Minggu, 18 Mei 2014

POLITIK PRETORIANISME


“POLITIK PRETORIANISME”

Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh, MSi



1. PENGERTIAN PRETORIANISME

pretorian à Yunani “praetorian”
adj 1: atau terkait ke Roma praetor;
"praetorial kekuasaan" [syn: (praetorian), (praetorial), (pretorial)]
2: karakteristik prajurit Praetorian perihal korupsi politik atau hal makan sogok;
"besar praetorian birokrasi yang penuh dengan ambisius ... dan sering bersifat menjilat membuat orang-orang bekerja dan membuat masalah "- Arthur M. Schlesinger Jr [syn: (praetorian)]¹. Jadi “politik pretorianisme” adalah intervensi militer ke dalam politik demokratis, mengalahkan dominasi sipil.

Praetorianism berasal dari bahasa latin Praetoriani yang berarti ’penjaga’ dan terma ini muncul sekitar tahun 275 SM pada masa Kekaisaran Roma . Pada saat itu, ’Praetorian Guard’ adalah angkatan bersenjata khusus yang tugasnya menjaga keselamatan para panglima Roma, tetapi kemudian berubah fungsi menjadi pengawal pribadi Kaisar. Pada masa kekaisaran Augustus, terdapat sembilan kelompok penjaga praetorian yang terdiri dari 1000 tentara di tiap kelompok, dan tugas mereka adalah berpatroli di sepanjang istana serta bangunan-bangunan utama di kota. Mereka mendapat bayaran yang lebih besar dari prajurit biasa, dan memiliki kapabilitas militer yang lebih baik pula. Para penjaga ini sering mendapat hadiah uang yang disebut ’Donativum’ dari para kaisar.


2. OPINI2 TENTANG PRETORIANISME

Opini ilmuwan politik Amos Perlmutter dalam bukunya The Military and Politics in Modern Times (1977), yang menggunakan pretorian dalam pengertian kondisi leadership suatu negara yang lemah memungkinkan masuknya kembali militer memegang tampuk kekuasaan. Bila pemerintahan sipil tidak efektif dan melembaga, badan eksekutif tidak dapat menguasai atau mengontrol tentara, maka keruntuhan kekuasaan eksekutif adalah suatu prasyarat bagi tampilnya pretorianisme. Dalam situasi seperti ini, tentara, berkat kekuatan aktual atau ancaman penggunaan kekuatan,dapat melaksanakan kekuatan politik otonom di dalam masyarakat.

Opini ahli politik tenar dan berpengaruh dari AS, Samuel P Huntington dalam salah satu bukunya yang terkenal, “Political Order in Changing Societies”, yang mengartikan pretorian secara lebih luas. Menurut Huntington, faktor-faktor penting yang menyebabkan golongan militer melakukan intervensi bukanlah alasan yang bersifat militer, melainkan politis, karena lemahnya struktur kelembagaan dan semrawut-nya politik yg terjadi dalam masyarakat, sehingga dalam negara pretorian bukan hanya tentara, tetapi semua kekuatan sosial melakukan politisasi. Semua jenis kekuatan sosial dan kelompok terlibat secara langsung di dalam politik umum. Politisasi semua kekuatan sosial tersebut terjadi, menurut Huntington, karena tidak terdapat lembaga politik yang efektif atau, kalaupun ada, lembaga politik itu terlalu lemah untuk mengartikulasikan kepentingan publik.

Menurut Takeshi militer menjadi Praetorian karena tidak profesional. Kesalahan dalam tesis Huntington terletak dalam rumusan konsep profesionalisme militer. Huntington mengasumsikan bahwa Keahlian (Sosial, tanggung jawab dan Corporateness) pergi bersama-sama. Dengan demikian, militer yang tidak bertanggung jawab adalah tidak profesional. Akibatnya, proposisi Huntington bahwa maksimalisasi militer profesionalisme meminimalkan kecenderungan militer untuk campur tangan secara langsung dalam politik ternyata menjadi proposisi normatif bahwa militer harus tetap politik netral dan tidak campur tangan dalam politik dalam rangka untuk menjaga profesionalisme. Tapi Takashi tidak mengatakan bahwa konsep profesionalisme itu sendiri tidak berguna.


3. BEBERAPA MODEL KONTROL SIPIL

Menurut ahli politik Eric Nordinger dlm bukunya “Soldiers in Politics”, terdapat 3 model kontrol militer terhadap masyarakat sipil. Pertama model Tradisional adalah model kontrol sipil biasa di negara monarki. Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan kerajaan sampai abad ke-18 di Eropa. Hal itu terjadi karena kaum aristokrat Eropa sbg elit sipil dan elit militer. Kedua elit ini berbeda, tp dalam kepentingan dan pandangannya hampir sama karena keduanya berasal dari golongan aristokrat. Golongan bangsawan tidak bisa memanfaatkan kedudukan militer mereka untuk menentang raja karena raja masih sangat dihormati sbg kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tindakan melawan raja melemahkan kedudukan politik, ekonomi, dan sosial mereka. Dalam model ini biasa tidak terjadi konflik antara sipil dan militer. Ketika terjadi konflik, mereka lebih memilih untuk mempertahankan statusnya sebagai sipil atau bangsawan yang memiliki previlege.

Kedua Model Liberal dengan jelas berdasarkan diferensiasi tugas dan wewenang sipil dan militer. Militer hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Selain itu, militer diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni. Seluruh kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh sipil. Model ini berupaya melakukan depolitisasi semaksimal mungkin terhadap militer. Semua hak militer yang diberikan untuk sipil bukan berarti memberikan kewenangan yang seenaknya kepada sipil untuk melakukan apapun terhadap militer. Namun sipil dituntut untuk memiliki civilian ethic;melakukan beberapa etika sipil, misal sipil harus menghormati militer, keahlian, dan otonomi, serta harus bersikap netral. Sipil tidak boleh melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi menyusupkan ide-ide politik bahkan menggunakan militer untuk kepentingan politik tertentu. Model liberal ini sebenarnya memiliki banyak kelebihan, tp segalanya bisa bermasalah ketika sipil tidak konsisten dalam setiap etika yang harus dipenuhi.

Ketiga Model Panetrasi adalah suatu model kontrol sipil yang melakukan penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk dalam partai-partai politik. Sipil dan militer adalah satu perangkat ideologi spt terjadi masa Orde Baru. Model ini hanya bisa diterapkan di suatu negara yang menerapkan sistem partai tunggal. Kontrol sipil terhadap militer dilakukan melalui dua struktur yaitu struktur militer itu sendiri dan struktur partai politik. Militer yang masuk dalam partai politik harus melepaskan semua aturan militernya dan masuk dalam aturan partai politik shg semua tunduk dalam aturan partai. Militer jadi tidak dominan peranannya. Model panetrasi ini biasanya diterapkan di negara komunis. Bila model ini diterapkan, sangat memperlihatkan supremasi sipil. Tp dalam keadaan tertentu, pelaksanaan yang kurang baik akan menimbulkan resiko tinggi,terjadi kudeta spt model liberal, dalam model panetrasi ini akan berakibat buruk ketika setiap aksi kelompok sipil mengganggu wilayah otonom militer.


4. CARA-CARA PRETORIANISME BERKUASA

Mengancam langsung pemerintah dengan kekuatan militer. Pernah dilakukan oleh Letjen T.B. Simatupang kepada Presiden Soekarno di tahun 1950-an, masa Orde Lama. Intervensi ke dalam pemerintahan dengan penguasaan otoritas pemerintah dalam bidang kebijakan militer. Membentuk partai politik untuk mengambil-alih kekuasaan pemerintahan spt dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Prabowo Subianto, dan Wiranto.


5. KLASIFIKASI TIPE PRETORIANISME

1. Tipe Moderator Praetorian

"Moderator" pretorian memakai hak veto atas keputusan pemerintah dan politik, tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Walau sipil yang memerintah, tp kekuasaan mereka tetap diawasi oleh militer. "Moderator" pretorian ini bertindak sebagai kelompok berpengaruh dan terlibat dalam politik. Dalam hubungan mereka dengan pimpinan sipil, kadangkala mereka mengancam akan melakukan kudeta. Jika perlu, mereka akan mengadakan satu kudeta pengganti dimana pemerintah dikudeta dan diganti oleh pemerintah sipil yg bisa dikuasai dan diterima militer. Misal di Argentina pernah ada masa pemerintahan presiden Frondzizi, pada tahun 1959 - 1962, dimana pihak militer bertindak sebagai "moderator"

2. Tipe Pengawal Pretorian
Pengawal pretorian menggulingkan pemerintahan sipil biasanya mereka sendiri memegang tampuk pemerintahan untuk periode 2 – 4 tahun. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe moderator pretorian yang ingin menghalangi perubahan politik dan mempertahankan peraturan politik. Sasaran mereka biasanya menguasai pemerintahan, berkuasa terhadap masyarakat sipil. Sasaran ini dapat terwujud jika sipil gagal menjalankan politik pemerintahan. Tipe pretorian ini biasanya coba meningkatkan kecakapan atau mengubah arah kebijaksanaan pemerintah sebelumnya, malah kadang cenderung melakukan perubahan sosisal ekonomi dalam ukuran yang sangat minim. Kemudian mereka mungkin melakukan pemecatan ahli politik yang sering melakukan tindak pidana korupsi dan curang dalam penyusunan struktur pemerintahan dan administrasi serta pembagian kekuasaan & fungsi ekonomi untuk kelompok sipil.

3. Tipe Pemerintah Praetorian
Pemerintah pretorian ini jarang diterima bila dibanding dengan moderator pretorian dan pengawal pretorian. Diperkirakan kasusnya tidak lebih dari 10 persen dari semua kasus campur tangan militer. Jika dibandingkan dengan moderator pretorian dan pengawal pretorian, maka penguasa pretorian bukan saja menguasai pemerintahan,tp mendominasi rejim,kadang menguasai sebagian besar kehidupan Politik, ekonomi dan sosial melalui pembentukan struktur yang bermobilisasi. Penguasa pretorian tidak pernah berjanji kepada sipil mengenai pengembalian kekuasaan dalam jangka waktu beberapa tahun, hanya mengatakan bahwa pihak sipil perlu dipulihkan. Misal pengumuman prinsip-prinsip dasar tahun 1974, masa pemerintah Jenderal Pirochet di Chili menegaskan bahwa tentara Chili akan terus berkuasa untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Tidak semua politik pretorianisme sangat buruk tapi ada juga yang berhasil. Misalnya Jenderal Kemal Ataturk di Turki, melakukan kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan kerajaan. Kemal telah membawa dan mengubah negara Turki menjadi sebuah negara maju dan modern. Dia melakukan :
1. Mengambil peran primer dalam memilih suatu sistem pemerintahan negara itu;
2. Memilih para sekutunya dari kalangan politik sipil dan abdi negara;
3. Menjadi sumber perubahan revolusioner yang melancarkan upaya mengalihkan negara pretorian menjadi non pretorian;
4. Membentuk partai politik sipil mereka sendiri; dan
5. Melembagakan tradisi bahwa militer dalam markas harus berfungsi sebagai pelindung pemerintahan sipil.
(1 Untuk Takashi Shiraishi dalam tulisan Military in Politics dalam Scapilino Robert, Seisaburo Sato and Jusuf Wanandi, eds. Asian Political Institutionalization California: University of California, 1986, mengritisi opini Samuel Huntington).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar