PERSPEKTIF
ETIKA KRISTEN TENTANG
ABORSI, KLONING, DAN EUTANASIA
Oleh
: Melvin M.Simanjuntak, STh, Msi
A.Perspektif Pro-Choice (Pilihan Kehendak Bebas)
Pandangan ini berpendapat
bahwa aborsi dapat dilakukan kapan saja. Alasan keyakinan bahwa janin itu
bagian tubuh manusia. Kelompok pro-aborsi atau ”pro-choice” (kebebasan memilih)
memberi tekanan utama pada hak seorang ibu memutuskan apakah dia ingin memiliki
bayinya. Seorang wanita tidak dapat dipaksa memiliki anak yang bertentangan
dengan keinginannya. Di Amerika yang pluralis, ada satu inti utama yang jadi
label bagi mereka yaitu radical individualism.Prinsip etika ini. “ I have a
right to live my own life as long as I don’t hurt anybody else”. Kebebasan
individu menjadi inti dari segala tindakan. Argumentasi alkitabiah adalah
berdasarkan pada Kejadian 2:7, Ayub 34:14-15, Yesaya 57:16, Pengkhotbah 6:3-5
dan Matius 26:24 yang ditafsirkan ‘janin bukanlah manusia’ sebab belum dapat
bernafas. Argumentasi nya: (1)kesadaran diri, bahwa bayi hanya bagian dari
tubuh manusia dan bukan manusia sampai dia memiliki kesadaran diri;
(2)ketergantungan fisik, bahwa bayi adalah gangguan bagi daerah kekuasaan fisik
seorang ibu sehingga seorang ibu berhak aborsi; (3)keselamatan sang ibu, bahwa
aborsi legal lebih aman dan selamatkan ribuan ibu dari kematian dibandingkan
aborsi yang dilakukan diam-diam, sembarangan dan tidak bersih; (4)siksaan dan penyia-yiaan,
bahwa kehamilan yang tidak diinginkan berakibat anak-anak mengalami siksaan dan
disia-siakan orang tuanya; (5)karena cacat, kemajuan ilmu kedokteran dapat
identifikasi sejak dini bayi cacat perlu ditolak daripada menjadi beban
keluarga (6)karena menghormati hak kebebasan pribadi wanita atas tubuhnya
sehingga berhak mengeluarkan bayi yg ditolaknya; (7)karena pemerkosaan, bahwa
mempertahankan kehamilan dalam kondisi terhina akibat perkosaan justru sikap
tidak bermoral dan wanita tidak harus dipaksa memiliki seorang bayi yang tdk
dikehendakinya.
B.Perspektif Pro-Life (Keberpihakan Kehidupan)
Tidak ada aborsi. Keyakinan bahwa janin itu benar-benar manusia.
Argumentasi alkitabiahnya antara lain: Lukas1:41,44; 2:12,16; Keluaran 21:22
bahwa bayi yang belum lahir disebut anak-anak dan diciptakan Allah (Maz139:13)
menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Hidup mereka dilindungi undang-undang (Kel
21:22) sama seperti orang dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi manusia sejak
dalam rahim Maria (Mat. 1:20-21; Luk 1:26-27). Secara ilmiah sejak dari
pembuahan jenis kelamin pria atau wanita sudah ditentukan dan sesuai dengan
kesaksian Alkitab (Kej 1:27). Anak-anak yang belum lahir memiliki karakteristik
pribadi seperti dosa (Mazmur 51:5,7) tetapi dikenal dekat dan pribadi oleh
Allah (Mzm 1349:15-16; Yer 1:5) bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan
(Kej. 25:22-23; Hak 13:2-7; Yes 49:1,5; Gal 1:15). Anak yang belum lahir
disebut secara pribadi dengan kata ganti orang yang sama seperti manusia
lainnya (Yer 1:5). Secara ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan lewat teknologi
kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual dimulai pada saat
pembuahan di mana seluruh informasi genetik ada.
Geisler berpendapat bahwa secara moral dibenarkan mengambil setiap
tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Artinya adalah
aborsi yang dilakukan bukan seperti yang dimaksudkan karena beberapa alasan:
pertama, tujuannya bukanlah untuk membunuh bayi; maksudnya adalah untuk
menyelamatkan nyawa sang ibu. Kedua, ini adalah masalah nyawa ganti nyawa,
bukan satu situasi dimana ada permintaan untuk aborsi. Ketivhga, ketika hidup
seseorang terancam, seperti sang ibu, seorang memiliki hak untuk
mempertahankannya atas dasar membunuh untuk membela diri. John Stott mengatakan,
“Menurut tradisi kristiani, nyawa seseorang boleh dicabut demi melindungi nyawa
orang lain, misalnya dalam ikhtiar bela diri; tetapi tidak berhak membawa maut
ke dalam suatu situasi dimana tidak ada maut dan ancaman maut”.
Memang kloning bisa dilakukan pada domba tapi pada manusia dapat
menyertakan resiko-resiko mengerikan.Para ilmuwan yang menyatakan bahwa kloning
pada manusia bisa dilakukan, membangun argumen mereka hanya berdasarkan
kemungkinan teoritis, tanpa melihat fakta dan pengalaman empiris medis
berkaitan dengan penyakit genetis pada manusia. Dengan kata lain, mereka
mengasumsikan bahwa sifat-sifat genetis pada manusia identik dan berespons sama
atas perlakuan sejenis terhadap binatang. Ahli Medis Singgih Widjaja menyatakan, fakta
bahwa belum pernah ada manusia hasil klon di dunia ini bukan karena manusia
belum pernah mencobanya, tetapi walau para ahli sudah mencoba namun gagal
karena tidak bisa mengatasi kendala-kendala teknis alamiah itu.
Norman L Geisler, di dalam buku Etika Kristen Pilihan dan Isu, memberikan
lima pandangan mengenai etika yang harus
dipegang oleh orang Kristen didalam menjalankan kehidupannya serta di dalam
mengambil keputusan etika dan moral, sebagai berikut :
1.Etika Kristen haruslah
berdasarkan kepada kehendak Allah. Dalam pandangan ini, kita sebagai
orang Kristen harus mengambil keputusan
etika terhadap kloning manusia, dengan
meletakkan kloning pada manusia pada “bejana” kehendak ALLAH, dalam hal ini
Alkitab haruslah menjadi standar utama penilaian terhadap kloning
2.Etika Kristen bersifat mutlak. Etika Kristen yang berlaku dan yang kita
pegang berdasarkan Alkitab tersebut, tidaklah diperbolehkan untuk dikompromikan
dengan isu- isu yang tidak sesuai dengan standar etika Kristen, pada point
manapun. Begitu pula dengan isu-isu seputar kloning pada manusia
3.Etika Kristen berdasarkan wahyu Allah. Karena etika Kristen berdasarkan
wahyu ALLAH maka etika Kristen tidaklah boleh disejajarkan dengan standar etika
yang bersumber dari apapun diluar wahyu ALLAH.
4.Etika Kristen bersifat menentukan. Orang Kristen berdasarkan etika yang
dipegang dan dilaksanakan didalam hidupnya, harus berani menentukan langkahnya,
berpihak atau menolak kepada isu kloning pada manusia
5.Etika
Kristen itu Deontologis. Etika Kristen itu bersifat seperti sebuah aturan yang
wajib dan mengikat. Jadi jika etika Kristen menentang isu kloning manusia, maka
itu juga bersifat mengikat bagi kita untuk menentang isu kloning kepada manusia
juga.
Euthanasia berasal dari kata Yunani yaitu
‘eu’ yang berarti baik dan ‘thanathos’ yang berarti kematian. Jadi secara
Etimologis Euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik, mati dengan
bahagia, mati senang, mati tenang, mati damai, mati tanpa penderitaan (a good
death). Euthanasia bisa juga disebut dengan dibiarkan mati oleh belaskasihan
(merciful death) atau Euthanasia aktif dan dimatikan karena belas kasihan
(mercy killing) atau Euthanasia pasif. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kematian yang membahagiakan.
J.Wunderli memberikan 3 klasifikasi eutania. Pertama
eutanasia pasif. Fakta kebenarannya bahwa dunia medis tidak selalu mampu
memperpanjang hidup seorang pasien sehingga teknis kedokteran tidak selalu
menjamin kehidupan pasien dapat pulih kembali sedia kala. Kedua eutanasia tidak langsung. Barangkali pemberian obat-obatan
seperti morfin, hipnotika, dan analgetika mungkin bisa mempersingkat kehidupan
pasien secara tidak sengaja, tetapi usaha itu dapat meringankan penderitaan
pasien. Ketiga eutanasia aktif. Proses
penderitaan pasien dengan kematian lebih terarah dan secara langsung, namun
dalam eutanasia aktif ditanyakan apakah memang pasien menginginkannya atau
berada dalam situasi yang sulit diketahui keinginannya. Permasalahan eutanasia
dapat kita sorot dengan memakai doktrin
atau prinsip efek ganda yang disebut duplex effectus di mana suatu
tindakan yang diambil ternyata memiliki efek ganda; efek yang satu baik, dan
efek yang lain buruk.
Kristus mengajarkan kepada kita mencapai
kesempurnaan dan bersatu Allah Bapa karena salib yang Ia terima menjadi jalan
kebangkitan-Nya. Dengan wafat dan kebangkitan-Nya menjadi Juruselamat dunia.
Oleh seba itu sakit dan penderitaan yang dialami perlu disyukuri olh manusia, karena
manusia harus dihormati karena hidup tidak hanya untuk ini saja, tetapi hidup
terus berlangsung selama-lamanya. Pada intinya hidup dan mati manusia adalah
milik Tuhan (Roma 14:8 ; Filipi 1:20). Beriman kepada Allah berarti mengikut
Dia dan menerima salib bukan lari dari sebuah kenyataan. Euthanasia aktif
langsung yang terjadi atas kehendak pasien atau pihak keluarganya merupakan
tanda bahwa manusia melarikan diri dari kenyataan dan menghindari diri dari
penderitaan dan salib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar