Jumat, 16 Mei 2014

KEBUDAYAAN MENTALITAS & PEMBANGUNAN MENTALITAS

“KEBUDAYAAN  MENTALITAS  &
PEMBANGUNAN  MENTALITAS“

Oleh  :Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi



PENGERTIAN MENTALITAS

Sebelum tulisan ini mengupas tentang kebudayaan mentalitas dan pembangunan mentalitas maka ada baiknya dicermati dulu beberapa definisi tentang kata “mentalitas”. Menurut pengertian kamus, mentalitas ialah keadaan dan aktivitas jiwa (batin), cara berpikir, dan berperasaan. Sedangkan Koentjaraningrat mendefinisikan mentalitas perlu suatu orientasi nilai budaya utk menilai tinggi hasil dari karya manusia. Jadi “mentalitas” adalah totalitas produk akal dan nurani sehat manusia yang bernilai dan bermanfaat.

BEBERAPA TIPOLOGI MENTALITAS BUDAYA MASYARAKAT

Menurut sosiolog terkenal Rusia, Pitirim Sorokin, mentalitas budaya masyarakat dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian pokok sebagai berikut :
1. Kebudayaan Ideasional
Tipe ini berdasar pikiran bahwa kenyataan akhir itu bersifat nonmaterial, transenden, dan tidak dapat ditangkap dengan indera. Dunia ini dilihat sebagai suatu ilusi, sementara, dan tergantung pada dunia transenden, atau sebagai aspek kenyataan yang tidak sempurna dan tidak lengkap. Kenyataan akhir merupakan dunia Allah atau nirwana, atau suatu konsepsi lainnya mengenai ada yang kekal dan tidak materil. Kebudayaan Ideasional ini pun dirincinya lebih lanjut.
       1.1. Kebudayaan Ideasional Asketik
Mentalitas ini memperlihatkan suatu ikatan tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak mungkin kebutuhan materil manusia supaya mudah diserap ke dalam dunia transenden.
1.2. Kebudayaan Ideasional Aktif
Selain untuk mengurangi kebutuhan inderawi, tipe ini berusaha mengubah dunia materil supaya selaras dengan dunia transenden.
2. Kebudayaan Inderawi (Sensate Culture)
Tipe ini didasarkan  pemikiran bahwa dunia materi yang kita alami dengan indera adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Eksistensi kenyataan adi-indewawi atau yang transenden disangkal.  Kebudayaan Inderawi ini juga dijelaskan lebih lanjut.
       2.1. Kebudayaan Inderawi Aktif
Kebudayaan ini mendorong usaha aktif dan giat untuk meningkatkan sebanyak mungkin pemenuhan kebutuhan materil dengan mengubah dunia fisik ini sedemikian, sehingga menghasilkan sumber-sumber kepuasan dan kesenangan manusia. Mentalitas ini mendasari pertumbuhan teknologi dan kemajuan-kemajuan ilmu
2.2. Kebudayaan Inderawi Pasif
Mentalitas inderawi pasif meliputi hasrat untuk mengalami kesenangan hidup inderawi setingginya. Sorokin menggambarkan pendekatan ini sebagai suatu “eksploitasi parasit”, dengan motto: “Makan, minum, dan kawinlah, karena besok kita mati”. Mengejar kenikmatan tidak dipengaruhi oleh suatu tujuan jangka panjang apapun.
2.3. Kebudayaan Inderawi Sinis
Dalam hal tujuan-tujuan utama, mentalitas ini serupa dengan kebudayaan inderawi pasif, kecuali bahwa mengejar tujuan-tujuan inderawi dibenarkan oleh rasio ideasional. Dengan kata lain, mentalitas ini  bersifat munafik (hipokrit) untuk membenarkan pencapaian tujuan materialistis atau inderawi dengan menunjukkan sistem nilai transenden yang pada dasarnya tidak diterimanya.
3. Kebudayaan Campuran
Kategori ini mengandung penegasan terhadap dasar berpikir (premis) mentalitas ideasional dan inderawi. Kebudayaan Campuran ini terdiri dari :
3.1. Kebudayaan Idealistis. 
Kebudayaan ini terdiri dari suatu campuran organis dari mentalitas ideasional dan inderawi sehingga keduanya dilihat sebagai pengertian yang sahih mengenai aspek-aspek tertentu dari suatu kenyataan akhir. Dengan kata lain, dasar berpikir kedua tipe mentalitas itu secara sistematis dan logis saling berhubungan.
3.2. Kebudayaan Ideasional Tiruan (Pseudo-Ideational Culture)
Tipe ini khususnya didominasi oleh pendekatan inderawi, tp unsur-unsur ideasional hidup secara berdampingan dengan yang inderawi, sebagai suatu perspektif yang saling berlawanan. Tidak seperti tipe kebudayaan idealistis, kedua perspektif yang saling berlawanan ini tidak terintegrasi secara sistematis, kecuali sekedar hidup berdampingan sejajar satu sama lain.


MENTALITAS  MASYARAKAT  INDONESIA

Menurut Koentjaraningrat tdk dari penelitian empiris beropini agar kita berusaha mengatasi, mengurangi, menghilangkan sifat-sifat yang dianggap merupakan penghalang proses pembangunan. Sedangkan menurut riset Prof. A.S. Munandar menunjukkan betapa sangat beragamnya mental manusia Indonesia, maka dapat kita simpulkan bahwa bagian dari sistem mental kita ini sangat beragam sesuai dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki bengsa ini. Nilai budaya tidak lagi berbeda hanya karena faktor tempat asal, tapi juga profesi, religi, dan teknologi, misalnya. Karena keberagamannya maka pengindetifikasian sikap mental dari bangsa Indonesia yang tidak melalui penelitian empiris dan hanya untuk memenuhi satubagian dari tujuan (pembangunan)
Setelah revolusi, mentalitas bangsa Indonesia bersumber pada kehidupan ketidakpastian, tanpa pedoman dan orientasi yang tegas shg terjadi kemerosotan ekonomi dan kemunduran dalam berbagai sektor kehidupan sosial budaya. Karena mentalitas ini mempunyai kelemahan:
1.   Sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2.   Sifat mentalitas yang suka menerabas
3.   Sifat mentalitas tak percaya diri sendiri
4.   Sifat mentalitas tak berdisiplin murni
5.   Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggungjawab yang kokoh
Munandar melihat bahwa manusia pembangun Indonesia perlu memilki suatu sistem nilai yang mendasari, mempedomani, dan mengarahkan perilakunya sehari-hari, perilakunya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan produktif, ia juga melihat bahwa Ekaprasetya Pancakarsa yang merupakan code of conduct atau dasar pedoman perilaku manusia Indonesia pada umumnya perlu disoroti lebih lanjut. Opini Koentjaraningrat berdasar teori antropolog tenar AS Kluckhon: "Suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan; lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi; lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuannya sendiri, berdisiplin murni dan berani bertanggungjawab sendiri".

TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA
1. Mentalitas masyarakat tsb lebih cenderung bersifat ikut-ikutan; tdk bisa proaktif & inovatif 
  1. Pandangan tsb tdk sesuai dgn opini Samuel Huntington dlm buku “Civilization and Climate” bhw kebudayaan suatu masyarakat dpt maju bila terletak di iklim subtropis
BEBERAPA ARAL PEMBANGUNAN

Menurut antropolog Koentjaraningrat ada beberapa sikap mentalitas yang dapat menjadi penghambat proses laju pembangunan, yakni:
1. Sikap sabar
2. Sikap ikhlas
3. Sikap "Nrimo"
4. Sikap menonjolkan diri, tak menghargai prestasi orang lain

Solusinya : perlu “need of achievement” dari konsep David Mc Clelland yg sgt menekankan semangat atau motivasi individu utk berprestasi sbg pemuasan batin pribadi, bukan hanya sbg pemenuhan kebutuhan pribadi semat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar