Selasa, 06 Mei 2014

MEMBANGUN SEMANGAT KEBERSAMAAN

MEMBANGUN SEMANGAT KEBERSAMAAN[1]
Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh, MSi
Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia                               ( Surat Roma 8 : 16-17 )
Prolog
Kali ini diberikan kesempatan kepada saya untuk menyajikan semacam klausul atau konsep pemikiran untuk dapat menjadi pergumulan kita bersama di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( FKIP ) Universitas HKBP Nommensen untuk kepentingan kita bersama; tujuan bersama, harapan bersama, kompetensi bersama, dan kerja sama. Tentu konsep ini sangat utopis namun tentu saja tidaklah salah jika ada keinginan kita untuk memulainya dari diri sendiri dan mulai sekarang.Topik yang diberikan kepada saya sangatlah berat untuk dapat kita cermati kenyataan keseharian di antara kita namun itu semua tidaklah berarti jika kita dapat melihat diri kita sendiri dalam kaitan/relasi dengan lingkungan kita sendiri, mandat yang diberi Tuhan kepada kita, dan kecenderungan perkembangan dunia pendidikan yang menjadi pijar yang ampuh untuk mengubah masyarakat di hari mendatang.
Di sini saya mau memperbincangkan “kebersamaan” dengan terang Firman Tuhan, yang sengaja saya kutip di atas, untuk memeriksa kembali kebersamaan kita di lingkungan Civitas Akademika Universitas HKBP Nommensen pada umumnya dan pada khususnya lingkungan Civitas Akademika FKIP Universitas HKBP Nommensen. Untuk dapat mencapai perbincangan tersebut maka sengaja saya membuat judul ini menjadi “Membangun Semangat Kebersamaan” agar kita dapat sepakat mengiakan kebersamaan kita melayani di FKIP Universitas HKBP Nommensen dengan profesi kita masing-masing.

Kebersamaan Menurut Alkitab
Kebersamaan di dalam kesaksian Alkitab mengaitkan makna panggilan Tuhan Allah untuk bersatu dan membentuk satu persekutuan di dalam terang nama Tuhan Yesus Kristus. Koinonia adalah suatu proses pemanggilan Tuhan kepada segenap orang beriman, yang percaya dan mengikut Tuhan Yesus Kristus, untuk membentuk dan membangun suatu persekutuan bersama Tuhan Yesus Kristus dengan semangat menggelora untuk mengabarkan suara profetis pemerdekaan kepada orang miskin, yang tertindas, yang terbelenggu, dan segenap stratifikasi social yang dimarjinalkan akibat proses pembangunan masyarakat. Kebersamaan menurut  kesaksian Alkitab dalam Perjanjian Baru tidak hanya bersama-sama tinggal dan hidup bersama dalam suatu ruang tertentu namun dipahami juga segala sesuatu yang mereka miliki, bahkan mereka usahakan sebagai milik bersama. Pemikiran ini merupakan refleksi dari ucapan Tuhan Yesus Kristus yang menegaskan “dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan aku telah dipermuliakan di dalam mereka” (Yoh.17:10). Konsep persekutuan dalam semangat kebersamaan yang oleh gereja sering disebut “communio sanctorum” (persekutuan orang-orang kudus) demikian merupakan perekatan membentengi orang-orang beriman agar memiliki pandangan dan pemikiran yang sama, melihat orang lain sebagian dirinya sendiri, bukan sebagai rival atau saingan yang harus dijauhi.
Kebersamaan di dalam konsep persekutuan Kristen berdasarkan nas-nas tersebut ternyata bukan saja merupakan suatu bentuk kerja sama (di Galatia 6:2 disebut sebagai pemenuhan titah/perintah Kristus untuk bertolong-tolongan menanggung beban sesama) melainkan kecakapan (skills) baik secara fisik, mental dan spiritual, dimampukan untuk tidak hanya menghadapi kesenangan dan suka cita semata melainkan juga kesetiaan iman kita ketika menghadapi penderitaan. Hal ini sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus yang terlebih dahulu “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya” (Ibr.5:8). Apa pun persoalan bahkan pergumulan seberat apa pun dihadapi bersama dan dicari solusi bersama, termasuk soal kematian rasul Stepanus dan perbedaan pendapat sangat prinsipil antara rasul Paulus dan rasul Petrus tentang perkara sunat. Persoalan dan pergumulan mereka dibicarakan bersama dan dicari solusi terbaik, dan tentu saja mereka mengandalkan kekuatan Roh Kudus dengan doa. Kisah tentang kebersamaan mereka ini dijelaskan secara naratif eksposisif di dalam Kisah Para Rasul mulai pasal 1-3, dan solusi pemecahan masalah melalui perbincangan bersama (yang kemudian disebut gereja-gereja sebagai Sinode) dapat dipelajari di dalam Kisah Para Rasul Pasal 15. Tentu saja teladan kebersamaan yang diungkapkan oleh Firman Tuhan di dalam Alkitab perjanjian baru menjadi soko guru bagi kita saat ini, Civitas Akademika Universitas HKBP Nommensen, yang dilahirkan dari rahim gereja HKBP. HKBP mewariskan dunia pedagogi (baik keilmuan maupun kependidikan) untuk diterima bersama, dan berbuat sesuatu yang sangat berharga dan brilian agar nama Tuhan yang dijunjung HKBP sungguh dimuliakan dengan karya-karya nyata yang orisinal serta berintegritas tinggi dari tangan-tangan para pendidik dan pengajar di Civitas Akademika Universitas HKBP Nommensen, khususnya FKIP Universitas HKBP Nommensen.

Membangun Semangat Kebersamaan Civitas Akademika
Seorang filsuf terkenal Indonesia yang namanya diabadikan menjadi Sekolah Tinggi Filsafat Prof.DR.N.Driyarkara menyatakan, “Menurut strukturnya ada kita itu baru ada bersama. Bahwa ada berarti ada bersama. Manusia tidak hanya meng-Aku, dia juga meng-Kita. Aku selalu memuat engkau. Hanya dengan dan dalam pertemuan dengan engkaulah; aku menjadi aku”[2]. Kutipan ini semakin mempertegas bahwa secara eksistensial manusia mesti membangun kebersamaan dalam hidup dan jati diri semakin tampak dalam kebersamaan. Singkat kata, kebersamaan dalam hidup adalah sesuatu yang sangat fundamental. Sejarah telah membuktikan bahwa kebersamaan pernah membuahkan prestasi yang luar biasa dalam peradaban manusia, Namun, pernahkah peradaban manusia hancur karena kebersamaan mulai pudar? Apakah yang bisa menghancurkan kebersamaan? Sepanjang sejarah membuktikannya; perang saudara, perang suku, pertikaian antar kampung, antar perlajar antar kelompok etnis dan agama, menghancurkan keharmonisan hidup bersama. Dalam lingkup yang paling kecil, keluarga misalnya, pertengkaran, kebencian, amarah juga tak terhindarkan yang membuat kebersamaan dalam keluarga hancur.
Untuk membangun semangat kebersamaan sebagaimana disuarakan Alkitab di dalam kerangka Civitas Akademika Universitas HKBP Nommensen mumnya dan khususnya FKIP Universitas HKBP Nommensen maka menurut saya dibutuhkan pemahamanan bersama tentang etika kebersamaan di lingkup FKIP Universitas HKBP Nommensen, yang ditopang dengan konsep Kode Etik Profesionalitas Civitas Akademika, serta sistem komunikasi sinergis[3] di semua lini Civitas Akademika. Etika kebersamaan yang dimaksud tentu harus mencakup beberapa prinsip etis yang sangat penting seperti : 1. Prinsip tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya terhadap dampak pekerjaan terhadap orang lain, 2. Prinsip keadilan, tidak merugikan; membedakan orang lain, 3. Prinsip Otonomi, Kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya, tetapi dibatasi tanggungjawab dan komitmen profesional dan tidak mengganggu kepentingan umum, 4.. Prinsip integritas moral yang tinggi. Komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi.
Selanjutnya tentang Kode Etik Profesionalitas dimaksud adalah untuk meningkatkan kinerja, hubungan kerja sama yang baik antara pimpinan dan orang-orang yang dipimpinnya sehingga kebenaran, kebaikan dan kerangka kerja di dalam Civitas Akademika sungguh-sungguh membawa manfaat besar dan semakin mengakbrabkan kalangan Civitas Ademika karena sudah jelas peranan, tindakan profesionalnya, dan tanggung jawab dirinya kepada dirinya sendiri serta kepada fakultas (dalam hal ini termaktub loyalitas kepada pimpinan) dan terutama kesetian kepada gereja dan Tuhan. Namun sebaiknya kode etik ini bias dituangkan berbentuk kesepakatan (MOU atau hokum konvensi) sehingga melengkapi ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan melalui Undang Undang Pendidikan, Undang Undang Guru dan Dosen, sampai kepada ketentuan-ketentuan yang diterbutkan oleh Yayasan dan Universitas HKBP Nommensen. Kode etik profesionalitas ini juga haruslah dibangun dengan landasan 3 format kinerja profesionalitas, yakni 1. kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil; 2.kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat; 3.kerja seorang profesional --diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral-- harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi. Jadi jika kita memang memiliki kompetensi untuk berteriak dan membentuk guru-guru professional haruslah seiring dengan pewatakan dan kinerja kita yang juga menunjukkan profesionalitas dimaksud.


[1] Disampaikan pada Retreat Para Dosen Di Lingkungan Civitas Akademika FKIP Universitas HKBP Nommensen pada tanggal 3 Maret 2012 di Tuktuk, Samosir, Sumatera Utara.
[2] Di dalam tulisannya berjudul “Pancasila dan Religi dalam Seminar Pancasila ke-1”, Jakarta: Panitia Seminar Pancasila, tahun 1959, halaman 12.
[3] Sebuah pemikiran baik yang dikembangkan oleh Stephen R.Corvey dalam bukunya “Seven Habits of Highly Effective People” yang menggariskan salah satu kebiasaan terbaik adalah “synergize” (suatu bentuk kerja sama yang meluas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar