DUEL CAPRES CAWAPRES GAYA INDONESIA
Oleh : Melvin
M.Simanjuntak, STh, MSi
PENGANTAR
Sudah jelas bahwa hanya terdapat 2 pasangan Calon Presiden
(Capres) dan Calon Wakil Presiden
(Cawapres) yang akan bertarung untuk merebut simpati, empati, dan suara terbanyak
dari rakyat nusantara Indonesia. Mereka adalah Capres Ir.H.Joko Widodo
berpasangan dengan Cawapres Drs.H.Muhammad Jusuf Kalla, dan Capres Letjen
Purn.Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa. Yang
pertama diusung oleh ikatan kerja sama antara partai-partai politik PDIP,
Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI; sedangkan yang kedua diusung oleh koalisi besar
antara partai-partai politik Gerindra, PPP, PAN, PKS, Golkar, dan PBB. Hanya
satu partai politik yang masih bimbang, belum menyatakan sikap politiknya,
yakni partai politik Demokrat. Sebenarnya parpol Demokrat sangat ingin
“dipersunting oleh ikatan kerja sama parpol-parpol yang mengusung Capres Joko
Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla, namun tampaknya kerja sama parpol tersebut tidak
ingin menjadi terlalu gemuk sehingga mengurangi kelincahan bahkan akan
menyulitkan gerakannya. Jadi membaca sinyalemen keterlibatan beberapa tokoh
parpol Demokrat dan pernyataan-pernyataan dari orang-orang politisi dalam maka
diduga kuat parpol Demokrat akan berlabuh pada koalisi parpol yang mengusung
Capres Prabowo Subianto dan Cawapresnya Hatta Rajasa.
PETA KEKUATAN
Dari kedua pasang calon presiden dan calon wakil presiden
yang sudah mendaftar kepada KPU bisa dilihat potensi kekuatan kedua pasangan
tersebut. Sebelum pencapresan bergema
dan berhasil untuk memunculkan kedua pasangan calon, salah satu calon sudah
menyerang calon lain dengan sebutan “Presiden BONEKA”. Suatu istilah sangat
fatal sekali keluar dari mulut seorang kesatria, apabila yang bersangkutan
sungguh-sungguh memahami pengartian dari kata kesatria. Terlepas dari statement
trouble maker yang berbau kampanye hitam tersebut, ada baiknya kita menelisik
peta kekuatan pada pasangan capres dan cawapres kita. Pertama adalah pasangan
Capres Ir.H.Joko Widodo bersanding dengan Cawapres Drs.H.Jusuf Kalla. Keduanya sudah cukup panjang track
recordsnya
sebagai birokrat, dan wirausahawan. Memang keduanya hanya didukung oleh Parpol
PDI Perjuangan, Parpol Nasdem, Parpol PKB, Parpol Hanura, dan Parpol PKPI,
namun posisi kunci Kalla yang mantan Ketua Umum Parpol Golkar tentu sedikit
banyak masih menyisahkan kekuatannya, paling tidak banyak memiliki jaringan di
dalam Parpol Golkar, sehingga dukungan Parpol Golkar rasanya tidak akan pernah
bulat. Apakah fenomena dukungan Parpol Golkar ke Capres Prabowo hanya
semata-mata sebagai politik dua kaki, sehingga jika salah satu menang maka
Parpol Golkar akan tetap ikut di dalam arus kekuasaan dan pemerintahan,
sebagaimana pernah dilakukan parpol ini pada tahun 2004 dan 2009 yang lalu?
Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selain merupakan pasangan yang memiliki
pengalaman di dalam pemerintahan, juga adalah pasangan yang serasi dan pas,
yang saling mengisi. Keduanya adalah orang Jawa dan non-Jawa, generasi muda dan
generasi senior, memiliki intensitas kinerja yang teruji sangat cepat dan tanpa
keraguan. Kedua pasangan ini pun memiliki akar rumput yang sangat jelas, tampil
apa adanya tanpa dibuat-buat, dan memiliki kekuatan jargon masing-masing. Tentu
kita masih ingat pada pilpres lalu ketika Jusuf Kalla memakai ungkapan “Lebih
cepat lebih baik”, akan melengkapi kekuatan daya kinerja Joko Widodo. Jokowi
yang pernah menyandang predikat salah
satu Walikota terbaik di dunia, dan kerjanya pun konkret tidak hanya di kota
Solo, namun sudah terasa juga di Ibukota DKI Jakarta, misalnya mampu menekan
laju inflasi dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kota DKI Jakarta. Pengakuan
ini bukan berasal dari pihaknya namun diberikan oleh pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudoyono, dan diakui pula oleh Gubernur Bank Indonesia. Suatu prestasi
yang sangat luar biasa dapat digapai oleh Jokowi hanya dalam tempo kurang dari
2 tahun pemerintahannya di kota DKI Jakarta.
Beberapa faktor yang dapat memberikan kontribusi konkret dan
konstruktif bagi politik pencitraan Jokowi dapat dikemukakan di sini. Pertama gaya
kepemimpinan apa adanya, dengan ciri khasnya “blusukan” bisa menjadi trade mark
yang melengkapi kesederhanaannya yang tanpa dibuat-buat. Kepolosan dan keluguan
model ndeso seperti itu justru paling dicari oleh rakyat Indonesia. Coba kita
perhatikan ketika Inul Daratista yang mengaku ndeso justru menjadi kekuatan
daya tariknya sebagai artis penyanyi dangdut, demikian juga artis Tukul Arwana,
Budi Anduk justru memperkaya budaya popular di negeri Indonesia ini. Kemampuan Jokowi
tidak hanya cukup di situ, melainkan mampu mendengar aspirasi (keluhan,
permasalahan, kebutuhan) rakyatnya melalui gaya blusukan, dan gaya komunikasi
politiknya yang serba ringan seperti tidak terbeban ketika menghadapi kenyataan,
bisa memberi inspirasi dan keteladanan bagi rakyat Indonesia. Karena itu dapat
dipahami ketika Jokowi mengatakan berulang kali bahwa bukan koalisi yang
dibangun melainkan “kerja sama”, sangat memukau rakyat Indonesia, sebab rakyat
Indonesia sudah terlalu lama tidak diajak membangun negeri ini dengan pola
kerja sama antara rakyat dan pemerintahan Indonesia. Apakah ini bukan hanya
sebatas mimpi, melainkan bisa menjadi realitas politik modern Indonesia ini,
akan terlihat setelah pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli 2014 nanti?
Namun kata “kerja sama” memiliki daya pikat yang sungguh
fenomenal di kancah perpolitikan nasional kita, apalagi ketika tegas sekali
Jokowi dan parpolnya PDIP menyatakan “dukungan tanpa syarat” menjadi credit
point paling brilian, di mana tidak berlaku adanya politik dagang sapi
atau politik transaksional, sehingga ketika nanti menjabat sebagai Presiden
maka dengan hak mutlak prerogatif Presiden dapat menentukan susunan kabinet
yang dream team bersama Jusuf Kalla. Jargon sangat kuat ini tentu saja
memberikan pembelajaran pendidikan politik yang sangat bagus sekali bagi rakyat
Indonesia. Pemerintahan yang baik (Good Government) haruslah dimulai
dengan ikhtiar dan etikad yang baik pula sejak dini sehingga hasilnya akan
dapat memuaskan rakyat Indonesia. Dengan cara-cara demikian mendorong rakyat
Indonesia untuk menggaungkan dukungan-dukungan nyata di seluruh Indonesia,
tentu tanpa syarat karena dianggap sebagai suatu terobosan yang sangat baik dan
untuk yang pertama kali terjadi. Mungkin Jokowi dan PDIP sudah belajar dari
kesalahan Presiden SBY yang terkesan “tersandera” oleh peta kekuatan politik
koalisinya yang harus didengar dan diberikan jatah satu per satu, dan jika
tidak diberikan maka suara-suara sumbang pun terdengar di gedung parlemen
Indonesia. Akibatnya saat ini yang terbangun justru KOALISI RAKYAT berhadapan
dengan KOALISI BESAR yang dibangun Capres Prabowo Subianto. Ini tentu semakin
menarik bagi rakyat Indonesia, dan memudahkan rakyat Indonesia untuk memberi
penentuan pilihan terbaiknya kepada 2 pasangan Capres dan Cawapres kita.
Terakhir perlu dicerna visi misi pasangan Capres Joko Widodo
dan Cawapres Jusuf Kalla, serta visi misi Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto
bersama pasangan Cawapresnya Ir.H.Hatta Rajasa, yang dikutip dari sumber media
online. "Visi dan misi Jokowi-JK terdiri dari 49 halaman, tebal. Visi-misi
Prabowo-Hatta 9 halaman, lebih tipis. Setelah dibaca, isinya lebih kepada
cerminan kinerja tim sukses ke KPU," tegas Ahmad Najib Burhani. Lebih
lanjut Najib menjelaskan poin agama yang relatif kontras dari visi dan misi
yang disampaikan tim sukses kedua pasang capres-cawapres. "Jokowi lebih
menekankan Islam substantif. Mengutip terminologi yang disampaikan Buya Syafei
Maarif, Islam substansif itu ibarat garam. Terasa tapi tidak kelihatan,"
ujar Ahmad. Sementara visi dan misi Prabowo-Hatta yang disusun oleh tim
suksesnya menurut Ahmad, lebih menggunakan pendekatan Islam secara simbolik. "Masih
menurut Buya Syafei, pendekatan simbolik itu ibarat gincu, ada warna tapi tidak
bisa dirasakan," ujarnya. Dalam visi dan misinya soal menyejahterakan umat
beragama Islam lanjut Ahmad, Prabowo-Hatta menekan kepada institusi perbankan
syariah. "Sedangkan Jokowi-JK untuk menyejahterakan umat Islam
pendekatannya adalah menciptakan kerukunan dan kesejahteraan di antara umat
beragama," jelas Ahmad. Lain lagi
komentar ICW soal visi misi kedua pasangan Capres dan Cawapres kita. Indonesia
Corruption Watch (ICW) menilai, visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK)
jauh lebih komprehensif ketimbang Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Khususnya,
dalam hal penegakan hukum dan kualitas pelayanan publik. "Berkaitan dengan
penegakan hukum dan kualitas layanan publik. Secara umum teman-teman sudah
menyebutkan usul visi-misi Jokowi-JK lebih kompreshensif dari
Prabowo-Hatta," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan di Jakarta,
Senin (26/5). Menurut dia, visi misi kedua pasangan capres dan cawapres hampir
sama menyangkut pencegahan dan penindakan koruspi. Keduanya menyakan akan
melakukan reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan mendorong pemerintahan
yang transparan dan akuntabel. Terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Jokowi-JK lebih mengedepankan independesi KPK. Sedangkan Prabowo-Hatta
menitikberatkan penambahan personel penyidik dan penguatan tambahan. Termasuk
para politisi yang berupaya mengurangi wewenang KPK. "Jokowi-JK menuliskan
soal korupsi politik. Korupsi di mana aktornya merupakan politisi baik di
parlemen atau eksekutif. Salah satunya pendanaan parpol. Jokowi-JK mengusulkan
ada perubahan pendanaan partai politik karena faktor yang menyebabkan partai
politik melakukan korupsi adalah besarnya ongkos politik," ujar dia. Selain
itu, Jokowi-JK mengusulkan ide bahwa pemilihan Kapolri dan Jaksa Agung akan
didasarkan oleh kualitas dan integritas. Serta menguatkan fungsi koordinasi dan
supervisi KPK, polisi dan jaksa. Terkait layanan publik, Prabowo-Hatta
mengusulkan tabungan haji Indonesia. Ini ide menarik karena sejak dulu
masyarakat sipil sudah sering mengusulkan hal ini. "Ini menarik karena
banyak didorong civil society soal korupsi haji. Tapi teknis pelaksanaan
tabungan haji ini dipertanyakan," kata dia. Data komentar ini diambil dari
http://www.indopos.co.id/2014/05/visi-misi-jokowi-vs-prabowo.html dan http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/05/26/n66gfl-icw-visimisi-jokowijk-lebih-komprehensif-dari-prabowohatta.
Bagaimana pasangan Capres Letjen.Purn. Prabowo Subianto dan
Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa? Sulit di sini untuk memberikan pemaparan yang
terang benderang karena hanya Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa memang memiliki track
record yang jelas, yang pernah duduk di kursi kabinet Indonesia Bersatu jilid 1
dan jilid 2, namun sulit prestasi di bidang perekonomian dapat diklaim sebagai
prestasinya karena Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono, dan Wakil Presiden
Prof.Dr.Budiono tentu saja memiliki andil di dalam penataan dan pengelolaan
perekonomian Republik Indonesia. Patut diapresiasikan perjuangan
Letjen.Purn.Prabowo Subianto untuk bisa menjadi orang nomor satu di Republik
Indonesia ini dengan mendirikan partai politik Gerindra, akhirnya di tahun 2014
ini mampu untuk mengusung pendiri parpol tersebut menjadi salah satu kontestan
Capres. Ini mungkin bisa diklaim sebagai suatu prestasi tersendiri, sebagaimana
juga dilakukan oleh Jenderal Dr.H.Susilo Bambang Yudoyono dengan parpol
Demokratnya dan Jenderal Wiranto dengan parpol Hanuranya. Memang pasangan
Capres Letjen.Purn.Prabowo Subianto, dan Cawapres Ir.H.Hatta Rajasa berasal
dari partai politik nasional, suku Jawa dan non-Jawa, yang didukung oleh
kekuatan parpol-parpol Golkar, PKS, PPP, PBB, dan Gerindra sendiri tampil
sebagai “KOALISI GEMUK”, namun sarat dengan “deal-deal politik” sebagaimana
sudah dilakukan oleh parpol pendahulunya, yakni Parpol Demokrat. Politik
transaksional koalisi ini sendiri dimaklumatkan sendiri oleh Letjen Prabowo
sesaat setelah “deal” dengan parpol Golkar, setelah deklarasinya di gedung
Polonia Jakarta.
Dengan demikian kedua pasangan tersebut sama-sama mengklaim
untuk memajukan bahkan menyejahterakan rakyat Indonesia, dan menebarkan
janji-janji politik mereka. Namun ada hal yang menarik bahwa dari salah satu
pasangan tersebut akan melakukan apa yang disebut “REVOLUSI MENTAL”. Apakah revolusi
mental tersebut akan melahirkan satu generasi Indonesia hebat untuk masa
mendatang, dus membebaskan bangsa ini dari penyakit kronis bernama korupsi?
Mungkin untuk orang-orang yang tidak siap menghadapi ini nantinya justru akan
mental dengan sendirinya, akibat revolusi mental ini. Lalu siapakah pemenang dari duel pasangan
Capres dan Cawapres kita ini nantinya? Menurut prediksi saya, nanti yang keluar
sebagai pemenangnya adalah pasangan Capres Ir.H.Joko Widodo, dan Cawapresnya
Drs.H.M.Jusuf Kalla, karena pasangan ini yang sangat berani, progresif, fenomenal,
bersih, jujur, dan polos serta memiliki kesederhanaan dan kerendahan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar