Jumat, 30 Mei 2014

DUEL CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA

DUEL  CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA

Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



PENGANTAR

Sudah jelas bahwa hanya terdapat 2 pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden  (Cawapres) yang akan bertarung untuk merebut simpati, empati, dan suara terbanyak dari rakyat nusantara Indonesia. Mereka adalah Capres Ir.H.Joko Widodo berpasangan dengan Cawapres Drs.H.Muhammad Jusuf Kalla, dan Capres Letjen Purn.Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa. Yang pertama diusung oleh ikatan kerja sama antara partai-partai politik PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI; sedangkan yang kedua diusung oleh koalisi besar antara partai-partai politik Gerindra, PPP, PAN, PKS, Golkar, dan PBB. Hanya satu partai politik yang masih bimbang, belum menyatakan sikap politiknya, yakni partai politik Demokrat. Sebenarnya parpol Demokrat sangat ingin “dipersunting oleh ikatan kerja sama parpol-parpol yang mengusung Capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla, namun tampaknya kerja sama parpol tersebut tidak ingin menjadi terlalu gemuk sehingga mengurangi kelincahan bahkan akan menyulitkan gerakannya. Jadi membaca sinyalemen keterlibatan beberapa tokoh parpol Demokrat dan pernyataan-pernyataan dari orang-orang politisi dalam maka diduga kuat parpol Demokrat akan berlabuh pada koalisi parpol yang mengusung Capres Prabowo Subianto dan Cawapresnya Hatta Rajasa.


PETA KEKUATAN

Dari kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden yang sudah mendaftar kepada KPU bisa dilihat potensi kekuatan kedua pasangan tersebut.  Sebelum pencapresan bergema dan berhasil untuk memunculkan kedua pasangan calon, salah satu calon sudah menyerang calon lain dengan sebutan “Presiden BONEKA”. Suatu istilah sangat fatal sekali keluar dari mulut seorang kesatria, apabila yang bersangkutan sungguh-sungguh memahami pengartian dari kata kesatria. Terlepas dari statement trouble maker yang berbau kampanye hitam tersebut, ada baiknya kita menelisik peta kekuatan pada pasangan capres dan cawapres kita. Pertama adalah pasangan Capres Ir.H.Joko Widodo bersanding dengan Cawapres Drs.H.Jusuf Kalla.  Keduanya sudah cukup panjang track recordsnya sebagai birokrat, dan wirausahawan. Memang keduanya hanya didukung oleh Parpol PDI Perjuangan, Parpol Nasdem, Parpol PKB, Parpol Hanura, dan Parpol PKPI, namun posisi kunci Kalla yang mantan Ketua Umum Parpol Golkar tentu sedikit banyak masih menyisahkan kekuatannya, paling tidak banyak memiliki jaringan di dalam Parpol Golkar, sehingga dukungan Parpol Golkar rasanya tidak akan pernah bulat. Apakah fenomena dukungan Parpol Golkar ke Capres Prabowo hanya semata-mata sebagai politik dua kaki, sehingga jika salah satu menang maka Parpol Golkar akan tetap ikut di dalam arus kekuasaan dan pemerintahan, sebagaimana pernah dilakukan parpol ini pada tahun 2004 dan 2009 yang lalu? Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selain merupakan pasangan yang memiliki pengalaman di dalam pemerintahan, juga adalah pasangan yang serasi dan pas, yang saling mengisi. Keduanya adalah orang Jawa dan non-Jawa, generasi muda dan generasi senior, memiliki intensitas kinerja yang teruji sangat cepat dan tanpa keraguan. Kedua pasangan ini pun memiliki akar rumput yang sangat jelas, tampil apa adanya tanpa dibuat-buat, dan memiliki kekuatan jargon masing-masing. Tentu kita masih ingat pada pilpres lalu ketika Jusuf Kalla memakai ungkapan “Lebih cepat lebih baik”, akan melengkapi kekuatan daya kinerja Joko Widodo. Jokowi yang pernah menyandang predikat  salah satu Walikota terbaik di dunia, dan kerjanya pun konkret tidak hanya di kota Solo, namun sudah terasa juga di Ibukota DKI Jakarta, misalnya mampu menekan laju inflasi dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kota DKI Jakarta. Pengakuan ini bukan berasal dari pihaknya namun diberikan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dan diakui pula oleh Gubernur Bank Indonesia. Suatu prestasi yang sangat luar biasa dapat digapai oleh Jokowi hanya dalam tempo kurang dari 2 tahun pemerintahannya di kota DKI Jakarta.

Beberapa faktor yang dapat memberikan kontribusi konkret dan konstruktif bagi politik pencitraan Jokowi dapat dikemukakan di sini. Pertama gaya kepemimpinan apa adanya, dengan ciri khasnya “blusukan” bisa menjadi trade mark yang melengkapi kesederhanaannya yang tanpa dibuat-buat. Kepolosan dan keluguan model ndeso seperti itu justru paling dicari oleh rakyat Indonesia. Coba kita perhatikan ketika Inul Daratista yang mengaku ndeso justru menjadi kekuatan daya tariknya sebagai artis penyanyi dangdut, demikian juga artis Tukul Arwana, Budi Anduk justru memperkaya budaya popular di negeri Indonesia ini. Kemampuan Jokowi tidak hanya cukup di situ, melainkan mampu mendengar aspirasi (keluhan, permasalahan, kebutuhan) rakyatnya melalui gaya blusukan, dan gaya komunikasi politiknya yang serba ringan seperti tidak terbeban ketika menghadapi kenyataan, bisa memberi inspirasi dan keteladanan bagi rakyat Indonesia. Karena itu dapat dipahami ketika Jokowi mengatakan berulang kali bahwa bukan koalisi yang dibangun melainkan “kerja sama”, sangat memukau rakyat Indonesia, sebab rakyat Indonesia sudah terlalu lama tidak diajak membangun negeri ini dengan pola kerja sama antara rakyat dan pemerintahan Indonesia. Apakah ini bukan hanya sebatas mimpi, melainkan bisa menjadi realitas politik modern Indonesia ini, akan terlihat setelah pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli 2014 nanti?

Namun kata “kerja sama” memiliki daya pikat yang sungguh fenomenal di kancah perpolitikan nasional kita, apalagi ketika tegas sekali Jokowi dan parpolnya PDIP menyatakan “dukungan tanpa syarat” menjadi credit point paling brilian, di mana tidak berlaku adanya politik dagang sapi atau politik transaksional, sehingga ketika nanti menjabat sebagai Presiden maka dengan hak mutlak prerogatif Presiden dapat menentukan susunan kabinet yang dream team bersama Jusuf Kalla. Jargon sangat kuat ini tentu saja memberikan pembelajaran pendidikan politik yang sangat bagus sekali bagi rakyat Indonesia. Pemerintahan yang baik (Good Government) haruslah dimulai dengan ikhtiar dan etikad yang baik pula sejak dini sehingga hasilnya akan dapat memuaskan rakyat Indonesia. Dengan cara-cara demikian mendorong rakyat Indonesia untuk menggaungkan dukungan-dukungan nyata di seluruh Indonesia, tentu tanpa syarat karena dianggap sebagai suatu terobosan yang sangat baik dan untuk yang pertama kali terjadi. Mungkin Jokowi dan PDIP sudah belajar dari kesalahan Presiden SBY yang terkesan “tersandera” oleh peta kekuatan politik koalisinya yang harus didengar dan diberikan jatah satu per satu, dan jika tidak diberikan maka suara-suara sumbang pun terdengar di gedung parlemen Indonesia. Akibatnya saat ini yang terbangun justru KOALISI RAKYAT berhadapan dengan KOALISI BESAR yang dibangun Capres Prabowo Subianto. Ini tentu semakin menarik bagi rakyat Indonesia, dan memudahkan rakyat Indonesia untuk memberi penentuan pilihan terbaiknya kepada 2 pasangan Capres dan Cawapres kita.

Terakhir perlu dicerna visi misi pasangan Capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla, serta visi misi Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto bersama pasangan Cawapresnya Ir.H.Hatta Rajasa, yang dikutip dari sumber media online. "Visi dan misi Jokowi-JK terdiri dari 49 halaman, tebal. Visi-misi Prabowo-Hatta 9 halaman, lebih tipis. Setelah dibaca, isinya lebih kepada cerminan kinerja tim sukses ke KPU," tegas Ahmad Najib Burhani. Lebih lanjut Najib menjelaskan poin agama yang relatif kontras dari visi dan misi yang disampaikan tim sukses kedua pasang capres-cawapres. "Jokowi lebih menekankan Islam substantif. Mengutip terminologi yang disampaikan Buya Syafei Maarif, Islam substansif itu ibarat garam. Terasa tapi tidak kelihatan," ujar Ahmad. Sementara visi dan misi Prabowo-Hatta yang disusun oleh tim suksesnya menurut Ahmad, lebih menggunakan pendekatan Islam secara simbolik. "Masih menurut Buya Syafei, pendekatan simbolik itu ibarat gincu, ada warna tapi tidak bisa dirasakan," ujarnya. Dalam visi dan misinya soal menyejahterakan umat beragama Islam lanjut Ahmad, Prabowo-Hatta menekan kepada institusi perbankan syariah. "Sedangkan Jokowi-JK untuk menyejahterakan umat Islam pendekatannya adalah menciptakan kerukunan dan kesejahteraan di antara umat beragama," jelas Ahmad.  Lain lagi komentar ICW soal visi misi kedua pasangan Capres dan Cawapres kita. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) jauh lebih komprehensif ketimbang Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Khususnya, dalam hal penegakan hukum dan kualitas pelayanan publik. "Berkaitan dengan penegakan hukum dan kualitas layanan publik. Secara umum teman-teman sudah menyebutkan usul visi-misi Jokowi-JK lebih kompreshensif dari Prabowo-Hatta," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan di Jakarta, Senin (26/5). Menurut dia, visi misi kedua pasangan capres dan cawapres hampir sama menyangkut pencegahan dan penindakan koruspi. Keduanya menyakan akan melakukan reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan mendorong pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jokowi-JK lebih mengedepankan independesi KPK. Sedangkan Prabowo-Hatta menitikberatkan penambahan personel penyidik dan penguatan tambahan. Termasuk para politisi yang berupaya mengurangi wewenang KPK. "Jokowi-JK menuliskan soal korupsi politik. Korupsi di mana aktornya merupakan politisi baik di parlemen atau eksekutif. Salah satunya pendanaan parpol. Jokowi-JK mengusulkan ada perubahan pendanaan partai politik karena faktor yang menyebabkan partai politik melakukan korupsi adalah besarnya ongkos politik," ujar dia. Selain itu, Jokowi-JK mengusulkan ide bahwa pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung akan didasarkan oleh kualitas dan integritas. Serta menguatkan fungsi koordinasi dan supervisi KPK, polisi dan jaksa. Terkait layanan publik, Prabowo-Hatta mengusulkan tabungan haji Indonesia. Ini ide menarik karena sejak dulu masyarakat sipil sudah sering mengusulkan hal ini. "Ini menarik karena banyak didorong civil society soal korupsi haji. Tapi teknis pelaksanaan tabungan haji ini dipertanyakan," kata dia. Data komentar ini diambil dari http://www.indopos.co.id/2014/05/visi-misi-jokowi-vs-prabowo.html  dan http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/05/26/n66gfl-icw-visimisi-jokowijk-lebih-komprehensif-dari-prabowohatta.

Bagaimana pasangan Capres Letjen.Purn. Prabowo Subianto dan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa? Sulit di sini untuk memberikan pemaparan yang terang benderang karena hanya Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa memang memiliki track record yang jelas, yang pernah duduk di kursi kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 dan jilid 2, namun sulit prestasi di bidang perekonomian dapat diklaim sebagai prestasinya karena Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono, dan Wakil Presiden Prof.Dr.Budiono tentu saja memiliki andil di dalam penataan dan pengelolaan perekonomian Republik Indonesia. Patut diapresiasikan perjuangan Letjen.Purn.Prabowo Subianto untuk bisa menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia ini dengan mendirikan partai politik Gerindra, akhirnya di tahun 2014 ini mampu untuk mengusung pendiri parpol tersebut menjadi salah satu kontestan Capres. Ini mungkin bisa diklaim sebagai suatu prestasi tersendiri, sebagaimana juga dilakukan oleh Jenderal Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono dengan parpol Demokratnya dan Jenderal Wiranto dengan parpol Hanuranya. Memang pasangan Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto, dan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa berasal dari partai politik nasional, suku Jawa dan non-Jawa, yang didukung oleh kekuatan parpol-parpol Golkar, PKS, PPP, PBB, dan Gerindra sendiri tampil sebagai “KOALISI GEMUK”, namun sarat dengan “deal-deal politik” sebagaimana sudah dilakukan oleh parpol pendahulunya, yakni Parpol Demokrat. Politik transaksional koalisi ini sendiri dimaklumatkan sendiri oleh Letjen Prabowo sesaat setelah “deal” dengan parpol Golkar, setelah deklarasinya di gedung Polonia Jakarta.

Dengan demikian kedua pasangan tersebut sama-sama mengklaim untuk memajukan bahkan menyejahterakan rakyat Indonesia, dan menebarkan janji-janji politik mereka. Namun ada hal yang menarik bahwa dari salah satu pasangan tersebut akan melakukan apa yang disebut “REVOLUSI MENTAL”. Apakah revolusi mental tersebut akan melahirkan satu generasi Indonesia hebat untuk masa mendatang, dus membebaskan bangsa ini dari penyakit kronis bernama korupsi? Mungkin untuk orang-orang yang tidak siap menghadapi ini nantinya justru akan mental dengan sendirinya, akibat revolusi mental ini.  Lalu siapakah pemenang dari duel pasangan Capres dan Cawapres kita ini nantinya? Menurut prediksi saya, nanti yang keluar sebagai pemenangnya adalah pasangan Capres Ir.H.Joko Widodo, dan Cawapresnya Drs.H.M.Jusuf Kalla, karena pasangan ini yang sangat berani, progresif, fenomenal, bersih, jujur, dan polos serta memiliki kesederhanaan  dan kerendahan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar