Sabtu, 17 Mei 2014

PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN TENTANG ABORSI, KLONING, DAN EUTANASIA

PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN TENTANG
ABORSI,  KLONING, DAN EUTANASIA

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, Msi


 I. Etika Kristen Tentang Aborsi

A.Perspektif Pro-Choice (Pilihan Kehendak Bebas)

        Pandangan ini berpendapat bahwa aborsi dapat dilakukan kapan saja. Alasan keyakinan bahwa janin itu bagian tubuh manusia. Kelompok pro-aborsi atau ”pro-choice” (kebebasan memilih) memberi tekanan utama pada hak seorang ibu memutuskan apakah dia ingin memiliki bayinya. Seorang wanita tidak dapat dipaksa memiliki anak yang bertentangan dengan keinginannya. Di Amerika yang pluralis, ada satu inti utama yang jadi label bagi mereka yaitu radical individualism.Prinsip etika ini. “ I have a right to live my own life as long as I don’t hurt anybody else”. Kebebasan individu menjadi inti dari segala tindakan. Argumentasi alkitabiah adalah berdasarkan pada Kejadian 2:7, Ayub 34:14-15, Yesaya 57:16, Pengkhotbah 6:3-5 dan Matius 26:24 yang ditafsirkan ‘janin bukanlah manusia’ sebab belum dapat bernafas. Argumentasi nya: (1)kesadaran diri, bahwa bayi hanya bagian dari tubuh manusia dan bukan manusia sampai dia memiliki kesadaran diri; (2)ketergantungan fisik, bahwa bayi adalah gangguan bagi daerah kekuasaan fisik seorang ibu sehingga seorang ibu berhak aborsi; (3)keselamatan sang ibu, bahwa aborsi legal lebih aman dan selamatkan ribuan ibu dari kematian dibandingkan aborsi yang dilakukan diam-diam, sembarangan dan tidak bersih; (4)siksaan dan penyia-yiaan, bahwa kehamilan yang tidak diinginkan berakibat anak-anak mengalami siksaan dan disia-siakan orang tuanya; (5)karena cacat, kemajuan ilmu kedokteran dapat identifikasi sejak dini bayi cacat perlu ditolak daripada menjadi beban keluarga (6)karena menghormati hak kebebasan pribadi wanita atas tubuhnya sehingga berhak mengeluarkan bayi yg ditolaknya; (7)karena pemerkosaan, bahwa mempertahankan kehamilan dalam kondisi terhina akibat perkosaan justru sikap tidak bermoral dan wanita tidak harus dipaksa memiliki seorang bayi yang tdk dikehendakinya.

B.Perspektif Pro-Life (Keberpihakan Kehidupan)

Tidak ada aborsi. Keyakinan bahwa janin itu benar-benar manusia. Argumentasi alkitabiahnya antara lain: Lukas1:41,44; 2:12,16; Keluaran 21:22 bahwa bayi yang belum lahir disebut anak-anak dan diciptakan Allah (Maz139:13) menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Hidup mereka dilindungi undang-undang (Kel 21:22) sama seperti orang dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi manusia sejak dalam rahim Maria (Mat. 1:20-21; Luk 1:26-27). Secara ilmiah sejak dari pembuahan jenis kelamin pria atau wanita sudah ditentukan dan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kej 1:27). Anak-anak yang belum lahir memiliki karakteristik pribadi seperti dosa (Mazmur 51:5,7) tetapi dikenal dekat dan pribadi oleh Allah (Mzm 1349:15-16; Yer 1:5) bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan (Kej. 25:22-23; Hak 13:2-7; Yes 49:1,5; Gal 1:15). Anak yang belum lahir disebut secara pribadi dengan kata ganti orang yang sama seperti manusia lainnya (Yer 1:5). Secara ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan lewat teknologi kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual dimulai pada saat pembuahan di mana seluruh informasi genetik ada.

Geisler berpendapat bahwa secara moral dibenarkan mengambil setiap tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Artinya adalah aborsi yang dilakukan bukan seperti yang dimaksudkan karena beberapa alasan: pertama, tujuannya bukanlah untuk membunuh bayi; maksudnya adalah untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Kedua, ini adalah masalah nyawa ganti nyawa, bukan satu situasi dimana ada permintaan untuk aborsi. Ketivhga, ketika hidup seseorang terancam, seperti sang ibu, seorang memiliki hak untuk mempertahankannya atas dasar membunuh untuk membela diri. John Stott mengatakan, “Menurut tradisi kristiani, nyawa seseorang boleh dicabut demi melindungi nyawa orang lain, misalnya dalam ikhtiar bela diri; tetapi tidak berhak membawa maut ke dalam suatu situasi dimana tidak ada maut dan ancaman maut”.

                      II. Etika Kristen Tentang Kloning

Memang kloning bisa dilakukan pada domba tapi pada manusia dapat menyertakan resiko-resiko mengerikan.Para ilmuwan yang menyatakan bahwa kloning pada manusia bisa dilakukan, membangun argumen mereka hanya berdasarkan kemungkinan teoritis, tanpa melihat fakta dan pengalaman empiris medis berkaitan dengan penyakit genetis pada manusia. Dengan kata lain, mereka mengasumsikan bahwa sifat-sifat genetis pada manusia identik dan berespons sama atas perlakuan sejenis terhadap binatang.  Ahli Medis Singgih Widjaja menyatakan, fakta bahwa belum pernah ada manusia hasil klon di dunia ini bukan karena manusia belum pernah mencobanya, tetapi walau para ahli sudah mencoba namun gagal karena tidak bisa mengatasi kendala-kendala teknis alamiah itu.

Norman L Geisler, di dalam buku Etika Kristen Pilihan dan Isu, memberikan lima pandangan  mengenai etika yang harus dipegang oleh orang Kristen didalam menjalankan kehidupannya serta di dalam mengambil keputusan etika dan moral, sebagai berikut :
 
1.Etika Kristen haruslah  berdasarkan kepada kehendak Allah. Dalam pandangan ini, kita sebagai orang Kristen harus  mengambil keputusan etika  terhadap kloning manusia, dengan meletakkan kloning pada manusia pada “bejana” kehendak ALLAH, dalam hal ini Alkitab haruslah menjadi standar utama penilaian terhadap kloning
2.Etika Kristen bersifat mutlak. Etika Kristen yang berlaku dan yang kita pegang berdasarkan Alkitab tersebut, tidaklah diperbolehkan untuk dikompromikan dengan isu- isu yang tidak sesuai dengan standar etika Kristen, pada point manapun. Begitu pula dengan isu-isu seputar kloning pada manusia
3.Etika Kristen berdasarkan wahyu Allah. Karena etika Kristen berdasarkan wahyu ALLAH maka etika Kristen tidaklah boleh disejajarkan dengan standar etika yang bersumber dari apapun diluar wahyu ALLAH.
4.Etika Kristen bersifat menentukan. Orang Kristen berdasarkan etika yang dipegang dan dilaksanakan didalam hidupnya, harus berani menentukan langkahnya, berpihak atau menolak kepada isu kloning pada manusia
5.Etika Kristen itu Deontologis. Etika Kristen itu bersifat seperti sebuah aturan yang wajib dan mengikat. Jadi jika etika Kristen menentang isu kloning manusia, maka itu juga bersifat mengikat bagi kita untuk menentang isu kloning kepada manusia juga.

III. Etika Kristen Tentang Eutanasia

Euthanasia berasal dari kata Yunani yaitu ‘eu’ yang berarti baik dan ‘thanathos’ yang berarti kematian. Jadi secara Etimologis Euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik, mati dengan bahagia, mati senang, mati tenang, mati damai, mati tanpa penderitaan (a good death). Euthanasia bisa juga disebut dengan dibiarkan mati oleh belaskasihan (merciful death) atau Euthanasia aktif dan dimatikan karena belas kasihan (mercy killing) atau Euthanasia pasif. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kematian yang membahagiakan.

J.Wunderli memberikan 3 klasifikasi eutania.  Pertama eutanasia pasif. Fakta kebenarannya bahwa dunia medis tidak selalu mampu memperpanjang hidup seorang pasien sehingga teknis kedokteran tidak selalu menjamin kehidupan pasien dapat pulih kembali sedia kala. Kedua eutanasia tidak langsung. Barangkali pemberian obat-obatan seperti morfin, hipnotika, dan analgetika mungkin bisa mempersingkat kehidupan pasien secara tidak sengaja, tetapi usaha itu dapat meringankan penderitaan pasien. Ketiga eutanasia aktif. Proses penderitaan pasien dengan kematian lebih terarah dan secara langsung, namun dalam eutanasia aktif ditanyakan apakah memang pasien menginginkannya atau berada dalam situasi yang sulit diketahui keinginannya. Permasalahan eutanasia dapat kita sorot  dengan memakai doktrin atau prinsip efek  ganda yang disebut  duplex effectus di mana suatu tindakan yang diambil ternyata memiliki efek ganda; efek yang satu baik, dan efek yang lain buruk.

Kristus mengajarkan kepada kita mencapai kesempurnaan dan bersatu Allah Bapa karena salib yang Ia terima menjadi jalan kebangkitan-Nya. Dengan wafat dan kebangkitan-Nya menjadi Juruselamat dunia. Oleh seba itu sakit dan penderitaan yang dialami perlu disyukuri olh manusia, karena manusia harus dihormati karena hidup tidak hanya untuk ini saja, tetapi hidup terus berlangsung selama-lamanya. Pada intinya hidup dan mati manusia adalah milik Tuhan (Roma 14:8 ; Filipi 1:20). Beriman kepada Allah berarti mengikut Dia dan menerima salib bukan lari dari sebuah kenyataan. Euthanasia aktif langsung yang terjadi atas kehendak pasien atau pihak keluarganya merupakan tanda bahwa manusia melarikan diri dari kenyataan dan menghindari diri dari penderitaan dan salib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar