TENTANG
PEMILU DI INDONESIA
Oleh
: Melvin M.Simanjuntak, STh, MSi
Pemilihan umum yang
terkenal dengan nama pemilu dapat dikatakan sebagai alat demokrasi, yang
menentukan peralihan kepemimpinan daerah dan nasional, dengan penyelenggaraan
pemilu. Menurut sejumlah ahli dengan pemilu dapat mengukur tingkat
elektabilitas dan legitimasi pemerintah yang demokratis sehingga pemilu dapat
dipandang sebagai ukuran sangat penting bagi penguatan sistem demokrasi suatu
Negara[1].
Pemilu yang diselenggarakan sejak orde lama hingga orde baru tidak diikuti
dengan adanya pergantian undang-undang pada setiap periode Pemilu, melainkan
hanya perubahan. Perubahan justru banyak terjadi pada level Peraturan
Pemerintah sebagai pelaksanaan atas undang-undang. Namun, semenjak dimulainya
era reformasi, undang-undang yang mengatur tentang Pemilu selalu mengalami
pergantian pada setiap periode Pemilu.
Pemilu yang dianggap demokratis pada masa pemerintahan orde lama di
tahun 1955 diselenggarakan berdasarkan asas legalitas UU Nomor 7 tahun 1953
tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR, UU nomor 18 tahun 1955
serta PP nomor 9 tahun 1954 tentang Penyelenggaraan UU Pemilu nomor 7 tahun
1953. Setelah penyelenggaraan pemilu tahun 1955 itu, pemerintah Soekarno tidak
pernah lagi mengadakan pemilu, bahkan terjadi “kejutan” tatkala lembaga
legislatif masa itu secara aklamasi menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia Ir.Soekarno sebagai Presiden seumur hidup[2].
Pada masa pemerintahan Orde Baru di
bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto, pemilu tetap diselenggarakan dengan hanya
memakai satu produk perundang-undangan, dan sepakat tetap memilih Jenderal Soeharto
sebagai Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai calon
tunggal pada tiap pemilu kepresidenan. Pada pemilu tahun 1971 pemerintahan
hanya memakai produk hukum UU nomor 15 tahun 1969 untuk menyelenggarakan
hajatan demokrasi bernama pemilu. Tahun 1977 juga memakai satu produk
perundang-undangan, yakni UU nomor 4 tahun 1975. Pemilu tahun 1982 juga memakai
satu produk hokum ketatanegaraan, yakni UU nomor 2 tahun 1980. Sedangkan pada
pemilu tahun 1987, pemilu tahun 1992, dan pemilu tahun 1997 sama-sama memakai
landasan hukum UU nomor 1 tahun 1985. Baru pada pemilu tahun 2004 setelah
reformasi NKRI membuat beberapa produk hukum perundang-undangan yang memperkuat
penyelenggaraan pemilu, yakni UU nomor 4 tahun 2000, UU nomor 12 tahun 2003,
dan UU nomor 23 tahun 2003. Undang-undang pertama adalah tentang pelaksanaan
pemilu, yang kedua adalah pemilu dewan perwakilan rakyat (DPR), dewan
perwakilan daerah (DPD), dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), yang ketiga
adalah pemilu kepresidenan yang memilih calon presiden dan calon wakil presiden
secara langsung. Untuk pemilu yang akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan
Umum Republik Indonesia tentu saja memakai UU Nomor 2 tahun 2011 tentang partai
politik, UU Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) untuk propinsi, kabupaten.dan kota, dan UU Nomor 15 tahun 2011 tentang
penyelenggara pemilihan umum.
Sebenarnya
jika ditilik pada masa reformasi di mana sudah ditetapkan di dalam Undang
Undang Dasar 1945 hasil amandemen bahwa Presiden hanya dapat dipilih sebanyak 2
kali masa jabatannya, sehingga pemilu di era reformasi di NKRI tidak hanya
semata-mata sebagai alat demokrasi, akan tetapi sangat menentukan di dalam
perjalanan bangsa dan Negara Indonesia ini. Sebab ternyata dengan adanya pemilu
diharapkan tingkat partisipasi warga Negara sangat tinggi untuk melakukan
pergantian kepemimpinan baik padalembaga
legislasi maupun pada lembaga
eksekutif. Pemilu di Indonesia bias dikatakan merupakan proses pergantian
kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai produk hukum yang berlaku yang diamanatkan
konstitusi. Jadi pemilu memiliki
landasan dasar yang kuat dan beberapa fungsi bagi pertumbuhan demokrasi suatu
Negara, sebagaimana telah dianut oleh NKRI. Beberapa fungsi pemilu ini sangat
berhubungan satu sama lain. Pertama,
sebagai sarana legitimasi politik. Fungsi legitimasi ini terutama menjadi
kebutuhan pemerintah dalam system politik yang mewadahi format pemilu yang
berlaku. Adanya pemilu, pemerintahan yang berkuasa menjadi absah dapat
ditegakkan, begitu juga dengan program dan kebijakan yang dihasilkannya.Dengan
demikian, pemerintah, berdasarkan hukum yang disepakati bersama, tidak hanya
memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa
hukuman dan ganjaran bagi siapapun yang melanggarnya. Kedua pemilu mengekspresikan kebebasan rakyat untuk menyalurkan aspirasinya, dan
menghasilkan pergantian kekuasaan dengan sistem politik yang dibangun bersama.
Dalam kerangka ini acapkali pemilu justru menurunkan pemerintahan yang
berkuasa, dan menaikkan kelompok politik yang dikehendaki oleh rakyat, sebagai
suatu kenyataan[3].
Ketiga pemilu dapat meningkatkan
peluang kompetitif bagi para kontestan peserta pemilu dari partai
politik-partai politik yang dinyatakan berhak mengikutinya, sehingga dengan
pemilu di era reformasi keterlibatan peranan birokrasi pemerintah sangat
terbatas, dan membuka ruang untuk lembaga-lembaga non pemerintah baik dari
dalam masyarakat Indonesia sendiri maupun lembaga-lembaga internasional untuk
memantau pelaksanaan pemilu di NKRI ini[4].
Dalam
sebuah negara demokrasi, Pemilihan Umum (pemilu) merupakan salah satu pilar
utama dari sebuah akumulasi kehendak rakyat. Pemilu sekaligus merupakan
prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Diyakini pada sebagian besar
masyarakat beradab di muka bumi ini, pemilu adalah mekanisme pergantian
kekuasaan (suksesi) yang paling aman, bila dibanding dengan cara-cara lain.
Sudah barang pasti bila dikatakan, Pemilu merupakan pilar utama dari sebuah
demokrasi. Melalui pemilu rakyat memilih wakilnya, selanjutnya para wakil
rakyat ini diserahi mandat kedaulatan rakyat untuk mengurusi negara ini.
Melalui pemilu rakyat menunjukkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin seperti
Presiden dan Wakil Presiden. Melalui pemilu lokal yang disebut Pemilukada,
rakyat juga menunjukkan kedaulatannya untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota.
Hubungan
antara sistem pemilu, sistem Kepartaian, dan sistem pemerintahan. Pertama hubungan antara Sistem Pemilu
dengan Sistem Kepartaian adalah bahwa sistem pemilu kita selalu mengakomodir
sistem kepartaian yang berlaku. Sehingga tidak ada partai yang lebih berhak di
negara ini daripada partai yang lain. Dalam arti setiap partai memiliki hak
yang sama untuk terdaftar sebagai peserta pemilu.Kedua hubungan antara sistem pemilu dan sistem pemerintahan adalah
agar hasil pilihan rakyat melalui pemilu dapat turut mengawasi jalannya roda
pemerintahan dengan baik. Pemerintah
tidak bisa menjalankan tugasnya semena-mena tanpa ada pengawasan para wakil
rakyat yang telah dipilih melalui pemilu. Ketiga,
hubungan antara sistem politik dan sistem pemerintahan adalah bahwa seluruh
partai dan wakil-wakil rakyatnya turut serta dalam mengatur pemerintahan.
Artinya buka hanya satu atau dua partai saja yang diakui negara untuk mengatur
pemeritahan, tetapi semua partai yang mendapatkan kursi di legislatif berhak
dan turut serta dalam mengawasi jalannya pemerintah.Keempat adalah hubungan antara sistem pemilu, sistem politik dan
sistem pemerintahan dengan memperhatikan penjelasan di atas maka akan sangat
jelas bahwa pemilu memberikan kebebasan untuk semua partai dalam memperebutkan
kursi suara, dan akhirnya para calon legislatif, Kepala Negara, dan Kepala
Daerah yang terpilih merekalah yang akan memimpin dan mengawasi pemerintahan.
Jika tidak ada ketiganya, Indonesia bukanlah negara demokrasi.
Siklus
atau Tahapan Penyelenggaraan Pemilu. Siklus atau tahapan penyelenggaraan pemilu
dengan Tugas KPU secara Administratif maupun keputusannya sesuai dengan UU RI
Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, sebagai berikut:
(1) Pendaftaran pemilih. KPU bekerja sama dengan BPS. Menyusun Daftar Pemilih
Tetap (DPT); (2) Perdaftaran Partai Politik. Sesuai dengan UU RI Nomor 2 Tahun
2011 tentang Partai Politik. Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; (3)
Pemetaan daerah pemilihan; (4)Penetapan jumlah kursi DPRD setiap daerah otonom;
(5) Penyalonan DPR/DPRD/DPD. Tahapan pencalonan bagi mereka yang mau maju di
ajang pemilihan legislatif; (6) Pengadaan dan distribusi logistik pemilu; (7)
Penataan penyelenggaraan kampanye atau Masa Kampanye; (8) Penetapan tempat
pemungutan suara (TPS); (9) Tahap pemungutan dan perhitungan suara; (10)
Penetapan calon terpilih; (11) Penentuan sistematika dan publikasi hasil
pemilu; dan (12) Evaluasi penyelenggaraan Pemilu setelah berlangsung Pemilihan
Umum. Dengan demikian sebenarnya Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia
selain berlangsung berdasarkan prinsip langsung, prinsip umum, prinsip bebas,
prinsip rahasia, ditambah prinsip jujur dan prinsip adil, namun harus dilakukan
dalam 2 kali pemilu. Pertama pemilu untuk memilih wakil representative untuk
tingkat DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Tingkat Propinsi, DPR RI, dan DPD. Kedua
pemilu untuk memilih pemimpin nasional, yakni memilih calon Presiden dan calon
Wakil Presiden yang baru, yang juga berlangsung berdasar prinsip-prinsip tadi.
Di dalam UUD 1945 amandemen disebutkan bahwa pemilu diselenggarakan hanya
sekali dalam tempo 5 tahun. Hasilnya setelah Mahkamah Konstitusi bersidang
diputuskan bahwa untuk tahun 2019 pemilu berlangsung secara serentak dan satu
kali saja, baik pemilu legislative maupun pemilu eksekutif.
[1]
Lihat Eep Saefulloh Fatah,”Masalah dan
Prospek Demokrasi di Indonesia”, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.5-13.
[2]
Inu Kencana Syafiie,”Teori dan Analisis
Politik”, Bandung: Pustaka Reka Cipta, hal.48
[3]
Samuel P.Huntington sebagaimana dikutip oleh Eep Saifulloh Fatah,”Zaman Kesempatan: Agenda-agenda Besar
Demokratisasi Pasca-Orde Baru”, Bandung: Mizan, 2000, hal.117
[4]
Syamsuddin Harris,”Pemilu 1999 dan Format Baru Politik Indonesia” dalam buku
Seri Penerbitan Studi Politik kerja sama Laboratorium Ilmu Politik Universitas
Indonesia dan Penerbit Mizan,”Memastikan
Arah Baru Demokrasi”, 2000, hal. 35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar