Selasa, 06 Mei 2014

NAPAS REFORMASI DAN TRANSFORMASI ATURAN DAN PERATURAN (AP) HKBP 2002

NAPAS REFORMASI DAN TRANSFORMASI
ATURAN DAN PERATURAN (AP) HKBP 2002
Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh, MSi1


I.             PRINSIP DAN JIWA AP 2002
1.      Tiap perubahan tentu bergerak maju ke depan, memikirkan tantangan, peluang, dan pergumulan yang akan dihadapi di masa depan. Karena itu perubahan bukan setback, atau kembali ke belakang melainkan pergerakan dan arak-arakan untuk menyongsong hari depan dengan penuh gemilang dan keyakinan yang tinggi. Coba kita bayangkan jika sistem ketatanegaraan kita kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen, betapa besar kekuasaan seorang presiden walaupun di atas teori hanya disebut mandataris MPR. Demikian pula HKBP jika ada keinginan untuk kembali menghidupkan model “parhalado pusat” maka kita telah menciptakan masalah baru, dan set back, suatu lagkah kemuduran di tengah kebisingan suara-suara kuat untuk perubahan. Apakah kita tidak membaca kecenderungan arus perubahan itu?
2.      Dalam perspektif teologis, antropologis, dan sosiologis  kebatakan terdapat elemen ketigaan yang mempengaruhi persepsi dan perilaku orang Batak. Aspek teologi terdapat pemahaman trinitas (Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus), tri-benua (banua ginjang, banua tonga, dan banua toru), dan ketiga suara gerejawi (suara kenabian, suara keimaman, dan suara kerajaan). Aspek antropologis dan sosiologis terdapat pemahaman tentang Dalihan Na Tolu yang mencakup unsur hulahula, dongantubu, dan boru. Selain aspek teologis, antropologijs, dan sosiologis, juga terdapat aspek politis yang dikenal sebagai  TRIAS POLITIKA di mana distribusi arus kekuasaan mencakup dan dibagi menjadi 3 bidang kuasa yang disebut eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Alangkah apik dan brilian jika kita dapat memakai perangkat pemikiran dari aspek-aspek teologis, sosiologis, antropologis, dan politis dalam memandang dan merenungkan distribusi kuasa pada pelayanan gereja terbesar yang kasat mata amat jelas terdiri dari elemen pimpinan pusat sebagai lembaga eksekutif, KRP sebagai lembaga yudikatif, dan MPS sebagai legislatif? Masalahnya kita sudah terjebak dalam kepahitan dan penderitaan yang amat melukai keadilan, dan sensitivitas kemanusiaan sehingga sulit untuk keluar menghasilkan pemikiran jitu, strategis, kritis, dan realitis.
3.      Dalam Sinode Godang tahun 2002 yang memproduksi Aturan dan Peraturan sekarang ini sebenarnya terdapat konvensi untuk membawa HKBP keluar dari semangat rekonsiliasi dengan pola restrukturisasi, namun rupanya sinodisten asyik dengan nostalgia sehingga kekurangcermatan tersebut membuahkan situasi sosial penatalayanan kita saat ini. Transformasi permasalahan yang ada di dalam gereja HKBP serta merta dialihkan menjadi persoalan struktur dan sistem penatalayanan yang baru ini. Ini masalah baru hasil ciptaan periode kepemimpinan terdahulu, sehingga suka atau tidak suka kita harus berlapang dada dan berjiwa besar untuk memikirkan kembali di mana kekurangannya untuk mencapai kesempurnaan.

II.          DASAR PEMIKIRAN REVISI / AMANDEMEN2
1.      AP HKBP 2002 telah bertentangan dan berlawanan dengan perangkat pelayanan gereja HKBP yang lain, yakni Konfesi tahun 1951 dan 1996. Konfesi tahun 1996 bukan memperbaharui atau mengganti Konfesi tahun 1951 melainkan hanya sebagai komplementer atau bersifat suplemen saja sehingga kedua Konfesi tersebut harus dipandang berlaku di dalam penatalayanan gereja HKBP. Di Pendahuluan Konfesi 1951 ajaran Katolik, Advent, Pentakosta, dan  juga HKI masih tergolong bidah dan ajaran menyesatkan.  Pernyataan tersebut kembali ditegaskan secara eksplisit dalam Pasal 6 di Konfesi 1996 dengan menolak dogma Katolik tentang keselamatan tanpa argumentasi teologis yang memadai. Demikian juga masalah bahasa roh (glosalalia) di pasal 1 tentang Allah Roh Kudus serasa konfrontatif dengan semangat visioner HKBP sebagai gereja yang inklusif, dialogis, dan terbuka. Lantas pertanyaan urgensi kita, apakah Konfesi HKBP sebagai sumber dogma gereja HKBP berkedudukan hukum gereja lebih rendah dari AP HKBP? Apakah pergeseran ini akan membuat HKBP sama saja dengan HKBP yang memandang tradisi gereja lebih tinggi dari Firman Tuhan? Lalu apa kehebatan dogma HKBP di dalam Konfesi yang membuat HKBP diterima menjadi anggota LWF? Lalu apa dasar teologis atau latar belakang sehingga HKBP menganggap HKI sebagai bidah dan ajaran sesat?

2.      AP HKBP 2002 sangat kontras dan tidak senada dengan siasat gereja HKBP yang bernama Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP). Di RPP HKBP halaman 16 dan 18 masih disebutkan kedudukan dan jabatan “wakil pendeta ressort” padahal di dalam AP HKBP 2002 sudah tidak disebutkan lagi. Di halaman 16 di RPP masih disebutkan adanya Sinode Ressort padahal di AP HKBP 2002 hanya terdapat Rapat Ressort dan Sinode Distrik, selain Sinode Godang. Kita dapat menganggap ini hanya masalah semiotika dan etimologis saja, namun perbedaan tersebut cukup mengganggu kita jika memakai RPP HKBP untuk kepentingan gereja, menertibkan warga jemaat dan pelayanan.
3.      Nuansa perbedaan tersebut sama sekali tidak menegaskan dan menguatkan napas teologis yang dimiliki gereja HKBP sehingga teologi yang ada saat ini serta merta tidak akan mampu memberi jawaban teologis yang memadai bagi warga jemaat terhadap ragam tantangan dan pergumulan yang trendi saat ini, apalagi jika berbicara untuk 5-10 tahun ke depan. Misal saya sering berbicara pada acara adat dan diskusi-diskusi bahwa ulos dapat diberikan peran dan fungsi di dalam acara pernikahan dan acara pemakaman (sebelum tutup batang) namun banyak ditentang keras, dan akhirnya Katolik dengan model inkulturasi-nya ternyata memanfaatkan ulos untuk prosesi pernikahan. Padahal HKBP pernah memakai tongkat tunggal panaluan ketika pentabisan pendeta di Samosir dan sekarang tidak ada percikan teologisnya. 


III.       POKOK PIKIRAN PENTING AMANDEMEN
1.      Struktur di tingkat Huria/Jemaat
a.       Posisi pendeta ressort sebagai Uluan huria di sabungan harus dipertegas dan posisi dan fungsi partohonan guru huria di sabungan
b.      Sesuai rapat pelayan tahbisan di jemaat salah satunya adalah mengangkat dan menetapkan sekretaris huria, sehingga dalam struktur huria harus ditambahkan satu poin tentang sekretaris huria dan tugas-tugasnya.
c.       Guru huria yang ditempatkan di sabungan menerima tugas-tugas pelayanan dari pendeta ressort/uluan ni huria
d.      Pendeta yang ditempatkan di sabungan menerima tugas-tugas pelayanan dari pendeta ressort/uluan ni huria
e.       Pengistilahan tentang “wakil pendeta ressort” dan “Sinode Ressort” dalam RPP dan Konfesi agar disinkronkan dengan AP 2002 atau sebaliknya
2.      Struktur di tingkat Ressort
a.       Memasukkan Dewan Koinonia, Dewan Marturia, dan Dewan Diakonia di tingkat ressort
b.      Diadakan rapat-rapat dewan yang dipimpin Uluan ni huria
3.      Revisi terhadap Peran dan Fungsi MPS
a.       MPS harus dipilih dan diangkat di Sinode Godang
b.      Tugas dan tanggung jawab MPS adalah di Sinode Godang
c.       Rapat MPS diadaan sekali 4 tahun untuk menerima dan atau menolak laporan pertanggung-jawaban pimpinan pusat
d.      Jika tidak diterima 2/3 anggota MPS laporan tanggung jawab tersebut maka MPS berhak mengusulkan Sinode Godang Istimewa.
4.      Revisi terhadap Peran dan Fungsi Rapat Pendeta
a.       Rapat Pendeta diadakan sekali dalam dua tahun untuk mencermati pesatnya perkembangan teologi
b.      Rapat Pendeta dapat membicarakan tentang Aturan Peraturan untuk diusulkan pada Sinode Godang
c.       Rapat Pendeta berhak mengusulkan  Sinode Godang Istimewa apabila terdapat kesulitan-kesulitan yang urgen dan fatal
d.      Ketua Rapat Pendeta masuk dalam struktur
e.       Ketua Rapat Pendeta dapat mengadakan dan mengusahakan advokasi kepada pendeta
5.      Revisi terhadap Kedudukan dan Fungsi Sinode Godang
a.       Apabila terjadi masalah serius yang tidak berujung maka perlu ada Sinode Godang Istimewa di klausul peraturan
b.      Pimpinan HKBP sekali empat tahun memberikan laporan pertanggung-jawaban, sehingga perlu diadakan Sinode Godang Kerja.
c.       Sinode Godang Kerja sekali dalam 2 tahun menerima laporan pertanggung-jawaban pimpinan pusat HKBP


1  Pendeta Ressort di HKBP Ressort Agape, salah satu Tim Amandemen Aturan Peraturan di HKBP Distrik VI Dairi, tamat master sains dari Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2005, kini dosen PPKn pada FKIP Universitas HKBP Nommensen di Pematangsiantar, Sumatera Utara
2  Sebagian besar data di dalam pemikiran revisi dan pokok pemikiran telah disampaikan pada Rapat Pendeta HKBP Distrik VI dairi pada tanggal 22-25 Juni 2009 dan menjadi keputusan distrik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar