghargaan sebagai Tokoh Publik Pilihan 2012 bersama 4 tokoh nasional lainnya seperti Drs.H.M.Yusuf Kalla, Prof.Dr.Mahfud MD, Agus Martowardojo, dan Dr.Anies Baswedan. Kedua Joko Widodo mendapat penghargaan Special Award Marketer 2012 dari Kertajaya Award, yang didirikan pakar marketing Hermawan Kertajaya pada acara Markplus Conference di Hotel Ritz-Carlton. Ketiga Joko Widodo menerima penghargaan trofi berbentuk huruf 'G', berwarna merah muda dan  ada mahkota kecil dari Majalah Gadis, sebuah majalah untuk segmen kalangan remaja. Keempat saat Pagelaran Kirab Budaya Rakyat Indonesia yang digelar Pemprov DKI Jakarta, diikuti 10.200 peserta, rupanya masuk rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), sehingga Joko Widodo sebagai Gubernur menerima penghargaan dari MURI. Selain beberapa penghargaan tersebut, tentu saja, secara fenomenal Joko Widodo sudah melakukan beberapa terobosan penting lainnya di dalam kinerjanya sebagai kepala pemerintahan daerah. Pertama melakukan revitalisasi pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Gembrong, dll. Kedua penataan dan penambahan sarana transportasi seperti penambahan armada busway, pembangunan proyek monorel, pengadaan bis wisata keliling kota DKI Jakarta. Ketiga pembenahan dan pemanfaatan air sungai Ciliwung sebagai terobosan dasyat dengan pengadaan pompa di Pluit, Proyek JEDI di Waduk Melati Jakarta, proyek sodetan sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, yang semuanya merupakan bagian dari solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta. Keempat pembenahan relokasi pemukiman untuk warga yang tinggal di DAS sudah berjalan baik. Kelima penolakan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta terhadap proyek “akal-akalan” mobil nasional yang gencar didengungkan pemerintahan pusat Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dengan alasan akan memperparah kemacetan di wilayah DKI Jakarta. Keenam peresmian dimulainya pembangunan Stadion seperti Gelora Bung Karno sebagai ganti Stadion Lebak Bulus di Jakarta Utara.

Dengan sederet keberhasilan terobosan kinerja kepemimpinan Joko Widodo baik waktu Walikota maupun saat Gubernur DKI Jakarta menambah kepercayaan diri sangat besar dan meyakinkan rakyat Indonesia, apalagi dengan penampilannya yang sangat sederhana, dan komunikasi bahasa yang merakyat, maka tak ayal lagi menjadikan Joko Widodo sebagai pemimpin politik yang fenomenal, sangat layak untuk memimpin negara Indonesia ini sebagai Presiden Republik Indonesia, untuk menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Beliau pemimpin yang unik, dan sangat berbeda dengan pemimpin yang lainnya, karena beliau tampil apa adanya, bukan tampil ada apanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar