NILAI KEMANUSIAAN UNIVERSAL
Oleh : Melvin
M.Simanjuntak, STh, Msi
PENGANTAR
Untuk mengenal secara mendalam tentang nilai-nilai kemanusiaan yang
universal, berlaku umum dan mendunia maka sangat perlu kita terlebih dulu
menjelajahi pemikiran filsafat kemanusiaan, karena inti pokoknya adalah
“MANUSIA DAN DUNIANYA”. Terdapat paling tidak 2 pemikiran filsafat yang
berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, yakni :
EKSISTENSIALISME dan juga HUMANISME. Pokok dan titik sentral filsafat eksistensialisme : -eksistensi
(ke-ber-ada-an) manusia; cara manusia berada, mengada-dirinya, dan
keberadaan-nya di dunia. Manusia menjadi unsur sangat penting
di dunia, sehingga titik tolaknya adalah “ego-sentrisme”. Istilah definisi yang
sering dipakai : manusia ialah kebebasan. Artinya tidak ada kebebasan tanpa
manusia, kebebasan menjadi bermakna karena manusia dan kebebasan bisa
dimengerti di dalam pengertian keberadaan (eksistensi) manusia.
Filsuf tenar Perancis membuat diktum, “human is condemned to be free“,
“manusia dikutuk untuk bebas. Akibat kutukan kebebasan itulah manusia menjadi
bebas berbuat. Manusia menciptakan kondisi dan situasinya dunianya sendiri.Ada
2 cara manusia mengada: 1. etre en soi, being in itself (berada dalam
diri sendiri), 2. etre pour soi,being for itself (berada untuk dirinya
sendiri). Filsuf Denmark Soren Kierkegaard, sbg perintis filsafat eksistensialisme
menyoroti kisah dosa Adam di Taman Eden. Menurut Soren, ketakutan dan kecemasan
ketika berhadapan dengan kebebasannya sendiri menimbulkan “dosa asal”. Jadi
ketakutan dan kecemasan selalu menghantui kebebasan manusia. Kemudian dlm
perkembangan eksistensialisme jadi 2 pokok pemikiran besar, yakni :
1. Eksistensialisme,menemukan makna keberadaan dirinya di dalam pelukan Tuhan.
Keduanya tidak dapat dipisahkan dan kehilangan makna jika dipisah. Para filsuf
di sini adalah Kierkegaard, Karl Jaspers, Martin Buber, Gabriel Marcel, Paul
Tillich, dll. Inilah berkembang jadi POSTMODERNISME POSITIF.
2. Eksistensialisme bermakna hanya untuk dirinya. Keberadaan “pihak lain”
(baik Tuhan dan manusia lain) dianggap mengancam kebebasan. Pemikiran ini
melahirkan istilah “homo homini lupus”, keberadaan orang lain jadi lawan
dirinya, yang menjadi salah satu prinsip politik modern.
Di Perancis eksistensialisme juga dikenal
sebagai “HUMANISME”, yang dikembangkan Erasmus Huis. Puncak gerakan humanisme
terjadi ketika Perancis memasuki revolusi, yang mengobarkan semangat humanisme,
yang mementingkan “kebebasan”, “kesetaraan”, “persaudaraan” (liberte,
egalite, et fraternite. Semangat eksistensialisme dan humanisme harus dimengerti pada “action”
(perbuatan), bukan pada “quietism” (kebungkaman), dengan landasannya: “I ought to commit myself and then act my
commitment”, “saya harus komit dan berbuat dalam komitmen”. Masalahnya
manusia tidak bisa menipu dirinya (self-deception)
dari tanggung jawab yg terlibat (enggagement) di dalam dunia sosio-politis.
Makna kebebasan manusia harus diletakkan pada relasi maupun rivalitasnya di
dunia; mencari lawan atau mencari kawan. Di Inggris, negara pertama mencetuskan Hak Asasi
Manusia, tertuang di Magna Charta (disebut juga sbg “Libertatum Magna Charta)
tahun 1215 membatasi kewenangan Raja John, tdk semena-mena kn Tuhan juga tdk
semena-mena, tdk ada diskriminasi antara warga kehormatan dan budak. Bagian ini
juga masuk dalam konstitusi Inggris, “Bill of Rights” 1689. Di Amerika Serikat Franklin Roosevelt pada 6 Januari 1941 menegaskan “Four Freedoms” yakni
:1. Freedom of speech and expression (bebas bicara dan ekspresi), 2.Freedom of
worship (bebas beribadah), 3.Freedom from want (bebas dari keinginan), 4.Freedom
from fear (bebas dari takut). Pandangan 4 Kebebasan tsb masuk dlm kata2 pembukaan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights) yang berbunyi,
"Sedangkan mengabaikan dan memandang rendah hak asasi manusia telah
mengakibatkan tindakan biadab yang marah hati nurani umat manusia, dan
munculnya sebuah dunia di mana manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan
berbicara dan beragama; kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah
dinyatakan aspirasi tertinggi dari rakyat biasa…”. Hak Asasi Manusia di Indonesia juga dijamin UUD
1945 mencakup :1.sama kedudukan di hukum dan pemerintah, 2.hak bekerja dan
hidup layak,3.hak membela negara,4.hak bebas berkumpul, berserikat, 5.hak bebas
berpikir lisan dan tulisan, 6.hak pendidikan,7. hak dipelihara negara jika
miskin.
II. TEORI-TEORI SEPUTAR KEMANUSIAAN
A Theory of Justice by John Rawls
: Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu Ia melihat tentang Equal
Right dan juga Economic Equality. Dalam Equal Right harus
diatur different principles sbg prinsip pertama bekerja atau dengan kata
lain prinsip perbedaan akan bekerja jika basic right tidak ada yang
dicabut (tidak ada HAM yg dilanggar) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang
kurang beruntung. Basic Rights harus terpenuhi sbg jalan untuk menegakkan
kesetaraan. Rasionalitas ada 2 bentuk yaitu Instrumental Rationality
dimana akal budi yang menjadi instrument untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
pribadi dan kedua yaitu Reasonable, yaitu bukan fungsi dari akal budi
praktis dari orang per orang.
Menurut Rawls ada beberapa asumsi
dasar yg bekerja di masyarakat, yakni :
1. anggota masyarakat tidak memandang tatanan
sosial masyarakat tidak berubah. Masyarakat harus menuju keadilan, sehingga
masyarakat terbuka pada perubahan, terutama perubahan struktur sosial.
2. kerjasama dibedakan dengan aktifitas yang
terkoordinasi hal ini dapat dilihat dari :
A. Bentuk
kerjasama selalu berpijak pada keadilan sedangkan coordinated activity berpijak
pada efektifitas/ efisiensi
B. Kerjasama (organizing principle)
aturan dibuat untuk mengatur anggota-anggotanya (mengikat, mengatur
kepentingan-kepentingan anggota) sedangkan dalam coordinated activity
aturan dibuat untuk kepentingan yang membuat aturan.
C. Dalam kerjasama (organizing principle)
harus sah secara publik (harus disepakati oleh partisipan) sedangkan dalam coordinated
activity tidak ada organisasi, aturan tidak harus sah secara publik.
Menurut Sosiologi Modern, Ulrich
Beck, Masyarakat beresiko (The Risk Society), adalah bentuk pergeseran baru
dari masyarakat industrial. Ini merupakan bentuk masyarakat akibat refleksif
modernitas (reflexive modernity), yakni bagaimana resiko dihalangi,
diminimalkan, atau disalurkan. Resiko diproduksi dari sumber-sumber
kesejahteraan di masyarakat modern dari berbagai aktivitas kehidupan.Nilai universal: perlindungan manusia,
termasuk harga diri manusia. Nonhegemonik: pengakuan terhadap ‘sisi lain’ yang direpresentasikan oleh
individu/ kelompok dari latar budaya berbeda, masa depan, nature, obyek,
alasan/cara berpikir diversifikasi (keragaman) aktor
Selain teori itu David Held
dengan teori kritisnya: lemahnya demokrasi ketika hanya menjadi sebuah kebijakan
nasional. Seperti ijin untuk penebangan hutan hujan, yang mungkin akan
membahayakan pihak lain, secara formal tidak ada tanggung jawab dari negara
pengambil keputusan jika terjadi bencana di luar teritorinya. Pertumbuhan yang
cepat dari interkoneksi dan interrelasi antara negara dan masyarakat yang
bersifat cenderung kompleks, muncul tantangan terhadap demokrasi dalam
batas-batas negara. Globalisasi
merupakan fenomena multidimensional yang meliputi domain aktivitas dan interaksi
yang beraneka ragam, termasuk ekonomi, militer, budaya, sosial, politik,
lingkungan dan sebagainya.
Menurut teori Marta Nussbaum
(1999) : Pandangan kosmopolitan, yang mengatakan, “Kenali kemanusiaan di mana
pun seseorang menghadapi hal itu, tidak terhalang oleh sifat yang aneh bagi
mereka dan menjadi bersemangat untuk memahami kemanusiaan di semua samaran yang
aneh. (Nussbaum, 1999). Pemikiran kosmopolitan saling menerima dan mengerti
tidak berarti manusia meninggalkan identitasnya seperti, agama, etnis, ras,
budaya dan kenegaraan, namun ia menekankan pentingnya melihat segalanya untuk
kebaikan bersama seluruh penduduk bumi sehingga menciptakan toleransi yang
besar. Martha Nussbaum bersama peraih Nobel Ekonomi Amartya Sen merumuskan
pendekatan kapabilitas (capabilities approach), yakni suatu pendekatan untuk
mengukur tingkat kebebasan yang substantif, misalnya, kemampuan untuk hidup
panjang, terlibat dalam berbagai transaksi ekonomi dan partisipasi dalam
aktivitas politik.
Catatan: tulisan ini merupakan slide dari perkuliahan yang diberikan penulis, yang diracik dari berbagai sumber referensi, sebagaimana dapat dipahami dari tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar