Pemikiran Sesat dan Siasat Gereja
Oleh : Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi
1.
PENGANTAR
Terminologi
“sekte” senada dengan istilah “aliran”, yang bisa dikatakan masih bagian atau
ada hubungan atau terjadi karena perbenturan persepsi pemikiran yang
dipercayai. Berbeda dengan “bidat” yang berkonotasi negatif, sebagai aliran
yang sangat berbeda, lain, dan terlalu jauh menyimpang dari kaidah yang normal.
Tulisan ini memakai terminologi “bidat” untuk tujuan memperjelas pembahasan
aliran yang dianggap gereja menyesatkan atau dianggap sebagai “patologi
keagamaan”, sehingga batasan yang menjadi tulisan ini tidak meluas agar tidak
membuat bingung.
Menurut saya kemunculan bidat
disebabkan karena 2 hal, yakni arus pemikiran dari luar berjumpa dengan Injil
sehingga terjadi konfrontasi, ekses dari perdebatan pemikiran teologis tentang
sejumlah tematis Alkitab atau Injil di mana sampai kepada suatu keputusan akhir
untuk mengecam, menyatakan sesat, bahkan pula mengutuknya. Nah, perlu wisata
petualangan untuk masuk menjelajahi pemikiran dari awal kemunculan Kristen
sampai keadaan sekarang. Namun jujur saja perkembangan keadaan bidat bagi
gereja merupakan suatu tantangan iman tersendiri di mana gereja harus melakukan
2 hal sekaligus, yaitu melakukan tindakan preventif untuk membentengi jemaat
dari pengaruh ajaran bidat, dan melakukan tindakan purifikasi atau pembersihan
ajaran dengan siasat gereja setelah ada klarifikasi agar tidak bercampur dengan
ajaran resmi gereja.
2. PEMIKIRAN SESAT DAN SIASAT GEREJA
Secara historis kemunculan bidat sama tuanya dengan
kemunculan gereja. Tentu di awal-awal kekristenan sudah terdapat pihak-pihak
yang tidak puas dan tidak dipenuhi kebutuhan rohaninya sehingga menimbulkan
suatu pemikiran teologis tersendiri. Jika pemikiran tersebut berasal dari luar,
tentu tidak akan berat pergumulan Kristen mula-mula, namun kemunculan pikiran
teologis yang terjadi ada pula muncul dari tengah-tengah jemaat. Misal Surat 1
Korintus 3 mengetengahkan adanya perbedaan persepsi cukup tajam antara Rasul
Paulus, Apolos, dan Kefas. Perbedaan tersebut muncul dari tanggapan, dan
pemahaman yang ditangkap setiap warga jemaat berbeda-beda.Yang satu lebih dapat
menerima siraman rohani dari Paulus, satunya lagi dari Apolos, dan satunya lagi
lebih dapat menerima percikan rohani dari Kefas.
Analogi yang relevan terhadap perbedaan persepsi
tersebut adalah khotbah-khotbah dari para pendeta. Terhadap pendeta A karena
bisa buat ketawa terkekeh-kekeh maka dikatakan, ”Tabo nai jamitana”, ”jago do
hape pandita i”, tapi terhadap pendeta lain yang serius dan tidak ada lucunya
maka mungkin ada warga jemaat mengatakan,”Ai dia do pandita on, ndang tabo
jamitana”, ”ah, gabe mondokhondok au nuaeng”, sampai kepada pikiran rada
miring, ”Pandok ma disi panditanami!”. Ada
juga tidak komentar dalam hatinya tapi ketika ditanya, apa isi pokok khotbah
tadi maka dijawabnya,”ndang huboto bah !”. Mungkin karena ganteng pendetanya,
warga jadi terpesona, atau kurang ganteng jadi timbul kurang pesona. Jadi
macam-macam respon jemaat terhadap khotbah pendeta, berakibat pada munculnya
sentimen emosional, bukan kecerdasan emosional, yang disebut di perikop
tersebut sebagai “iri hati”,”roha pangiburu”.
Hal berbeda terdapat di dalam Kisah Para Rasul 14, Surat Galatia ,
dan Surat Kolose. Di dalam Kisah Para Rasul pasal 14 Rasul Paulus langsung
konfrontasi untuk menghadapi ajaran pemikiran filsafat Stoa sehingga muncul
persepsi di antara mereka bahwa Barnabas disebut Zeus, dan Paulus disebut
Hermes. Di mitologi Yunani, juru bicara dewa tertinggi yang disebut Zeus adalah
Hermes. Dari kata Hermes inilah diambil istilah untuk “Hermeneutika” sebagai
ilmu tafsir di dalam disiplin ilmu teologi. Lain lagi di Surat
Galatia
di mana Rasul Paulus menghadapi 2 ajaran sekaligus yang berbeda sama sekali
yang berkembang di dalam iman jemaat, yakni aliran Gnostisisme
dan Libertinisme. Gnostisisme adalah ajaran
yang menekankan pada penggunaan kekuatan akal sehat, rasio
atau gnostos, yang mendapat angin setelah munculnya pemikiran
filsafat yang menyatakan bahwa manusia adalah mahluk berpikir, cogito
ergo sum dari Rene Descartes (terkenal dengan diagram Cartesius di
dalam ilmu matematika) dan Immanuel Kant. Karena itu jika sesuatu tidak
rasional maka patut ditolak menurut Gnostisisme sebagai kriteria. Paham Gnostik
mengilhami kemunculan bidat Christian Science, Sciencetology, dan New Age
Movement dalam hal yang prinsipil. Namun paham Gnostisisme juga menjadi alasan
kemunculan bagi rasionalisme, nihilisme, eksistensialisme, dan humanisme.²
Berbeda dengan Gnostisisme, kalau Libertinisme
amat menekankan pada kebebasan (libertus). Kristus telah
memerdekakan setiap orang Kristen dari belenggu dosa, karena itu setiap orang
memiliki kebebasan dalam segala hal dan dalam arti seluasnya, sehingga membuat
beberapa warga jemaat merasa tidak perlu bertanggung- jawab. Kebebasan tiada tara menurut ajaran resmi gereja adalah salah, tidak
dapat dibenarkan. Karena manusia menjadi tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya, menjadi orang yang apatis, dan membuat manusia sesukanya. Libertinisme
berbeda dengan paham yang berkembang saat ini bidang ekonomi, Liberalisme
yang keturunannya Neoliberalisme berkongsi dengan Globalisasi.
Tapi Libertinisme ini dapat dikatakan menjadi cikal bakal
pemikiran tajam dari Eksistensialisme yang dikembangkan John
Stuart Mill di Inggris, Jean Paul Sartre di Perancis, Martin Heidegger di
Jerman, Fuad Hassan di Indonesia. Demikian juga pemikiran Humanisme,yang
dipikirkan Erasmus Huiz.³ Eksistensialisme dan Humanisme
dalam arti pengertian mereka memandang manusia menjadi pusat dari segala
sesuatu, dan manusia adalah mahluk yang paling berharga serta terpandang,
sedang yang lain jika bertentangan harus dimusnahkan. Dalam koridor tersebut
timbul istilah “homo homini lupus”, tiap kelahiran manusia
menjadi ancaman terhadap kebebasan manusia lain, demikian juga keberadaan
Tuhan. Di bidang politik istilah “homo himini lupus”
mendapat makna sebagai rivalitas.
Lain lagi tantangan bidat yang muncul di Surat
Kolose, yakni Asketisme. Asketisme sebenarnya telah dipelopori
oleh para pengikut Yohanes Pembaptis, yang kemudian dikenal sebagai “Sekte
Qum’ran” berdasarkan penemuan gulungan tulisan (magilot)
yang diyakini para peneliti sebagai persekutuan asketisme.
Menurut pandangan teolog modern Yohanes Pembaptis setelah membaptis Yesus
Kristus secara simbolis tetap memberikan pengajaran di sekitar sungai Yordan
sebagai basis pelayanannya, dan tidak ingin memasuki “dunia keramaian” dan
“dunia kebisingan”, karena membuat mereka menjadi tidak sakral dan dianggap
sebagai “dunia penuh dosa”. Di masa Yohanes Pembaptis dan pengikutnya hanya
pengasingan (mirip pertapaan) sebagai bentuk pengudusan dan pengimanan yang
benar. Tapi perkembangan lebih lanjut sebagaimana dihadapi Rasul Paulus, mereka
sudah melangkah sangat maju pemikirannya. Pertama menurut asketisme
proses penyelamatan terjadi hanya melalui anugerah. Kedua asketisme
sangat menekankan pada ajaran perbuatan baik, di mana sangat menentukan dalam
kehidupan manusia (mirip pahala dalam Islam). Dan terakhir asketisme
memerintahkan para pengikutnya untuk menjalankan puasa walau dalam kondisi
sakit sekalipun. Karena dalam penderitaan terdapat kenikmatan dan kebahagiaan.
Di Porsea dulu sekitar tahun 1960-an sempat muncul bidat Parsiak Bagi, mirip
dengan asketisme.
Di masa Bapa-bapa Gereja terdapat perbedaan
pemikiran yang cukup tajam tentang suatu tematis di dalam Alkitab. Misal
keberadaan Yesus Kristus sebagai Anak Allah atau dogma tentang “trinitas”. Nah,
mari kita menerawang satu per satu bagaimana sebenarnya muncul pemikiran ajaran
sesat pada awal kekristenan? Pandangan sesat pertama justru datang dari seorang
warga jemaat bernama Marcion, saudagar kaya raya hingga mampu mendirikan sebuah
gereja. Menurut Marcion, Allah Perjanjian Lama (PL) dan Allah Perjanjian Baru
(PB) sangat berbeda. Allah PL
bersifat terbatas, kurang sempurna, kurang mulia, dan kurang memiliki kemampuan
dasyat. Karena itu Allah PL
bersifat pemarah, pendendam, dan kejam. Allah PL tidak mengutus Yesus Kristus
datang melawat dunia melainkan Allah lain yang menurutnya benar dan berlaku
adil, namun Allah PL
yang menjebak Yesus untuk disalibkan karena sifat benciNya. Akibat pandangan
Marcion sedemikian rupa, membenci semua unsur Taurat di PL maka Marcion menolak
dan membuang semua kitab PB yang terkait dengan PL. Kitab-kitab PB yang
diterimanya adalah Kitab Lukas dengan meniadakan kisah kelahiran Yesus, semua surat para rasul kecuali
Surat Timotius dan Surat Titus.4 Hasil pekerjaan
Marcion itu disebut sebagai “Kitab Marcion”. Ajaran Marcion berkembang mulai
abad ke 2 hingga abad ke 5, kemudian dinyatakan sebagai ajaran sesat.
Perkembangan selanjutnya sangat ramai bahkan
perdebatan sengit pun tidak terhindarkan. Perdebatan tersebut lahir di kalangan
para pemimpin gereja, di antaranya sangat penting disebut Arius, Apolinaris, dan
Nestorius. Dari kata “nestorius” menjadi “nestorian” bagi pengikutnya datang
istilah “nasrani”. Menurut Arius, presbiter dari Aleksandria,Yesus Kristus
tidak sama dan tidak serupa dengan Allah Bapa, namun ciptaan Allah Bapa yang
tertinggi serta ciptaan yang tertua. Allah Bapa menciptakan segala sesuatu
kemudian melalui Yesus Kristus, namun Yesus Kristus tidaklah kekal adanya.
Karena Yesus Kristus memiliki ketaatan yang tinggi maka Allah Bapa memberi
tempat terhormat kepadaNya. Dasar pandangan ini yang dikemudian diambil oleh
seorang warga Amerika Serikat (AS) berdarah Yahudi, Charles Taze Russel untuk
mendirikan Saksi Yehova (Jehova Witnessing). Persoalan
kesehakekatan (homo-ousios) atau ketidaksehakekatan (hetero-ousios)
Yesus Kristus dengan Allah Bapa akhirnya dibawa ke dalam Konsili Nicaea I tahun
325 M. Hasil konsili memutuskan bahwa ajaran Arius sesat, dikutuk dan untuk
melawan ajaran Arius dikumandangkan Pengakuan Iman Nicea yang sangat terkenal
tersebut.5 Apolinaris, uskup
dari Laodekia justru berpendapat bahwa Yesus Kristus hanya memiliki tubuh dan
jiwa, namun tidak memiliki roh sebab rohNya telah diganti oleh Logos
(Yohanes 1). Karena itu Yesus Kristus bukanlah manusia melainkan Ilahi, sama
dengan Allah Bapa. Pandangan ini sering disebut “monofisitisme”.
Pada tahun 377 M ajaran Apolinaris dinyatakan sesat oleh Damasus I dan
dikukuhkan dalam putusan Konsili Konstantinopel II tahun 553 M bahkan dikutuk.
Demikian juga pandangan Nestorius yang memisahkan
ketuhanan Yesus dan kemanusiaan Yesus, dengan alasan jika benar Yesus adalah
sungguh Tuhan dan sungguh manusia maka tidak ada keesaan Tuhan melainkan
keduaan Tuhan. Sedang pandangan Eutikianus menyatakan bahwa unsur kemanusiaan
dan keilahian Yesus Kristus bercampur padu, namun tentu keilahianNya melebihi
kemanusiaanNya. Kedua pandangan ini, Nestorius dan Eutikianus dibicarakan dalam
Konsili Kalsedon tahun 451 M. Hasilnya kedua pandangan tersebut dinyatakan
sesat, kemudian dikeluarkan Pengakuan Iman Kalkedon. Dengan keluarnya kredo
Kalsedon maka Gereja menyatakan 4 hal penting. Pertama Yesus
Kristus memiliki sifat keilahian yang sempurna, untuk menangkal ajaran Arius. Kedua
Yesus Kristus memiliki sifat manusia yang sempurna, untuk menangkal ajaran
Apolinaris. Ketiga kedua sifat tersebut tidak terpisahkan dan
berada dalam satu pribadi, untuk menangkal ajaran Nestorius. Keempat
kedua sifat itu juga tidak bercampur atau saling melebihi, untuk menangkal
ajaran Eutikianus.6 Keempat pernyataan Gereja tersebut sampai kini
menjadi pijakan dogma Kristen, yang dipegang oleh Gereja Katolik, Gereja
Kristen Orthodoks Timur, Gereja Protestan Lutheran, Gereja Protestan Calvin,
dst. HKBP termasuk gereja dari aliran Lutheran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar