MEMBANGUN SEMANGAT KEBERSAMAAN[1]
Oleh : Melvin M. Simanjuntak, STh,
MSi
“ Roh
itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya
bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia,
supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia ” ( Surat Roma 8 :
16-17 )
Prolog
Kali ini diberikan
kesempatan kepada saya untuk menyajikan semacam klausul atau konsep pemikiran
untuk dapat menjadi pergumulan kita bersama di lingkungan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan ( FKIP ) Universitas HKBP Nommensen untuk kepentingan kita
bersama; tujuan bersama, harapan bersama, kompetensi bersama, dan kerja sama.
Tentu konsep ini sangat utopis namun tentu saja tidaklah salah jika ada
keinginan kita untuk memulainya dari diri sendiri dan mulai sekarang.Topik yang
diberikan kepada saya sangatlah berat untuk dapat kita cermati kenyataan
keseharian di antara kita namun itu semua tidaklah berarti jika kita dapat
melihat diri kita sendiri dalam kaitan/relasi dengan lingkungan kita sendiri,
mandat yang diberi Tuhan kepada kita, dan kecenderungan perkembangan dunia
pendidikan yang menjadi pijar yang ampuh untuk mengubah masyarakat di hari
mendatang.
Di sini saya mau
memperbincangkan “kebersamaan” dengan terang Firman Tuhan, yang sengaja saya
kutip di atas, untuk memeriksa kembali kebersamaan kita di lingkungan Civitas
Akademika Universitas HKBP Nommensen pada umumnya dan pada khususnya lingkungan
Civitas Akademika FKIP Universitas HKBP Nommensen. Untuk dapat mencapai
perbincangan tersebut maka sengaja saya membuat judul ini menjadi “Membangun
Semangat Kebersamaan” agar kita dapat sepakat mengiakan kebersamaan kita
melayani di FKIP Universitas HKBP Nommensen dengan profesi kita masing-masing.
Kebersamaan
Menurut Alkitab
Kebersamaan di dalam
kesaksian Alkitab mengaitkan makna panggilan Tuhan Allah untuk bersatu dan
membentuk satu persekutuan di dalam terang nama Tuhan Yesus Kristus. Koinonia adalah suatu proses
pemanggilan Tuhan kepada segenap orang beriman, yang percaya dan mengikut Tuhan
Yesus Kristus, untuk membentuk dan membangun suatu persekutuan bersama Tuhan
Yesus Kristus dengan semangat menggelora untuk mengabarkan suara profetis pemerdekaan
kepada orang miskin, yang tertindas, yang terbelenggu, dan segenap stratifikasi
social yang dimarjinalkan akibat proses pembangunan masyarakat. Kebersamaan
menurut kesaksian Alkitab dalam
Perjanjian Baru tidak hanya bersama-sama tinggal dan hidup bersama dalam suatu
ruang tertentu namun dipahami juga segala sesuatu yang mereka miliki, bahkan
mereka usahakan sebagai milik bersama. Pemikiran ini merupakan refleksi dari
ucapan Tuhan Yesus Kristus yang menegaskan “dan
segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan aku telah
dipermuliakan di dalam mereka” (Yoh.17:10). Konsep persekutuan dalam
semangat kebersamaan yang oleh gereja sering disebut “communio sanctorum” (persekutuan orang-orang
kudus) demikian merupakan perekatan membentengi orang-orang beriman agar
memiliki pandangan dan pemikiran yang sama, melihat orang lain sebagian dirinya
sendiri, bukan sebagai rival atau saingan yang harus dijauhi.
Kebersamaan di dalam
konsep persekutuan Kristen berdasarkan nas-nas tersebut ternyata bukan saja
merupakan suatu bentuk kerja sama (di Galatia 6:2 disebut sebagai pemenuhan
titah/perintah Kristus untuk bertolong-tolongan menanggung beban sesama)
melainkan kecakapan (skills) baik
secara fisik, mental dan spiritual, dimampukan untuk tidak hanya menghadapi
kesenangan dan suka cita semata melainkan juga kesetiaan iman kita ketika
menghadapi penderitaan. Hal ini sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus
yang terlebih dahulu “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya”
(Ibr.5:8). Apa pun persoalan bahkan pergumulan seberat apa pun dihadapi bersama
dan dicari solusi bersama, termasuk soal kematian rasul Stepanus dan perbedaan
pendapat sangat prinsipil antara rasul Paulus dan rasul Petrus tentang perkara
sunat. Persoalan dan pergumulan mereka dibicarakan bersama dan dicari solusi
terbaik, dan tentu saja mereka mengandalkan kekuatan Roh Kudus dengan doa.
Kisah tentang kebersamaan mereka ini dijelaskan secara naratif eksposisif di
dalam Kisah Para Rasul mulai pasal 1-3, dan solusi pemecahan masalah melalui
perbincangan bersama (yang kemudian disebut gereja-gereja sebagai Sinode) dapat
dipelajari di dalam Kisah Para Rasul Pasal 15. Tentu saja teladan kebersamaan
yang diungkapkan oleh Firman Tuhan di dalam Alkitab perjanjian baru menjadi
soko guru bagi kita saat ini, Civitas Akademika Universitas HKBP Nommensen,
yang dilahirkan dari rahim gereja HKBP. HKBP mewariskan dunia pedagogi (baik
keilmuan maupun kependidikan) untuk diterima bersama, dan berbuat sesuatu yang
sangat berharga dan brilian agar nama Tuhan yang dijunjung HKBP sungguh
dimuliakan dengan karya-karya nyata yang orisinal serta berintegritas tinggi
dari tangan-tangan para pendidik dan pengajar di Civitas Akademika Universitas
HKBP Nommensen, khususnya FKIP Universitas HKBP Nommensen.
Membangun
Semangat Kebersamaan Civitas Akademika
Seorang filsuf terkenal Indonesia yang
namanya diabadikan menjadi Sekolah Tinggi Filsafat Prof.DR.N.Driyarkara
menyatakan, “Menurut strukturnya ada kita itu baru ada bersama. Bahwa ada
berarti ada bersama. Manusia tidak hanya meng-Aku, dia juga meng-Kita. Aku
selalu memuat engkau. Hanya dengan dan dalam pertemuan dengan engkaulah; aku
menjadi aku”[2].
Kutipan ini semakin
mempertegas bahwa secara eksistensial manusia mesti membangun kebersamaan dalam
hidup dan jati diri semakin tampak dalam kebersamaan. Singkat kata, kebersamaan
dalam hidup adalah sesuatu yang sangat fundamental. Sejarah
telah membuktikan bahwa kebersamaan pernah membuahkan prestasi yang luar biasa
dalam peradaban manusia, Namun, pernahkah peradaban manusia hancur karena
kebersamaan mulai pudar? Apakah yang bisa menghancurkan kebersamaan? Sepanjang sejarah membuktikannya; perang saudara, perang
suku, pertikaian antar kampung, antar perlajar antar kelompok etnis dan agama,
menghancurkan keharmonisan hidup bersama. Dalam lingkup yang paling kecil,
keluarga misalnya, pertengkaran, kebencian, amarah juga tak terhindarkan yang
membuat kebersamaan dalam keluarga hancur.
Untuk membangun semangat kebersamaan
sebagaimana disuarakan Alkitab di dalam kerangka Civitas Akademika Universitas
HKBP Nommensen mumnya dan khususnya FKIP Universitas HKBP Nommensen maka
menurut saya dibutuhkan pemahamanan bersama tentang etika kebersamaan di
lingkup FKIP Universitas HKBP Nommensen, yang ditopang dengan konsep Kode Etik
Profesionalitas Civitas Akademika, serta sistem komunikasi sinergis[3] di
semua lini Civitas Akademika. Etika kebersamaan yang dimaksud tentu harus
mencakup beberapa prinsip etis yang sangat penting seperti : 1. Prinsip
tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya terhadap dampak
pekerjaan terhadap orang lain, 2. Prinsip keadilan, tidak merugikan; membedakan
orang lain, 3. Prinsip Otonomi, Kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya, tetapi dibatasi tanggungjawab dan komitmen profesional dan tidak
mengganggu kepentingan umum, 4.. Prinsip integritas moral yang tinggi. Komitmen
pribadi menjaga keluhuran profesi.
Selanjutnya
tentang Kode Etik Profesionalitas dimaksud adalah untuk meningkatkan kinerja,
hubungan kerja sama yang baik antara pimpinan dan orang-orang yang dipimpinnya
sehingga kebenaran, kebaikan dan kerangka kerja di dalam Civitas Akademika
sungguh-sungguh membawa manfaat besar dan semakin mengakbrabkan kalangan
Civitas Ademika karena sudah jelas peranan, tindakan profesionalnya, dan
tanggung jawab dirinya kepada dirinya sendiri serta kepada fakultas (dalam hal
ini termaktub loyalitas kepada pimpinan) dan terutama kesetian kepada gereja
dan Tuhan. Namun sebaiknya kode etik ini bias dituangkan berbentuk kesepakatan
(MOU atau hokum konvensi) sehingga melengkapi ketentuan-ketentuan yang sudah
digariskan melalui Undang Undang Pendidikan, Undang Undang Guru dan Dosen,
sampai kepada ketentuan-ketentuan yang diterbutkan oleh Yayasan dan Universitas
HKBP Nommensen. Kode etik profesionalitas ini juga haruslah dibangun dengan
landasan 3 format kinerja profesionalitas, yakni 1. kerja seorang profesional
itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi
yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan
imbalan upah materiil; 2.kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh
kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan
dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat; 3.kerja seorang
profesional --diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral-- harus
menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang
dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi. Jadi
jika kita memang memiliki kompetensi untuk berteriak dan membentuk guru-guru
professional haruslah seiring dengan pewatakan dan kinerja kita yang juga
menunjukkan profesionalitas dimaksud.
[1]
Disampaikan pada Retreat Para Dosen Di Lingkungan Civitas Akademika FKIP
Universitas HKBP Nommensen pada tanggal 3 Maret 2012 di Tuktuk, Samosir,
Sumatera Utara.
[2] Di
dalam tulisannya berjudul “Pancasila dan Religi dalam Seminar Pancasila ke-1”,
Jakarta: Panitia Seminar Pancasila, tahun 1959, halaman 12.
[3]
Sebuah pemikiran baik yang dikembangkan oleh Stephen R.Corvey dalam bukunya
“Seven Habits of Highly Effective People” yang menggariskan salah satu
kebiasaan terbaik adalah “synergize” (suatu bentuk kerja sama yang meluas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar